Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Maskulinitas Beracun dalam Tren Laki-laki Tidak Bercerita

Fenomema tersebut mengisyaratkan bahwa laki-laki pantang untuk menceritakan masalahnya atau mencurahkan perasaannya kepada orang lain.

Editor: Sudirman
zoom-inlihat foto Maskulinitas Beracun dalam Tren Laki-laki Tidak Bercerita
IST
Bahrul Ikhsan, Alumni Prodi Studi Agama-Agama UIN Alauddin Makassar tahun 2023

Laki-laki yang mencurahkan emosinya akan dianggap cengeng, lemah, bukan laki-laki sejati.

Nilai-nilai ini bahkan telah ditanamkan pada diri laki-laki sejak kecil.

Ketika orangtua melihat anak laki-lakinya menangis akibat terjatuh dari sepeda misalnya, mereka langsung mengucapkan mantra jitu agar bocah lanangnya diam, “Sudah jangan cengeng, laki-laki kok nangis!”.

Laki-laki yang tidak bisa memenuhi standar maskulinitas yang ditetapkan masyarakat akan  merasa gagal sebagai laki-laki.

Karena menafkahi keluarga adalah identitas laki-laki, maka mereka yang tidak memiliki pekerjaan tetap atau tak mapan secara finansial menganggap dirinya sebagai orang yang hina.

Laki-laki dalam keadaan seperti ini akan menarik diri dari komunitas atau bahkan dikucilkan dari pergaulan.

Mulut mereka menjadi bungkam, sementara alam pikirannya berisik mencari-cari solusi sendiri.

Tak dianjurkannnya laki-laki untuk menceritakan masalah yang dialami kepada orang lain bisa menyebabkan kerentanan pada depresi.

Seiring berjalannya waktu, mental laki-laki akan tergerus dan akhirnya memunculkan trauma berkepanjangan.

Berhubungan dengan masalah tersebut, Matthew Genuchi, Profesor Ilmu Psikologi di Boise State University mengemukakan bahwa laki-laki yang mengakhiri hidup dengan bunuh diri empat kali lebih banyak dibandingkan perempuan.

Pada tahun 2012, penelitian serupa dilakukan oleh The Samaritans, suatu lembaga amal di Inggris bagi mereka yang mengalami tekanan mental yang mengungkap fakta bahwa kasus bunuh diri paling sering terjadi pada laki-laki paruh baya.

Dari penelitian itu juga diketahui bahwa laki-laki yang kurang dalam segi ekonomi berpotensi sepuluh kali lebih besar mengakhiri hidupnya.

Insiden malang itu dialami oleh seorang laki-laki di Jakarta Selatan pada tahun 2017 silam.

Beritanya sempat menghebohkan dunia maya, karena aksi gantung diri tersebut disiarkan langsung oleh pelaku di facebook.

Sebelum meregangkan nyawanya sendiri, laki-laki itu menumpahkan keresahan-keresahannya atas kondisi ekonominya yang memprihatinkan sehingga ia tak mampu lagi menghidupi istri dan anak-anaknya.

Sumber: Tribun Timur
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved