Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Wawancara Eksklusif Tribun Timur

MBG Bagus Tapi Jangan Korbankan Sektor Lain

Besarnya kebutuhan anggaran program MBG membuat pemerintah melakukan efisiensi. Isu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pun membayangi.

Penulis: Hasriyani Latif | Editor: Hasriyani Latif
YouTube Tribun Timur
DAMPAK EFISIENSI - Pengamat Ekonomi Universitas Hasanuddin, Anas Iswanto Anwar (kiri bawah) dalam Podcast Ngobrol Virtual Tribun Timur, Jumat (14/2/2025). Anas memberikan pandangan terkait dampak efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah. 

Target 5 persen tahun ini bisa sulit dicapai, apalagi dalam jangka panjang, misalnya untuk mencapai 8 persen pada tahun 2045 dalam visi Indonesia Emas. Jika belanja pemerintah dikurangi secara signifikan, maka potensi pertumbuhan ekonomi juga akan terdampak negatif.

Risiko PHK besar-besaran?

Setiap kebijakan pemerintah pasti memiliki plus dan minus. Jika kita melihat tujuan pengalihan anggaran ke program seperti MBG, sebenarnya ide ini menarik karena dapat meningkatkan permintaan domestik dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, dampaknya tidak selalu langsung dirasakan oleh semua sektor, terutama UMKM yang justru kurang merasakan manfaat.

Ketika belanja pemerintah menurun, daya beli masyarakat juga ikut melemah. Tanpa adanya stimulus atau akselerasi dari pemerintah, dunia usaha kesulitan bertahan. Dalam kondisi seperti ini, pilihan yang paling mudah bagi pelaku usaha untuk bertahan adalah PHK. Sektor yang paling terdampak dalam waktu dekat kemungkinan adalah perhotelan karena banyak kegiatan pemerintah yang dibatalkan atau ditunda.

Nasib proyek strategis nasional?

Beberapa proyek strategis nasional yang seharusnya memberikan dampak ekonomi jangka panjang menjadi tertunda akibat pengurangan anggaran. Misalnya, proyek infrastruktur yang sangat dibutuhkan untuk mendorong perekonomian mengalami keterlambatan. Ini berpotensi memperlambat pemulihan ekonomi secara keseluruhan.

Solusi yang bisa dilakukan?

Pemerintah sebaiknya lebih realistis dalam menjalankan program ini. Tidak perlu dipaksakan untuk seluruh wilayah sekaligus. Sebaiknya diprioritaskan untuk kelompok masyarakat atau daerah tertentu yang benar-benar membutuhkan. 

Selain itu, penting untuk menjaga keseimbangan agar program utama tidak menekan sektor lain yang juga krusial bagi pertumbuhan ekonomi. Jika tidak, kebijakan ini justru bisa menjadi bumerang bagi stabilitas ekonomi dalam jangka menengah dan panjang.

Dapat menimbulkan ketimpangan?

Ada kesan ambiguitas dalam kebijakan ini. Di satu sisi, daerah-daerah dipaksa melakukan efisiensi, tetapi di tingkat pusat, pemerintahan justru terlihat 'gemuk' dengan banyaknya staf ahli dan anggaran yang besar. Publik pun mempertanyakan, mengapa anggaran dipangkas di banyak sektor dengan alasan efisiensi, tetapi di pusat masih terlihat pemborosan.

Soal pelantikan staf khusus kementerian?

Ini yang menjadi tanda tanya besar bagi masyarakat. Harusnya, jika berbicara soal efisiensi, maka jumlah pejabat atau staf di pemerintahan justru dirampingkan, bukan malah bertambah. Hal ini yang membuat publik geram karena ada kesan bahwa pengurangan anggaran hanya diterapkan di daerah atau sektor tertentu, sementara di pusat justru sebaliknya.

Ini yang disebut inkonsistensi. Masyarakat bisa menilai sendiri bahwa kebijakan yang diambil tidak sejalan. Di satu sisi, daerah dipaksa untuk berhemat, mengurangi staf, dan melakukan efisiensi. Namun, di pusat justru ada pelantikan staf-staf baru yang tentunya membutuhkan anggaran tambahan.

MBG berpotensi diberhentikan?

Sumber: Tribun Timur
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved