Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Wacana KPU - Bawaslu Bakal Diubah Jadi Badan Ad Hoc, Pengamat Politik Unhas: Apapun Bisa

Beberapa pihak menilai keberadaan KPU dan Bawaslu dalam rentang waktu panjang sebelum Pemilu kurang efisien.

Penulis: Renaldi Cahyadi | Editor: Alfian
dok pribadi
Pengamat Politik Prof Sukri Tamma 

 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR – Wacana Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai badan ad hoc sementara tengah menjadi pembicaraan, pasca Pilkada serentak 2024.

Apalagi penyelenggara Pemilu berpotensi menjadi Badan Adhoc karena event politik seperti Pilpres, Pileg dan Pilkada ke depan hanya dilakukan dalam waktu yang berdekatan. 

Sehingga beberapa pihak menilai keberadaan KPU dan Bawaslu dalam rentang waktu panjang sebelum Pemilu kurang efisien.

Pengamat Politik Universitas Hasanuddin, Prof Sukri Tamma mengatakan, wacana mengubah status KPU dan Bawaslu menjadi Badan Adhoc pada setiap kontestasi politik bisa saja diwujudkan. 

Akan tetapi, pertanyaan yang muncul, kata Prof Sukri, apakah dengan kondisi saat ini keputusan itu adalah pilihan yang terbaik atau tidak.

“Dalam kerangka kebijakan, apapun bisa dilakukan ya, sejauh ketentuannya diatur lalu kemudian disahkan, artinya sekarang yang menjadi wacana, kondisi saat ini apakah memang itu pilihan yang terbaik, apakah memang konteksnya membutuhkan itu,” katanya, Selasa (31/12/2024).

Prof Sukri mengaku jika, wacana mengubah KPU-Bawaslu menjadi Badan Adhoc terkait dengan wacana Pilkada Berbasis Parlementer. 

Sehingga, banyak yang mengasumsikan bahwa pekerjaan KPU-Bawaslu akan berkurang apabila Pilkada dibawa ke lembaga legislatif.

“Kan Pilkada Serentak, jadi hanya akan dua kali di tahun yang sama, kalau kita mengacu yang baru-baru ini, hanya ada di awal tahun dan di akhir tahun,” ujarnya.

Pekerjaan KPU dan Bawaslu, kata Prof Sukri, tak dapat serta merta dikatakan hanya mengurusi Pemilu pada hari H saja. 

Namun, ada proses yang dinamakan internalisasi nilai-nilai demokrasi yang juga menjadi ranah KPU-Bawaslu.

“Ada sosialisasi, pembelajaran, ada proses pendidikan politik, tentu dilakukan sepanjang lima tahun periodenya," ungkapnya.

Kalau kita lihat hanya bekerja pas Pemilu, mungkin (dijadika Adhoc). Tapi tugasnya bukan hanya sekadar itu. Dia juga menyiapkan proses berdemokrasi yang lain,” tmbah dia.

Proses menyiapkan Pemilu tidak hanya sekadar dilakukan beberapa bulan sebelum pemilihan, kaa Prof Sukri, akan tetapi untuk menyajikan proses demokrasi yang baik perlu dilakukan dalam jangka waktu yang panjang. 

KPU dan Bawaslu punya peran menyiapkan hal tersebut dalam rentang lima tahun periodenya.

“Itu bukanlah sebuah proses yang pendek, jadi apakah cocok untuk di adhockan, fungsinya (KPU-Bawaslu) tidak hanya sekadar mengawal Pemilu, tapi juga melakukan pendidikan politik dan sebagainya,” kata dia.

Pemilu, lanjut Prof Sukri, hanyalah salah satu event di dalam demokrasi, sehingga demokrasi, dimana demokrasi adalah sebuah sistem untuk memastikan sebuah proses berjalan dengan baik, termasuk di dalamnya pendidikan politik, internalisasi nilai demokrasi.

"Sehingga bukan hanya mempersiapkan eventnya saja, tapi juga bagaimana menyiapkan masyarakat,” jelasnya.(*)

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved