Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini Ibnu Azka

Membaca IK-END dari Ujung Pandang

Meskipun sudah di klarifikasi oleh Hasan Nasbi selaku Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan bahwa memang benar adanya pemblokiran.

Editor: Sudirman
zoom-inlihat foto Membaca IK-END dari Ujung Pandang
Ibnu Azka
OPINI - Ibnu Azka Akademisi, Penulis, dan Dai. Ia juga salah satu penulis Opini Tribun.

Oleh: Ibnu Azka

Akademisi, Penulis, dan Dai

TRIBUN-TIMUR.COM - Wacana pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan Timur sejak awal telah memantik banyak polemik dari berbagai kalangan, utamanya para akademisi, politikus, tokoh masyarakat, juga para aktivis sampai ibu-ibu penjual di pasar.

Namun, belakangan ini, proyek IKN kembali menjadi perbincangan hangat setelah mencuatnya isu bahwa pembangunannya mangkrak akibat pemblokiran dana untuk efisiensi anggaran.

Isu ini semakin mempertegas bahwa proyek ambisius ini tidak hanya soal pembangunan fisik, tetapi juga menyangkut
aspek politik, ekonomi, dan kebijakan fiskal negara.

Meskipun sudah di klarifikasi oleh Hasan Nasbi selaku Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan bahwa memang benar adanya pemblokiran.

Namun proyek IKN ini akan tetap diteruskan hingga tahun 2029, Pemerintah sudah menyiapkan dana sekitar 48 triliun untuk melanjutkan pembangunan IKN.

Berbeda dengan Doddy Hanggodo selaku Menteri Pekerjaan Umum yang nampak pesimis melihat IKN ke depan, hal itu didasari atas pemblokiran anggaran yang sampai saat ini belum ada realisasinya yang berimbas pada progress pembangunan
di sana.

Jika ditinjau dalam perspektif ekonomi, pemblokiran anggaran pembangunan IKN menunjukkan adanya tantangan dalam pengelolaan keuangan negara.

Pemerintah harus selektif untuk mempertimbangkan antara prioritas pembangunan infrastruktur dengan kebutuhan belanja negara lainnya yang mendesak, seperti sektor kesehatan yang belum maksimal, pendidikan, dan kesejahteraan sosial.

Jika terjadi efisiensi anggaran yang berimbas pada terhambatnya pembangunan IKN, maka muncul pertanyaan besar : apakah proyek ini memang layak untuk terus dilanjutkan dalam kondisi ekonomi yang penuh ketidakpastian ?

Makan Bergizi Gratis “VS” IKN

Efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah saat ini tak ayal untuk mendukung program prioritas Presiden Prabowo Subianto, salah satunya yakni Makan Bergizi Gratis (MBG), hampir semua instansi terdampak atas pemotongan
anggaran yang dilakukan pemerintah, kecuali Kementerian Pertahanan, DPR, TNI, dan Polri.

Pemerintah nampaknya tertatih-tatih untuk mengeksekusi program Makan Bergizi Gratis karena kebutuhan anggaran yang cukup fantastis.

Hal yang cukup kontras bagi penulis ialah, di tengah pergumulan pemangkasan anggaran di setiap Kementerian, justru pemerintah terus melantik staf khusus di berbagai Kementerian, bukannya melebur Kementerian yang ada untuk mengefisiensikan anggaran, malah terus melakukan fragmentasi Kementerian alias memperanak cucukan Kementerian.

Tidak hanya itu, selain berdampak pada program prioritas dari setiap Kementerian atau lembaga, pada sektor pendidikan, peluang kerja, pemberhentian kerja, bahkan tentu berimbas pada masa depan IKN.

Apakah akan dilanjutkan sesuai yang disampaikan Hasan Nasbi, atau sebaliknya tergantung ketersediaan anggaran yang ada.

Ibu Kota Nusantara yang digadang-gadang akan beroperasi menjadi pusat Kota Dunia kini mengalami masalah yang cukup serius.

Isu-isu yang bermunculan menunjukkan bahwa IKN sedang mangkrak karena tidak adanya progress pembangunan, bahkan Bandara yang menjadi titik utama bagi para tamu dunia yang akan landing di Ibu Kota nampak berlumpur akibat banjir.

Dari aspek politik misalnya, kebijakan terkait IKN juga menjadi arena tarik-menarik kepentingan sejak awal.

Meskipun Pemerintah saat ini berupaya memastikan bahwa proyek ini dapat berjalan sesuai rencana, namun pergantian
pemerintahan di tahun 2024 lalu, tentu membawa dinamika baru.

Tidak sedikit pihak yang menganggap bahwa proyek ini sarat dengan kepentingan politis dan belum memiliki urgensi yang benar-benar mendesak dibandingkan dengan perbaikan kota-kota yang sudah ada.

Sementara itu, dari sudut pandang masyarakat, terutama di luar Pulau Kalimantan khususnya penulis sendiri, proyek IKN rasa-rasanya masih sangat abstrak dan jauh dari kebutuhan mendesak masyarakat.

Apalagi pemindahan Ibu Kota Nusantara di saat Negara lagi strunggling (baca:berjuang) memulihkan perekonomian akibat covid-19, sehingga sangat tidak bijak pemindahan ini dan cenderung dipaksakan.

Masyarakat di berbagai daerah, seperti Ujung Pandang (Makassar), lebih membutuhkan pemerataan pembangunan infrastruktur dasar ketimbang proyek raksasa yang hanya menguntungkan segelintir elite.

Jika pemerintah serius ingin membangun pemerataan, maka fokus anggaran seharusnya diarahkan pada penguatan ekonomi daerah, bukan sekadar membangun ibu kota baru yang belum tentu menyelesaikan permasalahan urbanisasi dan kemacetan di Jakarta.

Namun, di sisi lain, proyek IKN juga memiliki nilai strategis dalam jangka panjang, terutama dalam mengurangi beban Jakarta sebagai pusat pemerintahan.

Selain itu, jika dikelola dengan baik dan berkelanjutan, pembangunan IKN bisa menjadi katalisator bagi pertumbuhan ekonomi di luar Pulau Jawa.

Tantangannya adalah memastikan bahwa pembangunan ini tidak hanya menjadi proyek mercusuar yang akhirnya terbengkalai karena masalah pendanaan dan kebijakan yang berubah-ubah.

Terakhir, bahwa proyek IKN ini adalah cerminan dari berbagai dilema pembangunan nasional. Jika tidak ditopang dengan perencanaan matang dan eksekusi yang konsisten, maka proyek ini bisa saja berubah menjadi IK-END alias Kota Mati.

Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk lebih transparan dalam kebijakan anggaran dan lebih inklusif dalam merancang pembangunan, sehingga seluruh rakyat Indonesia dapat merasakan manfaatnya, bukan hanya segelintir
kelompok.(*)

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved