Opini
Gurita Kapitalisme di Tengah Wacana Pengentasan Kemiskinan di Indonesia
Pada tahun 2022 presentase kemiskinan menurut Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan di Indonesia sebanyak 26,36 juta orang.
Sistem perekonomian maupun regulasi yang diadopsi diharapkan musti berperspektif kerakyatan.
Artinya, rakyat bukan hanya dijadikan sebagai target konsumen belaka melainkan pemerintahan memenuhi kewajibannya dalam menjalankan amanah tidak lain adalah kesejahteraan masyarakat.
Dalam sistem ekonomi Islam, negara bertanggung jawab penuh dalam mengurus rakyat.
Negara adalah pelayan bagi rakyat, artinya pemangku kebijakan musti melayani kebutuhan masyarakat. Ekonomi Islam melarang tegas kepemilikan harta secara berlebihan.
Ini tercermin dari kepemimpinan Islam pada nabi sekaligus Rasul Muhammad SAW.
Kala itu pernah membagikan harta rampasan Perang Badar hanya kepada kaum Muhajirin; bukan kepada kaum Ansar, kecuali dua orang saja di antara mereka yang memang duafa. Hal ini dilakukan sebagai pelaksanaan perintah Allah Swt., yakni:
كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ
“…supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kalian.” (QS Al-Hasyr [59]: 7)
Dalam proses pengelolaan upah tenaga kerja, berdasarkan buku sistem ekonomi islam dijelaskan bahwa seorang pekerja atau ajir adalah setiap orang yang bekerja dengan mendapatkan gaji baik dari pihak musta’jir (pengontrak kerja) itu individu, kelompok/perusahaan ataupun negara maka gaji (ujrah) bagi pekerja langsung diperoleh ketika dirinya telah mengerahkan tenaganya untuk ditukar.
Regulasi Islam juga mewajibkan setiap muslim, termasuk penguasanya, menjalankan aturan Islam didorong oleh ketakwaan kepada Allah Swt., bukan semata karena motif ekonomi, yakni mendapatkan keuntungan.
Nabi saw. bersabda:
التَّاجِرُ الصَّدُوقُ الأَمِينُ مَعَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ
“Pedagang yang senantiasa jujur dan amanah (akan dibangkitkan pada Hari Kiamat) bersama para nabi, shiddîqîn dan para syuhada.” (HR At-Tirmidzi)
Para pemangku kebijakan diperintahkan oleh Allah Swt. untuk menunaikan dan mengelola harta umat sebagai amanah dengan sebaik-baiknya.
Siapa saja yang mengambil harta saudaranya dengan sumpahnya (secara tidak benar) maka Allah mewajibkan dia masuk neraka dan mengharamkan dia masuk surga.” Lalu ada seorang yang bertanya, “Wahai Rasulullah, meskipun hanya sedikit?” Beliau menjawab, “Meskipun hanya sebatang kayu arak (kayu untuk siwak).” (HR Ahmad).
Universitas Hasanuddin, Menuju Puncak Benua Maritim Indonesia 2026-2030 |
![]() |
---|
Pesantren sebagai Katalis Peradaban, Catatan dari MQK Internasional I |
![]() |
---|
Paradigma SW: Perspektif Sosiologi Pengetahuan Menyambut Munas IV Hidayatullah |
![]() |
---|
Dari Merdeka ke Peradaban Dunia: Santri Sebagai Benteng Moral Bangsa |
![]() |
---|
Makassar dan Kewajiban untuk Memanusiakan Kota |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.