Opini Aswar Hasan
Ketika Jokowi Jadi Finalis Koruptor Dunia Versi OCCRP
Dalam situs OCCRP selain Jokowi, beberapa nama yang disebutkan di antaranya Presiden Kenya William Ruto, Presiden Nigeria Bola Ahmed Tinubu
Oleh: Aswar Hasan
Dosen Fisipol Unhas
TRIBUN-TIMUR.COM - Ketika dinobatkan nominator tokoh koruptor kelas dunia versi OCCRP (Organized Crime and Corruption Reporting Project) Jokowi dan sejumlah pihak membantahnya dan meminta klarifikasi atas hal tersebut.
Dalam situs OCCRP selain Jokowi, beberapa nama yang disebutkan di antaranya Presiden Kenya William Ruto, Presiden Nigeria Bola Ahmed Tinubu, Mantan Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasin, dan pebisnis India Gautam Adani.
Ketika dimintai klarifikasi oleh segenap wartawan, Jokowi manjawab; ,”Terkorup? Terkorup apa? Yang dikorupsi apa?” kata Jokowi di Solo, Jawa Tengah,
Ia meminta pihak yang menyebutnya sebagai pemimpin terkorup untuk membuktikan. “Ya dibuktikan, apa,” ucap Jokowi.
Mantan presiden ke-7 itu pun mengaku saat ini banyak fitnah yang mengarah kepadanya.
“Sekarang kan banyak sekali fitnah, banyak sekali framing jahat, banyak sekali tuduhan-tuduhan tanpa ada bukti. Itu yang terjadi sekarang kan?” ujar Jokowi.
Disinggung soal adanya muatan politis di balik nominasi pimpinan terkorup, ia melemparkan tawa terhadap wartawan sebagai ciri khasnya ketika ditanya.
“Ya ditanyakan saja. Orang bisa pakai kendaraan apa pun bisa pakai NGO, bisa pakai partai,” kata Jokowi.
Tak hanya Jokowi, sejumlah pihak pun angkat bicara. Sekjen ProJo Handoko menyatakan penilian OCCRP itu sangat keliru.
“Itu penilaian yang keliru. Yang mengetahui dan merasakan adalah rakyat Indonesia. Tolok ukurnya jelas, antara lain hasil pembangunan, penegakan hukum, budaya politik baru, serta harapan,” kata Handoko.
Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (Menkopolkam) Budi Gunawan pun angkat bicara soal Jokowi yang masuk sebagai nominasi tersebut.
Budi meminta publik tidak terseret isu tersebut. Jangan sampai hal itu mengganggu persatuan dan kesatuan seluruh rakyat Indonesia katanya.
Sementara itu, Guntur Romli Jubir PDIP menyatakan Laporan ini bisa menjadi petunjuk bagi KPK dan penegak-penegak hukum lainnya, seperti Polisi dan Kejaksaan untuk memeriksa Jokowi dan keluarganya,” kata Guntur, saat dimintai konfirmasi.
Selain rilis OCCRP, dugaan Korupsi yang menyangkut Jokowi dan keluarganya juga sempat disampaikan berbagai pihak.
“Sebagaimana selama ini sudah pernah disampaikan oleh misalnya alm Faisal Basri terkait dugaan ekspor ilegal biji nikel yang merugikan negara sampai ratusan triliun, dan menyebut dua nama salah satunya Bobby Nasution menantu Jokowi,” ucapnya.
“Juga laporan Ubedilah Badrun terkait dugaan korupsi, kolusi dan nepotesme (KKN) Dinasti Jokowi,” sambung dia.
Dia menilai, OCCRP pasti memiliki bukti kuat sehingga mengeluarkan rilis tersebut. Guntur menyebut, KPK bisa bekerja sama dengan OCCRP guna mengusut kasus yang menyeret Jokowi dan keluarganya.
“Sebagai organisasi ternama di dunia, tentu saja OCCRP memiliki bukti yang kuat untuk memasukkan Jokowi sebagai salah seorang pemimpin terkorup di dunia. Dengan pengalaman dan jaringan KPK, tentu bisa bekerjasama dengan OCCRP untuk menyelidiki dan memeriksa Jokowi dan keluarganya,” tegas Guntur.
Penjelasan OCCRP
Sehubungan dengan gonjang- ganjing itu, pihak OCCRP pun memberikan penjelasan lebih lanjut tentang bagaimana mereka memilih nominasi dan juga atas apa yang mereka sebut sebagai sejumlah kesalahpahaman.
