Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Korupsi UMI

Beredar Petisi Civitas Akademi UMI Tolak Mantan Rektor Prof Sufirman Rahman Pegang Jabatan

Sebelumnya, Prof Sufirman saat menjabat Rektor UMI ditetapkan sebagai salah satu tersangka penggelapan dana pembangunan di kampus hijau.

|
Editor: Alfian
TRIBUN-TIMUR.COM
Petisi dukungan praperadilan kasus korupsi mantan Rektor UMI Prof Sufirman Rahman. 

2.  Bahwa dengan status   tersangka kepada Ex Rektor Prof Dr Basri Modding, SE. MSi dan Rektor Non Aktif Prof Dr H Sufirman Rahman, SH. SH, telah merusak citra dan nama baik Universitas Muslim Indonesia dan atau Yayasan Wakaf UMI.

3. Bahwa dengan demikian Segenap civitad akademika UMI  Mahasiswa, Dosen dan Karyawan UMI yang berada dalam naungan Yayasan Wakaf UMI memiliki hak gugat/legal standing baik pengadilan dunia dan pengadilan akhirat utk agar kedua Rektor Non Aktif tersebut  tidak lagi diberi amanah dalam lingkup UMI dan atau Yayasan Wakaf UMI.

4. Bahwa sikap Rektor  non aktif yang tidak meninggalkan ruang kerja Rektor dan segala fasilitas lainnya termasuk tidak mengembalikan Mobil Dinas adalah sikap pembangkangan yang memalukan dan melanggar hukum dan moral.

- [ ] Berdasar hal hal tersebut kami civitas Akademika UMI meminta kepada segenap Pengurus Yayasan Wakaf UMI untulk tetap menjaga Harkat dan Martabat  UMI dengan tidak lagi mengaktifkan dan atau MENOLAK Prof Dr H Basri Modding, SE, MSi dan Prof Dr Sufirman Rahman, SH. MH untuk memegang amanah di UMI

Civitas Akademika UMI

LBH Makassar Sesalkan Penghentian Kasus

Dugaan korupsi terjadi pada proyek Taman Firdaus (taman air mancur depan kampus UMI), proyek gedung international school LPP YW-UMI, pengadaan 150 access point, dan pengadaan videotron kampus Pascasarjana UMI.

 • Rektor UMI Prof Sufirman Rahman - Eks Rektor Prof Basri Modding Tersangka Korupsi, Kerugian Rp4,3 M

Proyek pengadaan videotron dilakukan saat Sufirman menjabat Direktur Program Pascasarjana UMI.

Seharusnya, restorative justice tak bisa digunakan dalam kasus korupsi.

Berdasarkan Pasal 364, Pasal 373, Pasal 379, Pasal 384, Pasal 407, dan Pasal 482 KUHP restorative justice bisa diterapkan dalam kasus tindak pidana ringan dengan hukuman pidana penjara paling lama 3 bulan dan denda Rp 2,5 juta.

Kasus tindak pidana ringan dimaksud, yakni perkara anak, perkara perempuan yang berhadapan dengan hukum, kasus narkotika, dan tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana yang ancaman pidananya tidak lebih dari 5 tahun penjara  

Restorative justice tidak bisa diterapkan pada kasus-kasus berat, seperti terorisme, tindak pidana yang mengancam keamanan negara, korupsi, kejahatan terhadap nyawa orang, tindak pidana lingkungan hidup, dan tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi.

 Baca juga: Prof Sufirman Minta Statusnya sebagai Rektor UMI Diaktifkan

Berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020, syarat dalam melakukan restorative justice, yaitu:

Sumber: Tribun Timur
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved