Opini Aswar Hasan
Nasib Pers Kita
Presiden Soeharto, tanggal 9 Februari resmi menetapkan sebagai Hari Pers Nasional melalui Keputusan Presiden RI No. 5 Tahun 1985.
Oleh Aswar Hasan
TRIBUN-TIMUR.COM - "Jika saya harus memilih antara pemerintahan tanpa pers atau pers tanpa pemerintahan, saya akan memilih yang terakhir." Thomas Jefferson (Presiden AS ke-3)
Presiden Soeharto, tanggal 9 Februari resmi menetapkan sebagai Hari Pers Nasional melalui Keputusan Presiden RI No. 5 Tahun 1985.
Tanggal 9 Februari dipilih berdasarkan tanggal berdirinya PWI. Sejak saat itu, Hari Pers Nasional diperingati setiap tahun pada tanggal tersebut di ibu kota provinsi se-Indonesia secara bergilir dan dengan tema yang berbeda setiap tahunnya.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mendokumentasikan 89 kasus serangan terhadap jurnalis dan media sepanjang 2023. Jumlah ini menjadi yang tertinggi dalam 10 tahun atau sejak 2014, menjadi alarm bahaya bagi masa depan kebebasan pers di Indonesia.
Kondisi tersebut akan menjadi tantangan yang lebih besar bagi jurnalis dan media independen untuk mengawasi Pemilu nasional pada 14 Februari 2024 yang telah diwarnai nepotisme, politik dinasti, penyalahgunaan sumber daya negara untuk memenangkan calon tertentu, dan menguatnya intimidasi terhadap kebebasan berekspresi.
Pelbagai serangan mulai fisik, teror, digital, kriminalisasi dan kekerasan seksual tersebut telah menargetkan 83 individu jurnalis, 5 kelompok jurnalis, dan 15 media.
Kekerasan tertinggi terjadi pada jurnalis dan media yang melaporkan tiga kelompok isu yakni akuntabilitas dan korupsi yakni sebanyak 33 kasus; isu-isu sosial dan kriminalitas sebanyak 25 kasus serta isu lingkungan dan konflik agraria mencapai 14 kasus.
Laporan AJI juga menunjukkan, sebagian besar kasus kekerasan tersebut pelakunya adalah aktor negara sebanyak 36 kasus, aktor non-negara 29 kasus dan tidak teridentifikasi 24 kasus.
Juga terdapat lima narasumber yang menjadi target kriminalisasi menggunakan UU ITE, KUHP dan gugatan perdata.
Dari 89 kasus, hanya dua kasus yang pelakunya telah mendapat hukuman di pengadilan. Sebagian besar kasus kekerasan pada jurnalis tidak diinvestigasi secara serius sehingga memperkuat impunitas dan akhirnya terus melahirkan kekerasan baru.
Oleh karena itu, AJI Indonesia memberikan sejumlah rekomendasi kunci:
1.Pemerintah dan DPR wajib patuh kepada Undang-Undang Pers yang telah memberikan jaminan perlindungan hukum bagi jurnalis dalam melaksanakan profesinya. Karena itu, berbagai regulasi yang mengancam kerja-kerja jurnalis dan perusahaan media harus dihapus.
2. Pemerintah bersama Dewan Pers, dan komunitas pers membuat Mekanisme Nasional Perlindungan Jurnalis. Mekanisme perlindungan tersebut setidaknya terdiri dari empat pilar keamanan jurnalis antara lain pencegahan, perlindungan, penuntutan, dan promosi.
3. Dewan Pers memastikan independensi jurnalis dan perusahaan media di tengah kepemilikan media oleh politikus atau pemimpin partai politik.
4. Perusahaan wajib memastikan keamanan jurnalis dan pekerja media mulai dari kekerasan yang berkaitan dengan pemberitaan hingga keamanan ekonomi.
5. Aparat hukum harus menginvestigasi seluruh kasus serangan terhadap jurnalis dan media secara independen dan imparsial.
6. Jurnalis dan pekerja media perlu bergabung dalam serikat pekerja baik di dalam perusahaan maupun lintas perusahaan untuk memastikan hak normatif sebagai pekerja terpenuhi serta meningkatkan profesionalisme (sumber, sekretariatAji, 2024).
Apa yang Harus Dilakukan?
Dalam rangka mengawal kebebasan pers yang tergerus itu, terdapat beberapa hal yang harus dilakukan, demi kebebasan pers antara lain;
Mengerti, memahami dan menghormati hak asasi manusia (HAM). Kebebasan pers adalah bagian dari HAM. Oleh karena itu, penting untuk memahami dan menghormati HAM, tanpa memandang ras, suku, agama, gender, atau status sosial yang ada.
Menegakkan hukum dan keadilan tanpa pandang bulu. Hukum yang adil dan penegakannya secara benar akan melindungi kebebasan individu.
Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa hukum ditegakkan tanpa diskriminasi dan semua orang memiliki akses yang sama terhadap keadilan untuk itu mendorong partisipasi publik.
Sebab masyarakat yang aktif dan berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan akan memastikan bahwa kebebasan mereka terlindungi.
Oleh karena itu, penting untuk mendorong partisipasi publik dalam berbagai aspek kehidupan, seperti politik, ekonomi, dan sosial. Kesadaran itu, penting terutama oleh aparatur negara.
Disamping itu, mengawasi kekuasaan. Sebab kekuasaan yang tidak terkendali dapat mengancam kebebasan individu. Oleh karena itu, penting untuk mengawasi kekuasaan, baik yang berasal dari pemerintah maupun dari pihak swasta, dan memastikan bahwa kekuasaan itu, digunakan untuk kepentingan publik.
Di samping itu, pihak jurnalisn itu sendiri harus menigkatkan kompetensinya untuk lebih professional dalam mengemban tugasnya.
Mendorong pendidikan dan kesadaran kebebasan pers. Pendidikan dan kesadaran yang baik tentang kebebasan pers akan membantu masyarakat untuk memahami hak-hak mereka dan bagaimana cara melindungi kebebasan tersebut.
Oleh karena itu, penting untuk mempromosikan pendidikan dan kesadaran tentang kebebasan pers melalui berbagai cara, seperti pendidikan formal, informal, dan media massa.
Menentang segala bentuk diskriminasi dan intoleransi. Diskriminasi dan intoleransi dapat mengancam kebebasan individu.
Oleh karena itu, penting untuk menentang segala bentuk diskriminasi dan intoleransi, baik yang berbasis ras, suku, agama, gender, maupun status sosial.
Mendukung organisasi masyarakat sipil. Organisasi masyarakat sipil berperan penting dalam mengawal kebebasan.
Oleh karena itu, penting untuk mendukung organisasi masyarakat sipil yang bekerja untuk melindungi dan mempromosikan kebebasan pers.
Dengan melakukan hal-hal tersebut, kita dapat berkontribusi dalam mengawal kebebasan dan memastikan bahwa kebebasan pers tersebut tetap terjaga untuk semua orang. Wallahu a’lam bisawwabe.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.