Berikut penjelasan OCCRP, yang bermarkas di Amsterdam, Belanda, yang dipublikasikan di situs web mereka pada Kamis 2 Januari 2025:
“Sebagaimana dilakukan selama 13 tahun terakhir, pemeringkatan ini diputuskan oleh panel juri yang terdiri dari para ahli di bidang masyarakat sipil, akademisi, dan jurnalis. Semua anggota juri memiliki pengalaman luas dalam menyelidiki korupsi dan kejahatan.
OCCRP tidak memiliki bukti yang menunjukkan bahwa Jokowi terlibat dalam korupsi untuk keuntungan pribadi selama masa kepresidenannya.
Namun, kelompok masyarakat sipil dan para ahli berpendapat bahwa pemerintahan Jokowi telah melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Indonesia.
Jokowi juga banyak dikritik karena merusak sistem pemilu dan peradilan Indonesia demi mendukung ambisi politik putranya, yang sekarang menjabat sebagai wakil presiden di bawah Presiden Prabowo Subianto.
“Para juri sangat menghargai nominasi dari masyarakat. Namun, dalam beberapa kasus, tidak ada bukti yang cukup kuat mengenai adanya korupsi besar atau pola penyalahgunaan yang sudah berlangsung lama,” ujar Publisher OCCRP Drew Sullivan.
“Namun, ada persepsi yang sangat kuat di kalangan masyarakat bahwa korupsi terjadi dan ini harus menjadi peringatan bagi para nominasi bahwa publik sedang memperhatikan tindakan mereka dan peduli dengan masalah ini. Kami juga akan terus mengawasi mereka.”
Perlu dicatat bahwa pemeringkatan ini kadang disalahgunakan oleh beberapa pihak yang ingin memajukan agenda politik atau ideologi mereka.
Namun, tujuan dari gelar ini jelas: memberikan pengakuan terhadap kejahatan dan korupsi—itu saja.
Pemeringkatan tahun ini telah memicu keterlibatan global yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang mencerminkan minat masyarakat yang semakin besar terhadap masalah korupsi dan dampaknya yang sangat luas.
Ini menunjukkan betapa pentingnya misi OCCRP untuk mengungkapkan dan mengekspos kejahatan serta korupsi.
Seiring dengan meningkatnya ancaman terhadap demokrasi, transparansi, dan kebebasan pers, OCCRP tetap berkomitmen untuk menyajikan kisah-kisah yang dapat menggugah perhatian audiens dan memberikan wawasan penting mengenai kekuatan yang membentuk negara mereka (Liputan6.com, 3/1-2025)
Apa Reaksi KPK
Terkait hal itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempersilahkan kepada pihak yang memiliki bukti bahwa Jokowi melakukan dugaan tindak pidana korupsi agar segera melaporkan.
“KPK mempersilahkan bila ada pihak-pihak yang memiliki informasi dan bukti pendukung, tentang adanya perbuatan tindak pidana korupsi Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara, untuk dapat dilaporkan,” ujar Jubir KPK Tessa Mahardika Sugiarto dalam keterangannya, Kamis 2 Januari 2025.
Tessa kemudian menyinggung semua warga negara memiliki kedudukan yang sama di muka hukum.
Oleh sebab itu KPK mempersilahkan kepada pihak-pihak menggunakan hak hukumnya ke aparat penegak hukum yang ada.
“Baik itu ke KPK, maupun ke Kepolisian atau Kejaksaan yang memang memiliki kewenangan menangani tindak pidana korupsi,” tandas Tessa.
Respon pihak KPK tersebut terkesan normatif dan tidak proaktif.
Abraham Samad mantan Ketua KPK mengatakan; “Harusnya KPK merespons dengan cepat,” kata Abraham dalam keterangannya, Rabu (1/1/2025), dilansir dari Tribunnews.
Sebab kata ia, jika KPK abai dan tak memberi perhatian pada hal tersebut, bisa saja membuat masyarakat memberikan penilaian negatif kepada Lembaga Antirasuah yang saat ini dipimpin Setyo Budiyanto.
“Kalau KPK berdiam diri tidak bertindak, maka bisa masyarakat menganggap komisioner KPK yang baru ini memang orangnya Jokowi seperti yang selama ini beredar dugaan,” tegasnya (Kompas.tv, 2/1-2025).
Pemberantasan korupsi di Indonesia selama ini, memang selalu mengalami jalan buntu. Wallahu a’lam bisawwabe.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.