Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Eksekusi Lahan Eks Hamrawati

Eksekusi Lahan di Jl Pettarani Picu Perlawanan, Kuasa Hukum Saladin Hamat Bakal Lapor ke Prabowo

Eksekusi lahan di Jl AP Pettarani Makassar memicu perlawanan pemilik SHM. Kuasa hukum Saladin Hamat Yusuf akan lapor Presiden Prabowo Subianto

Penulis: Muslimin Emba | Editor: Sukmawati Ibrahim
Muslimin Emba/Tribun Timur
TOLAK EKSEKUSI - Ahli waris sekaligus kuasa hukum Saladin Hamat Yusuf, Muh Alif Hamat Yusuf dan kawan-kawan saat menunjukkan SHM asli sambil memberikan keterangan ihwal eksekusi lahan di Jl AP Pettarani, Makassar, di warkop Jl Anggrek, Kecamatan Panakkukang, Kota Makassar, Minggu (16/2/2025). 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Eksekusi lahan melibatkan penggusuran Gedung Hamrawati dan sembilan ruko di Jl AP Pettarani, Kelurahan Sinrijala, Kecamatan Panakkukang, Kota Makassar, memunculkan polemik.

Beberapa pemilik sertifikat hak milik (SHM) mengklaim memiliki hak atas lahan yang dieksekusi oleh Pengadilan Negeri Makassar pada Kamis (16/2/2025) pekan lalu.

Mereka menentang eksekusi dan berencana mengadu kepada Presiden Prabowo Subianto, dengan alasan bahwa keputusan pengadilan itu tidak adil.

Keputusan eksekusi tersebut berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri Makassar Nomor 05 EKS/2021/PN. Mks jo. No. 49/Pdt.G/2018/PN. Mks.

Kasus ini melibatkan Andi Baso Matutu sebagai pemohon eksekusi dan Saladin Hamat Yusuf dkk sebagai termohon eksekusi.

Kuasa Hukum Saladin Hamat Yusuf, Muh Alif Hamat Yusuf, menanggapi bahwa opini yang berkembang menyebutkan bahwa SHM milik Hamat Yusuf, yang merupakan orang tua kliennya, telah dibatalkan. 

Padahal, menurut Alif, SHM tersebut justru dikuatkan berdasarkan PTUN dan hasil gelar perkara oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Sertifikat yang dimaksud adalah Sertifikat Nomor 351/Tahun 1982, Surat Ukur Nomor 294 tanggal 25 Februari 1982 dengan luas 42.083 m⊃2; atas nama Drs. Hamat Yusuf, yang kemudian dipecah menjadi lima sertifikat pada tahun 1994.

Alif menegaskan bahwa pernyataan disampaikan oleh Baso Matutu dan kuasanya adalah fitnah yang harus diselidiki lebih lanjut.

EKSEKUSI LAHAN - Suasana eksekusi lahan di Jl AP Pettarani, Kota Makassar, Kamis (13/2/2025). Empat alat berat digunakan untuk eksekusi 1 gedung dan 9 ruko. 
EKSEKUSI LAHAN - Suasana eksekusi lahan di Jl AP Pettarani, Kota Makassar, Kamis (13/2/2025). Empat alat berat digunakan untuk eksekusi 1 gedung dan 9 ruko.  (Renaldi/Tribun Timur)

Sebelum eksekusi dilakukan, para ahli waris Hamat Yusuf telah mengajukan keberatan kepada berbagai pihak, namun tetap tidak didengarkan.

"Keberatan sudah kami sampaikan kepada Kapolda, Kapolrestabes, Ketua Pengadilan, BPN, Presiden, Wakil Presiden, dan instansi terkait, namun eksekusi tetap dilaksanakan," ujar Alif.

Dia menekankan bahwa tanah yang kini menjadi milik Saladin Hamat Yusuf dan diteruskan kepada 12 ahli warisnya memiliki bukti kepemilikan yang sah.

Sertifikat ini sudah diperkuat oleh berbagai putusan pengadilan, baik di tingkat negeri, banding, pengadilan tata usaha negara, hingga kasasi.

"Eksekusi yang dilakukan oleh Andi Baso Matutu adalah tindakan mafia hukum, mafia peradilan, dan mafia tanah," tegasnya.

