Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Sahbirin Noor Paman Birin Tersangka Korupsi Saat Istrinya Raudhatul Jannah Calon Gubernur Kalsel

KPK pun telah menetapkan 7 tersangka, seorang di antaranya adalah petahana Gubernur Kalsel, Sahbirin Noor alias Paman Birin. Pada Pilgub kali ini

Editor: Edi Sumardi
DOK HUMAS SETPROV KALSEL
Gubernur Kalsel, Sahbirin Noor dan istrinya, Raudhatul Jannah. Paman Birin tersangka korupsi saat sang istri mencalonkan diri sebagai gubernur. 

TRIBUN-TIMUR.COM - Operasi Tangkap Tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (OTT KPK) di Kalimantan Selatan (Kalsel) kemungkinan berdampak besar pada konstelasi politik Pilgub Kalsel.

OTT itu terkait korupsi penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara dalam proyek pembangunan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kalsel.

KPK pun telah menetapkan 7 tersangka, seorang di antaranya adalah petahana Gubernur Kalsel, Sahbirin Noor alias Paman Birin.

Pada Pilgub kali ini, Paman Birin tak mencalonkan diri lagi sebagai gubernur karena telah menjabat 2 periode.

Sebagai gantinya, dia mendorong istrinya Raudhatul Jannah sebagai calon gubernur berpasangan dengan mantan Anggota DPRD Kalsel sekaligus politisi kelahiran Makassar, Akhmad Rozanie Himawan Nugraha.

Pasangan ini diusung Partai Golkar, Partai Nasdem, Partai Gerindra, PDIP, dan PKB.

Istri Paman Birin pun harus menantang Muhidin yang berpasangan dengan "crazy rich" Kalsel sekaligus mantan Anggota DPR RI, Hasnuryadi Sulaiman.

Muhidin mencalonkan diri sebagai gubernur setelah 1 periode menjabat wakil gubernur mendampingi Paman Birin (periode 2021-sekarang).

Baca juga: Gubernur Kalsel Sahbirin Noor Bisa Jadi DPO, Nilai Suap Paman Birin untuk Muluskan Proyek

Pasangan Muhidin dan Hasnuryadi diusung PAN, PKS, Partai Demokrat, PSI, PKN, Partai Buruh, Partai Garuda, Perindo, dan Partai Ummat.

Calon Gubernur Kalsel hanya ada 2, petahana wakil gubernur dan istri gubernur.

Kasus korupsi yang menyandung Paman Birin terjadi di era pemerintahannya bersama dengan Muhidin.

Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron mengungkapkan bahwa OTT ini bermula dari laporan terkait proses pengadaan barang dan jasa (PBJ) tahun anggaran 2024 di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Kalimantan Selatan, yang didanai oleh APBD.

Dalam beberapa proyek pekerjaan, Kepala Dinas PUPR, Ahmad Solhan, melalui Kabid Cipta Karya sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Yulianti Erlynah, diduga telah melakukan pengaturan penyedia paket pekerjaan sebelum lelang dilakukan melalui e-katalog.

Penyelidikan mengungkap bahwa Sugeng Wahyudi dan Andi Susanto, yang merupakan pihak swasta, telah ditunjuk sebagai pelaksana proyek, di antaranya:

a. Pembangunan Lapangan Sepak Bola di Kawasan Olahraga Terpadu dengan nilai Rp23 miliar yang dikerjakan oleh PT Wiswani Kharya Mandiri.

b. Pembangunan Samsat Terpadu senilai Rp22 miliar yang dikerjakan oleh PT Haryadi Indo Utama.

c. Pembangunan Kolam Renang di Kawasan Olahraga Terpadu dengan nilai Rp9 miliar yang dilaksanakan oleh CV Bangun Banua Bersama.

Ghufron menjelaskan, proses rekayasa pengadaan dilakukan dengan membocorkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dan mensyaratkan kualifikasi khusus agar hanya perusahaan milik Sugeng dan Andi yang dapat mengikuti lelang.

Proses e-katalog pun diatur agar mereka terpilih sebagai pemenang. Proyek tersebut bahkan sudah mulai dikerjakan sebelum kontrak resmi ditandatangani.

Sugeng dan Andi akhirnya memenangkan kontrak pekerjaan di Dinas PUPR, dan untuk itu diberikan komisi sebesar 2,5 persen kepada PPK dan 5 persen kepada Paman Birin.

Pada awal Oktober 2024, Sugeng menyerahkan uang sebesar Rp1 miliar yang dimasukkan dalam kardus cokelat kepada Yulianti atas perintah Ahmad Solhan. Uang tersebut kemudian diserahkan kepada pihak yang terkait, yakni sopir Ahmad Solhan, dan pada akhirnya diterima oleh pihak lain yang ditunjuk untuk mengelola fee Paman Birin.

Pada tanggal 6 Oktober 2024, tim KPK menangkap beberapa orang yang terlibat dalam kasus ini, termasuk Yulianti, Sugeng, Andi, dan staf lainnya dari Dinas PUPR Kalsel.

Selain itu, mereka juga menangkap Plt Kepala Bagian Rumah Tangga Gubernur Kalsel, Agustya Febry Andrean, beserta istrinya dan beberapa orang lain.

Dalam OTT tersebut, KPK menyita sejumlah barang bukti berupa uang tunai yang ditemukan dalam berbagai kemasan, termasuk kardus dengan wajah Paman Birin yang berisi Rp800 juta, kardus lain bertuliskan 'atlas' yang berisi Rp1,2 miliar, serta tas duffel hitam berisi Rp1,2 miliar.

Total uang yang ditemukan mencapai sekitar Rp12 miliar, yang diduga merupakan bagian dari fee untuk Paman Birin terkait proyek-proyek di Dinas PUPR Kalsel.

KPK kemudian menetapkan tujuh orang sebagai tersangka, dengan Paman Birin dan empat orang lainnya sebagai penerima, serta Sugeng dan Andi sebagai pemberi suap.

Ghufron mengatakan, empat orang tersangka diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. 

Sedangkan, dua orang tersangka dari unsur swasta diduga melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(*)

 

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved