Opini Aswar Hasan
Dampak Pemotongan Anggaran yang Bukan Efisiensi
Mereka memutuskan untuk memotong anggaran di berbagai kementerian, karena kesulitan anggaran.
Oleh: Aswar Hasan
Dosen Fisipol Unhas
Pemotongan anggaran Pemerintahan memang dapat menjadi masalah serius diberbagai sektor kehidupan dan dampaknya bisa meluas.
Nampaknya, pemerintah baru yang berkuasa memiliki kebijakan yang berbeda dari pemerintahan sebelumnya.
Mereka memutuskan untuk memotong anggaran di berbagai kementerian, karena kesulitan anggaran.
Pemotongan anggaran pun tak terhindarkan, sehingga dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan efisiensi penggunaan anggaran negara.
Pemerintah pun berusaha untuk mengurangi pemborosan dan memastikan bahwa setiap rupiah yang dikeluarkan memberikan manfaat maksimal.
Dampak pemotongan anggaran itu, juga dapat mengakibatkan penurunan kualitas pelayanan publik.
Sektor-sektor seperti kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur seringkali terkena dampak pemotongan anggaran.
Akibatnya, kualitas pelayanan publik dapat menurun. Masyarakat akan kesulitan mengakses layanan kesehatan yang berkualitas, pendidikan yang memadai, atau infrastruktur yang memadai.
Pemotongan anggaran dapat menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi. Hal ini disebabkan oleh penurunan investasi pemerintah di berbagai sektor.
Selain itu, pemotongan anggaran juga dapat mengurangi daya beli masyarakat, yang pada akhirnya dapat menurunkan konsumsi dan investasi.
Menyebabkan ketidakstabilan sosial dan ekonomi. Jika pemotongan anggaran dilakukan secara tidak tepat, dapat menyebabkan ketidakstabilan sosial dan ekonomi.
Masyarakat yang merasa tidak puas dengan kebijakan pemerintah tersebut rentan melakukan protes atau demonstrasi
Beberapa sektor mungkin sangat bergantung pada anggaran pemerintah. Pemotongan anggaran dapat menyebabkan sektor-sektor ini mengalami kesulitan keuangan dan bahkan terancam bangkrut.
Akibat pemotongan anggaran tersebut TVRI dan RRI sempat merumahkan dan memPHK kan sejumlah karyawannya.
Namun karena mungkin kejadian itu dianggap berisiko bagi stabilitas pemerintahan, maka kebijakan itu dibatalkan.
Radio Republik Indonesia (RRI) dan Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI akan memanggil kembali pekerja yang diberhentikan imbas pemangkasan anggaran.
Kedua lembaga penyiaran milik pemerintah itu melakukan penyesuaian atas instruksi Presiden Prabowo Subianto untuk melakukan pemotongan.
Kami akan menindaklanjuti setelah rapat ini tidak ada lagi semacam dirumahkan atau pengurangan honor dan hal-hal yang berkaitan dengan pegawai dan kontributor," kata Direktur Utama TVRI Iman Brotoseno usai rapat bersama Komisi VII DPR di Komplek Parlemen, Jakarta, Rabu, 12 Februari 2025.
Pengurangan pegawai di dua lembaga penyiaran ini akibat keputusan pemerintahan Prabowo Subianto melakukan efisiensi anggaran melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja Dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun 2025 (Tempo, 13/2/2025)
Kebijakan yang Kontroversial
Jika pemerintah ingin memangkas anggaran, maka langkah pertama yang lebih logis adalah memastikan efisiensi di tingkat eksekutif, termasuk ukuran kabinet.
Kebijakan yang tampak bertentangan seperti ini bisa mengurangi kredibilitas pemerintah di mata publik dan memperburuk kepercayaan terhadap pengelolaan keuangan negara.
Kebijakan yang kontradiktif seperti membentuk kabinet gemuk—yang meningkatkan beban anggaran—sementara memotong anggaran sektor lain, termasuk pendidikan dan layanan publik, tentu menimbulkan kontroversi.
Penambahan kementerian dan posisi baru dalam kabinet berarti biaya operasional pemerintah meningkat, termasuk gaji, tunjangan, dan fasilitas pejabat.
Sementara pemotongan anggaran justru terjadi di sektor pendidikan, kesehatan, atau infrastruktur, ini bisa merugikan masyarakat luas.
Apakah penambahan Jabatan benar-benar dibutuhkan? Jika kabinet diperbesar tanpa alasan yang jelas, publik bisa melihatnya sebagai langkah politik untuk membagi kekuasaan, bukan untuk kepentingan rakyat.
Jika efisiensi menjadi alasan pemotongan anggaran di sektor lain, maka logikanya kabinet juga harus dirampingkan, bukan justru diperbesar.
Kebijakan itu bisa dianggap sebagai tanda inkonsistensi pemerintah dalam mengelola keuangan negara. Banyak pihak bisa mempertanyakan apakah kebijakan itu, berbasis kebutuhan nyata atau sekadar strategi politik.
Daripada memperbanyak posisi, lebih baik meningkatkan efektivitas kementerian yang sudah ada.
Pemotongan anggaran seharusnya dilakukan pada program yang boros atau tidak berdampak langsung pada masyarakat atau dengan digitalisasi, banyak pekerjaan administratif bisa disederhanakan, mengurangi kebutuhan birokrasi yang berlebihan itu contoh realitik dan visioner untuk penhematan.
Pemotongan anggaran tidak otomatis merupakan efisiensi. Bahkan, Dandhy Laksono dalam podcast bersama Zainal Arifin Moktar, Feri Amsari dan Bivitri Susanti menyatakan bahwa “eksekutif” tidak punya moral standing untuk bicara efisiensi, mereka cuma omon-omon, dimana saat kunjungan ke India pakai 3 pesawat dan ke Peru pakai 6 pesawat.
Tetapi kalau pemotongan itu terjadi kalau negara lagi defisit anggaran boleh jadi iya.
Dan sangat mungkin negara ini lagi mengalami defisit anggaran. Karena sebelumnya anggaran negara dihamburkan kesejumlah proyek. Itupun pembiayaanya dari utang.
Kita memang surplus politisi tapi defisit negarawan. Wallahu a’lam bisawwabe.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.