Alif juga menyatakan bahwa mereka akan terus memperjuangkan keadilan ini demi menjaga supremasi hukum di Indonesia.

Secara historis, Alif menjelaskan bahwa lahan yang dihuni Gedung Hamrawati sebelumnya milik Drs. Hamat Yusuf yang telah meninggal pada 22 Januari 2004. 

Lahan itu diperoleh Hamat Yusuf dari orangtuanya, H. Tjolleng Dg Marala, melalui pembelian pada tahun 1957 dari Makkulao dan St. Farida.

Tanah tersebut semula terletak di Distrik Karuwisi, Kabupaten Gowa, yang kini menjadi Jl AP Pettarani, Kelurahan Sinrijala, Kecamatan Panakkukang, Kota Makassar.

Pada tahun 1961, orang tua Hamat Yusuf memberikan tanah tersebut melalui surat pemberian yang disahkan oleh pejabat berwenang. 

Sertifikat atas nama Hamat Yusuf diterbitkan pada tahun 1982 dengan luas 42.083 m⊃2;.

Pada 1985, sebagian tanah tersebut dijual kepada PT Telkom, dan pada 1994 Hamat Yusuf membebaskan tanah untuk jalan dan menerima ganti rugi. Tanah itu kemudian dipecah menjadi lima sertifikat pada tahun 1994.

Muh Djundi Juga Melawan Eksekusi

Selain Saladin Hamat Yusuf, Muh Djundi juga berencana menggugat eksekusi lahan yang menurutnya turut mencakup tanah miliknya. 

Djundi mengklaim memiliki SHM atas lahan seluas 12.931 m⊃2; yang juga tercakup dalam eksekusi tersebut.

Djundi menyatakan bahwa tanah tersebut berasal dari pembelian oleh kakeknya pada tahun 1938 melalui lelang pemerintah Belanda. 

Ia juga menunjukkan bukti pembelian dari kakeknya pada 1957.

Djundi menyesalkan putusan Pengadilan Negeri Makassar yang menerima gugatan Andi Baso Matutu berdasarkan fotokopi dokumen yang tidak terdaftar di lurah atau camat.

Ia juga membantah klaim bahwa SHM miliknya dibatalkan pengadilan, dan menegaskan bahwa tanah tersebut tidak pernah dipecah.

Penjelasan Pihak Penggugat Andi Baso Matutu

Penggugat Andi Baso Matutu melalui kuasa hukumnya, Hendra Kariangau, menegaskan bahwa eksekusi ini dilakukan sesuai prosedur hukum yang berlaku. 

Hendra menjelaskan bahwa hak atas tanah yang dimiliki Andi Baso Matutu adalah berdasarkan "rincik", yang diakui sebagai hak adat dengan kekuatan hukum yang sama dengan hak milik.

Terkait klaim SHM yang dibatalkan, Hendra menyebutkan bahwa putusan pengadilan telah membatalkan SHM yang dianggap palsu. 

Ia juga membantah bahwa kliennya adalah mafia tanah, dan menegaskan bahwa Andi Baso Matutu adalah pemilik sah tanah berdasarkan putusan Mahkamah Agung.

Tangis dan Protes Saat Eksekusi

Proses eksekusi pada Kamis (13/2/2025) diwarnai tangisan dan protes dari penghuni Gedung Hamrawati yang kesulitan mengosongkan perabotan. 

Ahli waris Saladin Hamat Yusuf, Muh Ali Pamat Yusuf, mengkritik putusan pengadilan yang dianggap tidak mempertimbangkan bukti-bukti yang telah diajukan, termasuk putusan Komisi Yudisial.

Muh Ali Pamat Yusuf mengaku telah menguasai tanah tersebut selama 84 tahun dan membayar PBB serta IMB. Dia menuding penggugat tidak pernah menguasai tanah itu.

Polisi Amankan Tiga Orang

Tiga orang diamankan polisi selama eksekusi karena diduga menghalangi jalannya proses eksekusi. 

Kapolrestabes Makassar Kombes Pol Arya Perdana memastikan bahwa eksekusi berjalan lancar setelah kericuhan mereda.

Proses eksekusi yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri Makassar mengacu pada putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. 

Pengadilan memastikan bahwa semua pihak telah diberi kesempatan untuk menempuh jalur hukum sebelumnya.(*)

 

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved