Aliansi Wija To Luwu Demo
4 Jam Aliansi Wija to Luwu Demonstrasi di Batas Palopo-Luwu
Massa aksi nekat memblokade seluruh ruas jalan Trans Sulawesi Selatan sekitar pukul 19.17 Wita.
Penulis: Muh. Sauki Maulana | Editor: Saldy Irawan
TRIBUN-TIMUR.COM, LUWU - Aliansi Wija to Luwu lanjutkan demonstrasi hingga malam hari di batas Kota Palopo-Kabupaten Luwu, Kamis (23/1/2025).
Massa aksi nekat memblokade seluruh ruas jalan Trans Sulawesi Selatan sekitar pukul 19.17 Wita.
Selama hampir 4 jam lebih, massa aksi menuntut agar penekaran Daerah Otonomi Baru (DOB) Kabupaten Luwu Tengah segera diteken di tahun 2025.
Demonstrasi Aliansi Wija to Luwu bertepatan dengan Hari Jadi Luwu (HJL) ke-757 dan Hari Perlawanan Rakyat Luwu (HPRL) ke-79.
Salah seorang demonstran, mendesak agar Presiden RI, Prabowo Subianto untuk mencabut moratorium DOB dan menjalan pemekaran daerah secara bertahap.
"Secara bentuk administrasi dan geografis, itu kemudian harus dimekarkan. Sehingga kami hari ini menyampaikan, Kabupaten Luwu Tengah bukan hanya untuk masyarakat Walmas," beber Haekal salah satu orator.
Haekal menyebut, terbentuknya Kabupaten Luwu Tengah tak hanya menguntungkan bagi masyarakat Walmas.
"Tetapi, terbentuknya Luwu Tengah itu juga akan berdampak bagi Tana Luwu. Kita melihat, Tana Luwu menjadi daerah yang selalu dieksploitasi sumber daya alamnya," akunya.
"Hadirnya DOB kami rasa akan menjadi solusi yang paling kongkret. Dari situ kemudian, bisa pelayanan dekat dan APBD sendiri bisa membangun daerah Walmas," tambahnya.
Sebelumnya, Jendlap Aliansi Wija to Luwu, Muhammad Muhammad Alfian menyebut, selama ini daerah Walmas (Kecamatan Walenrang, Walenrang Timur, Walenrang Utara, Walenrang Barat, Lamasi, dan Lamasi Timur) selalu di anak tirikan oleh pemerintah.
Tuduhan itu bukan tanpa sebab, Alfian menilai, setelah Daerah Otonomi Baru (DOB) Kota Palopo disahkan sejak 2002, masyarakat Walmas ikut mendapatkan getah.
"Di mana, selama ini ketika Luwu 1999 mekar menjadi Daerah Otonomi Baru (DOB) dan pada tahun 2002 Kota Palopo menjadi DOB Kecamatan Walenrang dan Lamasi mulai ditinggalkan," akunya.
"Di mana pada saat itu, jarak yang ditempuh masyarakat Walenrang dan Lamasi yang seharusnya menempuh 20-30 meter. Tetapi ketika DOB Palopo itu kemudian menempuh 80-100 meter sehingga menjadi kesenjangan yang begitu nyata," tambah Alfian.
Kata Alfian, kesenjangan jarak menjadi salah satu faktor, proyek pembangunan di Walmas jauh tertinggal.
Hal itu dibuktikan dengan masih minimnya infrastruktur dan masih adanya lokasi blank spot di wilayah Walmas.
"Selain itu, ada beberapa wilayah di Walenrang dan Lamasi sangat minim terkait pembangunan infrastruktur. Ada juga beberapa daerah blank spot, ini menjadi sebuah keresahan," tandasnya.
Laporan Jurnalis Tribun Timur Muh Sauki Maulana
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.