Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Gaduh Nasib Perempuan Jelang Masa Tenang 

Pemilik suara mayoritas sebagai penentu kemenangan di Pilkada tidak mendapat tempat dalam perbincangan politik selama kurang lebih 3 bulan kampanye

Editor: Edi Sumardi
DOK PRIBADI
Dosen Universitas Sawerigading dan Aktivis AJI Makassar, Rahma Amin 

Dalam konteks ini pria, atau kepala keluarga memiliki otoritas dan kontrol penuh, sementara perempuan lebih sering dilibatkan dalam politik sebagai simbol atau bagian dari upaya mempertahankan dan memperkuat kekuasaan yang ada.

Dalam kerangka politik, ini dapat dilihat sebagai bentuk dominasi untuk menjaga agar perempuan tetap berada dalam ruang yang terbatas, meskipun mereka kadang-kadang diberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam politik, namun hanya dalam kerangka yang tidak mengancam status quo atau kekuasaan laki-laki yang ada.

Pilkada Sulsel memberikan kita gambaran paling gamblang bagaimana dari 24 kabupaten/kota yang berpilkada- fenomena paternalistik politik ini hadir di beberapa daerah di ajang perebutan kekuasaan lima tahunan.

Lalu pertanyaan paling awam terlontar dari perbincangan perempuan kalangan bawah adalah  “Jika bukan karena bapak, suami, atau keluarga yang kaya, apakah bisa perempuan bertarung di Pilkada ?”.

Keikutsertaan perempuan dalam Pilkada dari keluarga elit politik sering kali bukan karena murni perjuangan mereka untuk kesetaraan gender atau pemberdayaan perempuan.

Sebaliknya, berkaitan dengan upaya untuk menjaga atau melanggengkan struktur kekuasaan yang ada dalam keluarga atau klan politik.

Dalam banyak kasus, perempuan yang maju dalam Pilkada merupakan bagian dari strategi untuk mempertahankan kekuasaan keluarga atau kelompok politik tertentu, dan bukan karena mereka memiliki ide atau visi yang berbeda untuk masyarakat.

Penting untuk diingat bahwa kepemimpinan perempuan yang sejati tidak hanya diukur dari jumlah kandidat perempuan yang muncul, tetapi juga dari sejauh mana mereka berkomitmen untuk menghadirkan kebijakan yang benar-benar berpihak pada kepentingan perempuan secara keseluruhan, bukan sekadar memperkuat hegemoni kekuasaan yang sudah ada.

Untuk itu, penting bagi masyarakat untuk lebih kritis dalam menilai apakah para figur perempuan yang maju ini benar-benar mewakili suara perempuan atau sekadar menjadi simbol yang menguntungkan pihak tertentu.

Konsolidasi Kekuatan Perempuan

Kekuatan gerakan dan organisasi perempuan yang ada di Sulsel memiliki potensi besar untuk dijadikan daya tawar dalam Pilkada.

Gerakan dan organisasi perempuan di Sulsel jika terkonsolidasi dengan baik, bukan tidak mungkin kekuatan massa yang cukup besar dapat menjadi faktor penentu dalam pemilihan kepala daerah.

Dengan menyatukan suara perempuan, baik yang berasal dari perkotaan maupun pedesaan, gerakan ini bisa menciptakan tekanan politik yang signifikan.

Para kandidat yang ingin memenangkan Pilkada harus mempertimbangkan dan menanggapi tuntutan serta aspirasi kelompok perempuan yang telah terorganisir dengan baik ini.

Misalnya komitmen dengan kandidat bagaimana Isu-isu yang menjadi perhatian utama bagi perempuan, seperti pemberdayaan ekonomi perempuan, perlindungan terhadap kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), akses terhadap layanan kesehatan reproduksi, serta peningkatan pendidikan untuk perempuan, dapat menjadi agenda prioritas.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved