Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Sosok 2 Peraih Adhi Makayasa 1987 di Kabinet Prabowo, Jabat Mendagri dan Kepala BIN

Kehebatan dua jenderal peraih penghargaan Adhi Makayasa 1987 di Kabinet Prabowo Subianto, Tito Karnavian jadi Mendagri, Herindra jadi Kepala BIN

Editor: Ari Maryadi
Kolase Tribun Timur
Jenderal Polisi Tito Karnavian dan Letnan Jenderal TNI Muhammad Herindra. 

Hasil positif program Promoter tersebut nampak terlihat dari hasil survey yang dikeluarkan oleh Litbang Kompas 2017. Polri yang awalnya di posisi tiga terendah kepercayaan publik, naik drastis ke posisi ke-3 besar dengan nilai kepercayaan 72 persen. Polri berada dibawah institusi TNI yang berada di posisi pertama dan KPK di nomor 2[21].

Reorganisasi

Di masa Jenderal Tito Karnavian menjadi Kapolri, reorganisasi internal Polri berjalan. Beberapa Polda Baru diresmikan seperti Polda Sulawesi Barat 2016  yang sebelumnya menginduk kepada Polda Sulawesi Selatan, dan Polda  Kalimantan Utara yang sebelumnya tergabung dengan Polda Kalimantan Timur di tahun 2018.

Selain itu, untuk meningkatkan kemampuan pelayanan mantan Asisten Perencanaan Polri ini juga menaikan tingkat Polda di wilayah perbatasan. Hal ini disetujui oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB).

Polda yang naik kelas antara lain Polda Kalimantan Barat dan Polda Sulawesi Utara menjadi Polda Tipe A yang dipimpin oleh Jenderal bintang dua. Kapolda Kalimantan Barat Brigjen Musyafak dan Kapolda Sulut Wilmar Marpaung naik pangkat dari Brigadir Jenderal menjadi Inspektur Jenderal[22].

Masa kepemimpinan Jenderal Polisi Tito Karnavian juga dikenang baik oleh anggota Polri karena berhasil menaikkan tunjangan kinerja anggota Polri dari 33 persen ke 70 persen . Kenaikan ini amat berarti bagi peningkatan kesejahteraan anggota Polri.

Pada 19 Januari 2018, Kapolri Jenderal Pol. M Tito Karnavian, meresmikan penyelesaian gedung yang 13 tahun mangkrak pembangunannya.  Kini gedung kebanggaan polri di Polda Metro Jaya, kawasan semanggi ini dikenal dengan Gedung Promoter yang megah tak kalah dengan Kepolisian Singapura[23].

Kritik pada Masa Jabatan Kapolri

Pengusutan kasus Novel Baswedan dan Hermansyah

Polri dikritik karena lambatnya pengungkapan kasus penyiraman air keras oleh orang tak dikenal terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan. Walaupun polisi telah memeriksa 59 saksi,[24] Tito menyebut pengungkapan kasus penyerangan Novel lebih sulit dibandingkan kasus Bom Bali dan Kampung Melayu.[25][26] Novel menduga serangan pada dirinya terkait sejumlah kasus korupsi yang ia tangani.Tidak tuntasnya pengusutan kasus 100 hari pasca-kejadian membuat publik mempertanyakan kinerja kepolisian[28][29][30][31]dan mendesak Polri untuk mengusut kasus serupa, yakni pembacokan pakar teknologi informasi Hermansyah.

Komisioner Komnas HAM Maneger Nasution menyebut berulangnya teror kepada warga sipil "memperlihatkan kegagalan kehadiran negara menunaikan kewajiban konstitusionalnya khususnya menjamin rasa aman warga negaranya sendiri."[34] Anggota Komisi III DPR RI Didik Mukrianto menyebut tidak tuntasnya pengusutan kasus penyerangan Novel menjadi citra buruk kepolisian yang saat ini sedang merayakan Hari Bhayangkara. ”Ini mengingat, kasus teror penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan sendiri, hingga sekarang belum terungkap. Karena hal ini terkait dengan keamanan dan ketertiban masyarakat,” tuturnya.[35]

Pencopotan Kapolres Solok

Tito mencopot Kapolres Solok, AKBP Susmelawati Rosya karena dianggap kurang tegas menangani persekusi yang diduga dilakukan Front Pembela Islam (FPI) terhadap seorang dokter, Fiera Lovita (FL).[36] Keputusan itu didasarkan atas keterangan FL yang merasa tertekan setelah mengalami persekusi berupa teror dan intimidasi oleh sekelompok orang dari ormas tertentu.[37][38][39] "Sudah saya sampaikan bahwa apabila yang di Solok lemah dalam menangani perkara ini, akan saya ganti," ujar Tito. Namun, sejak penggantian Kapolres Solok yang baru, kepolisian belum menetapkan tersangka atas dugaan persekusi yang dilakukan oleh FPI.[40]

Kabid Humas Polda Sumatera Barat AKBP Syamsi membenarkan dokter FL mendapat protes dari satu ormas karena statusnya di media sosial. "Namun, protes tersebut tak sampai mengancam keselamatan dokter FL."[41] Juru bicara FPI Slamet Maaruf menyatakan FPI tak memiliki pengurus di Solok,[42]sementara Ketua FPI Sumbar Muhammad Busra memastikan tidak ada bukti sama sekali anggotanya yang terlibat persekusi.

