Literasi Ulama
AGH. Muhyiddin Rauf
Beliau dikebumikan di Pekuburan Sudiang, meninggalkan 3 anak, pensiunan Hakim Pengadilan Agama Tahun 2020.
Oleh: Firdaus Muhammad
Pembina Pesantren An-Nahdlah, Dosen UIN Alauddin dan Ketua Komisi Infokom MUI Sulsel
TRIBUN-TIMUR.COM - Duka meliputi kepergian seorang ulama As’adiyah, Anregurutta Drs KH Muhyiddin Rauf MH pada 7 Februari 2025 di Makassar.
Beliau dikebumikan di Pekuburan Sudiang, meninggalkan 3 anak, pensiunan Hakim Pengadilan Agama Tahun 2020 itu lahir di Sengkang, Wajo, 13 Mei 1956.
Beliau adalah putra KH Abd Rauf Kadir BA, alumnus As’adiyah PTIA angkatan pertama termasuk pengurus As’adiyah pernah kepala Sekolah PGA 6 Tahun.
AGH Rauf Kadir dikenal disiplin bahkan ditakuti anak santri.
Dalam wawancara dengan Mukamiluddin, Guru Pesantren An-Nahdlah, Kamis, 13 Februari 2025, mengisahkan, suatu waktu, Prof Dr KH Nasaruddin Umar MA, Menteri Agama dan juga Pimpinan Pesantren As’adiyah, kala menjadi santri di Pesantren As’adiyah, ingin minta izin pulang ke kampungnya di Ujung, Bone.
Namun begitu takutnya, tidak kurang 1 jam menunggu di depan pintu hingga AGH Rauf Kadir keluar dan melihat Nasaruddin Umar sang santri kala itu, meminta izin dan gurutta memberinya izin.
AGH Muhyiddin Rauf mewarisi keilmuan ayahnya.
Menempuh Pendidikan di Pesantren As’adiyah, mulai Ibtidaiyyah tahun 1969, Tsanawiyah As’diyah tahun 1972 ‘dan Aliyah tahun 1975.
Beliau juga menghafal al-Qur]an sejak kecil.
Melanjutkan kuliah di Fakultas Syari’ah IAIN Alauddin hingga raih sarjana muda bergelar BA, tahun 1978, Syar’iah sarjana lengkap tahun 1982, kemudian MH, Master Hukum UMI 2005.
Bekerja sebagai PNS sejak 1984.
AGH Muhyiddin Rauf, seangkatan dengan AGH Bunyamin Yusuf Surur bahkan serumah di dekat Masjid Jami’ Sengkang.
Keduanya mendalami al-Qur’an di Pesantren As’adiyah Sengkang dibawah bimbingan AGH Abdullah Massarasa yang merupakan penghafal generasi terakhir binaan langsung Syekh Muh As’ad.
Menurut Ustad Mukamiluddin, keteladanan AGH Muhyiddin Rauf yakni, dalam memutuskan perkara hakim mengenai kewarisan, bahkan sudah pensiun masih dibutuhkan pemikirannya.
Ketauladannya mengikuti orang tuanya, jodohnya dipilihkan abbanya, kala ada santri tinggal di rumahnya Gurutta Rauf Kadir, selama 6 tahun, tamat di Pesantren As’adiyah lanjut di IAIN Alauddin Makassar, karena saat mau kawin diusulkan calon yang pernah tinggal di rumahnya Gurutta, tapi beliau tidak setuju.
Sang anak sempat bertanya, apa alasan tidak suka santriwati itu. Alasannya karena sudah dianggap saudara.
Akhirnya menikah dengan pilihan orang tuanya yang juga santriwati As’adiyah yang dikenal baik oleh ayahnya, AGH Rauf Kadir.
Beliau anak tunggal sehingga ayahnya menaruh harapan besar agar anaknya kelak menjadi ulama.
Harapan ayahnya kelak terwujud hingga dikenal seorang hakim yang bijak dengan segala keputusannya.
Pesan orang tuanya, “Anakku harus menjadi tauladan kepada masyarakat khusus pesantren As’adiyah”. AGH Muhyiddin Rauf dikenal ulama As’adiyah hingga wafat.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.