Jenesys 2025
Melihat Parlemen Hokkaido, Tak Ada Sekat untuk Masyarakat
Tak seperti kantor DPR di Indonesia dimana masyarakat tak boleh asal masuk, Parlemen Hokkaido lebih terbuka.
Penulis: Fahrizal Syam | Editor: Sudirman
Laporan Jurnalis Tribun Timur Fahrizal Syam dari Sapporo, Jepang
TRIBUN-TIMUR.COM, SAPPORO - Hari keempat program Jenesys di Jepang, peserta diajak mengunjungi parlemen Prefektur Hokkaido, Jumat (31/1/2025).
Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setingkat provinsi ini, berada di Kota Sapporo.
Tak seperti kantor DPR di Indonesia dimana masyarakat tak boleh asal masuk, Parlemen Hokkaido lebih terbuka.
Tak ada pagar tinggi, pengamanan berlapis, maupun keamanan-keamanan lainnya.
Bahkan disediakan tempat khusus di mana masyarakat bisa masuk, meski cuma sekadar bersantai atau melihat lihat pemandangan Kota Sapporo.
Tak hanya itu, masyarakat juga bisa ikut masuk menyaksikan saat para anggota parlemen sedang bersidang.
Ada 200 tempat duduk khusus masyarakat di dalam ruang sidang.
Ruang sidang parlemen Hokkaido berbentuk tapal kuda.
Kursi para anggota parlemen di lantai bawah saling berhadap-hadapan.
Kursi masyarakat dan tamu khusus di lantai atasnya.
"Kursi mereka berhadap-hadapan agar mereka berdiskusi memikirkan hal yang baik untuk rakyat. Sementara di atas ada kursi untuk masyarakat menyaksikan anggota parlemen berdiskusi," kata Yoshida Norihito, Kepala Pengawas Sekretariat Parlemen Hokkaido.
Yoshida mengajak peserta Jenesys 2025 berkeliling gedung parlemen, Jumat (31/1/2025).
Ruang sidang pun dirancang penuh makna, hingga pilihan warna kursinya. Ruangan bertema alam Hokkaido.
Dinding dan langit-langit berwarna cokelat keemasan, melambangkan suasana musim panas di Prefektur Hokkaido.
Langit-langitnya dirancang tidak rata, bermakna pendapat anggota parlemen maupun masyarakat berbeda-beda tapi dapat disatukan.
Interiornya juga banyak terbuat dari kayu yang khusus hanya diambil dari wilayah Hokaido.
Ada 100 kursi untuk anggota parlemen. Warnanya cokelat melambangkan tanah Hokkaido yang subur.
Sementara lantai berwarna hijau melambangkan rumput.
Kursi masyarakat berwarna lavender, sebab Hokkaido dikenal sebagai penghasil bunga lavender.
Ada juga kursi untuk tamu khusus berwarna kuning, karena Hokkaido juga daerah penghasil jagung di Jepang.
"Kami menyediakan bilik khusus untuk masyarakat yang membawa anaknya saat sidang. Di ruangan itu anak mau main, menangis, teriak, diperbolehkan dan tak akan mengganggu jalannya sidang," Terang Yoshida.
Parlemen atau DPRD Hokkaide didirkan pada tahun 1901.
Di masa awal, parlemen beranggotakan 35 orang, mewakili satu juta jumlah penduduk Hokkaido kala itu. Mereka diberi anggaran 1,5 juta Yen.
"Saat ini anggaran untuk parlemen sebesar 3 Triliun Yen. Saat Pandemi Covid 3,3 Triliun," ujarnya.
Meski diberi anggaran cukup fantastis, parlemen Hokkaido tak menggunakannya untuk mengadakan fasilitas mewah bagi anggotanya.
Anggota parlemen tak diberi kendaraan maupun rumah dinas, hanya dalam bentuk gaji bulanan.
"Kami persilakan mereka membeli rumah atau kendaraan sendiri," ujar Yoshida. (*)
Kanji Bukan Sekadar Kaligrafi, Tapi Seni Ekspresikan Diri |
![]() |
---|
Cerita Pipang Bugis, Keluarga Kecil, dan Air Mata Perpisahan dengan Warga Jepang |
![]() |
---|
Generasi Muda Jepang Mulai Enggan Nonton TV, Pembaca Surat Kabar Masih Besar |
![]() |
---|
Masalah Serius Depopulasi Jepang, Anak Muda Ogah Menikah hingga Sekolah Tutup karena Tak Punya Siswa |
![]() |
---|
Jalan Kaki di Tengah Hujan Salju Lebat, Peserta Jenesys 2025 Temui Pemerintah Kota Takikawa |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.