Opini Aswar Hasan
Kita Surplus Politisi Defisit Negarawan
Bagi Quezon, seorang pemimpin sejati harus mengutamakan kesejahteraan dan kepentingan bangsa daripada loyalitas kepada partai atau kelompok politiK
Oleh: Aswar Hasan
Dosen Fisipol Unhas
TRIBUN-TIMUR.COM - Manuel L. Quezon pernah berkata :“My loyalty to my party ends where my loyalty to my country begins."
"Loyalitasku kepada partaiku berakhir di mana loyalitasku kepada negaraku dimulai”.
Pandangan tersebut mencerminkan tentang pentingnya menempatkan kepentingan negara di atas kepentingan partai politik.
Bagi Quezon, seorang pemimpin sejati harus mengutamakan kesejahteraan dan kepentingan bangsa daripada loyalitas kepada partai atau kelompok politik tertentu.
Ini adalah prinsip yang kuat dari seorang negarawan, yang menunjukkan bahwa dedikasi kepada negara harus selalu menjadi prioritas utama.
Pertanyaanya, sewaktu ketidakourumnya anggota DPR RI pada rapat paripurna pasca Baleg DPR RI menolak putusan MK, lebih disebabkan oleh sifat kenegarawannya mereka dan keberpihakan mereka pada arus demonstrasi rakyat yang makin kencang dan membesar itu, atau rasa takut dan cari selamat semata ?
Tetapi yang pasti, status mereka sebagai sebagai anggota parlemen yang diwakili oleh fraksi masing-masing di Baleg telah menyetujui penolakan putusan MK dan menyetujui revisi undang-undang Pilkada yang dimasalahkan itu.
Jadi, sebagai representasi partai, mereka telah memperlihatkan gelagat tidak berpihak ke rakyat yang tengah berjuang menyelamatkan negaranya berdasarkan konstitusinya.
Jadi, sifat dan sikap sebagai politisi pada diri mereka yang mengemuka dan mempertahankan sifat dan sikap kenegarawan mereka.
Boleh jadi, yang mereka pikirkan semata kelanjutan partainya bukan nasib rakyatnya, sebagaimana kata Abraham Lincoln: "A statesman is he who thinks in the future generations, and a politician is he who thinks in the upcoming elections."
Seorang negarawan berpikir untuk generasi yang akan datang, sedangkan seorang politikus berpikir untuk pemilu yang akan datang." Sangat boleh jadi umumnya mereka hanyah kumpulan para politikus, bukan negarawan.
Negarawan yang sejati, sebagaimana kata Charles de Gaulle sosok pejuang Perancis yang dikagumi, berkata; "Seorang negarawan sejati adalah orang yang bersedia mengambil risiko demi menjaga masa depan bangsanya" adakah jiwa kenegarawan yang telah ditunjukkan oleh para politisi kita di DPR RI sana, khususnya yang tergabung di KIM (Koalisi Indonesia Maju), jawabannya, tanyakan pada rumput yang bergoyang.
Krisis negarawan terjadi kerap kali merujuk pada situasi di mana seorang politisi, tokoh politik atau para pemimpin suatu bangsa mengalami dilema moral, etika, yang mengancam kemampuan mereka untuk bertindak bijaksana.
Beberapa ciri dari krisis negarawan meliputi, bila telah terjadi krisis kepercayaan Publik.
Pemimpin mulai kehilangan dukungan dan kepercayaan dari masyarakat atau konstituennya, sering kali karena keputusan kontroversial atau skandal. Ketidakkonsistenan, atau ketidakpastian dalam membuat keputusan penting.
Ada dugaan atau bukti bahwa pemimpin telah mengorbankan prinsip-prinsip moral atau etika mereka, sering kali demi keuntungan pribadi.
Visi Jangka Panjang yang semula dijanjikan pemimpin negara, tidak lagi mampu dilaksanakan atau tertarik untuk mempertahankannya.
Visi jangka panjang untuk negara atau organisasinya, sering kali terfokus pada masalah jangka pendek atau dalam rangka mempertahankan kekuasaan.
Ciri-ciri ini menandakan bahwa seseorang itu, sangat boleh jadi sedang menghadapi tantangan besar dalam menjaga posisinya dan menjalankan tugas sebagai seorang yang sedang mengemban amanah.
Krisis negarawan adalah situasi di mana suatu negara mengalami kekurangan atau bahkan ketiadaan sosok pemimpin yang memiliki kualitas dan integritas yang tinggi untuk memimpin negara.
Hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor, seperti sistem politik yang tidak efektif dan dengan sengaja dibiarkan karena secara politik kepentingan tidak menguntungkan demi politik kekuasaan.
Dengan kata lain telah terjadi konflik kepentingan. Konflik kepentingan antara kepentingan pribadi dan kepentingan negara.
Disamping itu, marak terjadi korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. akibat tindakan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan tersebut, sendi-sendi kehidupan bernegara terutama kepercayaan publik, porak-poranda terhadap para penyelenggara.
Kesemuanya fenomena itu, membuktikan bahwa negara ini telah mengalami surplus para politisi tetapi defisit negarawan. Wallahu a’ lam bisawwabe.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.