Sebelumnya, Kapolres Solok secara khusus memediasi FL dengan perwakilan FPI.[45][46] Setelah semua pihak diundang, FL menyampaikan permintaan maaf. Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto menyebut setelah ada permintaan maaf dari FL, ada orang yang menelepon Fiera dan meminta kronologis kejadian. "Ada yang coba mengadu domba situasi di Solok, seolah-olah dokter kembali mendapat intimidasi setelah menyatakan permohonan maaf."

2. Muhammad Herindra

Letjen TNI (Purn) Muhammad Herindra (lahir 30 November 1964) adalah purnawirawan TNI yang saat ini menjabat sebagai Kepala Badan Intelijen Negara (BIN). Ia menjabat sejak 21 Oktober 2024.

Dia pernah menjabat sebagai Wakil Menteri Pertahanan Indonesia periode 2020—2024.

Kehidupan awal

Herindra lahir pada tanggal 30 November 1964 di Magelang, Jawa Tengah.[2] Ayah Herindra, Hudaya, adalah seorang purnawirawan letnan kolonel, yang bekerja di sebuah perusahaan pupuk.

Herindra menghabiskan sebagian besar masa kecilnya di Magelang. Beliau menyelesaikan pendidikan menengahnya di SMP Negeri 1 Magelang pada tahun 1980.

Ia kemudian pindah ke Jakarta, di mana ia menyelesaikan pendidikan SMA-nya di SMA 8 Jakarta pada tahun 1983. Herindra saat ini menjadi ketua ikatan alumni sekolah tersebut.[6]

Pendidikan militer
Herindra masuk Akademi Militer pada tahun yang sama setelah lulus SMA. Ia ditugaskan sebagai letnan dua infanteri setelah lulus dari akademi tersebut, pada tahun 1987. Ia adalah penerima penghargaan Adhi Makayasa, suatu penghargaan yang diberikan kepada lulusan terbaik dari setiap angkatan di akademi.[3][4]

Setelah menyelesaikan pendidikan militernya, Herindra terpilih untuk bergabung dengan Kopassus, satuan pasukan khusus tentara Indonesia. Dia menjalani pelatihan infanteri dan pasukan khusus sebelum bergabung dengan unit tersebut. Dalam karirnya kemudian, ia juga menerima pendidikan militer lanjutan di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat dari tahun 1999 hingga 2000,[7] dan Sekolah Staf Angkatan Bersenjata Malaysia pada tahun 2011.[8]

Herindra memperoleh gelar master di bidang intelijen dan hubungan internasional dari Universitas Salford pada tahun 1994, dan gelar master di bidang ilmu sosial dari Universitas Nasional Malaysia pada tahun 2011.[9]

Karier militer
Herindra memulai karirnya sebagai perwira muda untuk pelatihan dan organisasi di Kopassus. Berbagai posisi komando dan non-komando yang disandangnya di Kopassus, termasuk tugas sebagai petugas informasi publik Kopassus pada tahun 2000.[10] Ia akhirnya mencapai pangkat letnan kolonel pada tahun 2001, dan menjadi komandan Batalyon Infanteri Kopassus ke-812, sebuah batalion pendukung Unit Khusus Penanggulangan Terorisme ke-81.[8]

Herindra menjalani tugas militer pertamanya di luar Kopassus sebagai asisten senior intelijen di Kodam I/Bukit Barisan. Kurang dari setahun kemudian, ia dipindahkan ke Bengkalis di Riau sebagai komandan distrik militer di kabupaten tersebut.[11][12] Herindra terlibat dalam pemberantasan pembalakan liar yang merajalela dan mengembalikan 27 ton kayu ilegal pada tahun 2005.[13]

Herindra ditugaskan kembali ke Akademi Militer pada tahun 2007,[12] sebagai wakil komandan korps taruna. Kurang dari setahun kemudian, pada tahun 2008, Herindra menjadi asisten intelijen Komandan Kopassus Pramono Edhie Wibowo.[14] Ia dirotasi ke Kodam Jaya pada tanggal 14 Mei 2009, untuk menduduki posisi yang sama.[15][16]

Pada 29 Juli 2010, Herindra dicopot dari jabatannya sebagai asisten intelijen. Dia ditempatkan di Pusat Intelijen Angkatan Darat sebagai direktur penelitian dan pengembangan.[17] Setelah mendapat gelar master dari Universitas Nasional Malaysia pada tahun 2011, Herindra diangkat oleh Pramono Edhie Wibowo yang sudah lebih dulu menjadi KSAD sebagai koordinator staf pribadinya.[8]

Herindra kembali ke jabatan teritorial pada tanggal 15 Juni 2012,[18] sebagai Komandan Korem 101/Antasari yang meliputi provinsi Kalimantan Selatan.[8] Selama bertugas di Kalimantan Selatan, Herindra membawahi perubahan di beberapa posisi penting di bidang militer.[19][20] Ia mengunjungi kabupaten-kabupaten di Kalimantan Selatan untuk memantapkan hubungan dengan pemerintah setempat.[21] Herindra juga menerima brevet kehormatan Bhayangkara Bahari Utama dari Ditpolair Polda Kalsel.[22]

Pada 10 Juni 2013, Herindra diangkat menjadi Wakil Komandan Jenderal Kopassus.[23] Ia dilantik pada 8 Juli dan terus memegang jabatan ganda hingga 24 Juli.

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved