Opini Aswar Hasan
Dampak Pemotongan Anggaran yang Bukan Efisiensi
Mereka memutuskan untuk memotong anggaran di berbagai kementerian, karena kesulitan anggaran.
Radio Republik Indonesia (RRI) dan Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI akan memanggil kembali pekerja yang diberhentikan imbas pemangkasan anggaran.
Kedua lembaga penyiaran milik pemerintah itu melakukan penyesuaian atas instruksi Presiden Prabowo Subianto untuk melakukan pemotongan.
Kami akan menindaklanjuti setelah rapat ini tidak ada lagi semacam dirumahkan atau pengurangan honor dan hal-hal yang berkaitan dengan pegawai dan kontributor," kata Direktur Utama TVRI Iman Brotoseno usai rapat bersama Komisi VII DPR di Komplek Parlemen, Jakarta, Rabu, 12 Februari 2025.
Pengurangan pegawai di dua lembaga penyiaran ini akibat keputusan pemerintahan Prabowo Subianto melakukan efisiensi anggaran melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja Dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun 2025 (Tempo, 13/2/2025)
Kebijakan yang Kontroversial
Jika pemerintah ingin memangkas anggaran, maka langkah pertama yang lebih logis adalah memastikan efisiensi di tingkat eksekutif, termasuk ukuran kabinet.
Kebijakan yang tampak bertentangan seperti ini bisa mengurangi kredibilitas pemerintah di mata publik dan memperburuk kepercayaan terhadap pengelolaan keuangan negara.
Kebijakan yang kontradiktif seperti membentuk kabinet gemuk—yang meningkatkan beban anggaran—sementara memotong anggaran sektor lain, termasuk pendidikan dan layanan publik, tentu menimbulkan kontroversi.
Penambahan kementerian dan posisi baru dalam kabinet berarti biaya operasional pemerintah meningkat, termasuk gaji, tunjangan, dan fasilitas pejabat.
Sementara pemotongan anggaran justru terjadi di sektor pendidikan, kesehatan, atau infrastruktur, ini bisa merugikan masyarakat luas.
Apakah penambahan Jabatan benar-benar dibutuhkan? Jika kabinet diperbesar tanpa alasan yang jelas, publik bisa melihatnya sebagai langkah politik untuk membagi kekuasaan, bukan untuk kepentingan rakyat.
Jika efisiensi menjadi alasan pemotongan anggaran di sektor lain, maka logikanya kabinet juga harus dirampingkan, bukan justru diperbesar.
Kebijakan itu bisa dianggap sebagai tanda inkonsistensi pemerintah dalam mengelola keuangan negara. Banyak pihak bisa mempertanyakan apakah kebijakan itu, berbasis kebutuhan nyata atau sekadar strategi politik.
Daripada memperbanyak posisi, lebih baik meningkatkan efektivitas kementerian yang sudah ada.
Pemotongan anggaran seharusnya dilakukan pada program yang boros atau tidak berdampak langsung pada masyarakat atau dengan digitalisasi, banyak pekerjaan administratif bisa disederhanakan, mengurangi kebutuhan birokrasi yang berlebihan itu contoh realitik dan visioner untuk penhematan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.