Opini
Seto Asapa: Dari Bumi Panritakitta ke Kota Daeng
Apalagi mobil yang saya tumpangi hari itu bukan ‘mobil biasa’ bersama saya duduk di bangku tengah seorang politisi yang akan bertarung dalam pilkada
Oleh: Babra Kamal
Akademisi Universitas Teknologi Sulawesi
TRIBUN-TIMUR.COM - BEGITU naik mobil Pajero hitam dari arah Panakukang menuju ke Kampung padat di utara kota, saya segera mengenali dentuman suara yang akrab itu: Lagu Makassar.
Saya agak kaget. karena, pada mobil yang tergolong mewah seperti itu, biasanya jika bukan lagu-lagu pop yang sedang hits, pastilah yang mengalun lagu-lagu barat.
Apalagi mobil yang saya tumpangi hari itu bukan ‘mobil biasa’ bersama saya duduk di bangku tengah seorang politisi yang akan bertarung dalam pilkada Kota Makassar.
Ada beberapa lagu Makassar yang saya kenali sangat khas yang biasanya dimainkan dengan organ tunggal-yang menurut sebagian orang di luar Sulawesi agak aneh terutama mendengar lagu yang bernada cengeng dengan lirik patah hati dinyanyikan saat acara pernikahan. “tidak semua loh,” katanya membela.
Seperti lagu yang sedang kami dengarkan saat itu “Ati Raja” yang belakangan ketika diperhatikan liriknya ternyata bercerita tentang hubungan manusia dengan Tuhannya.
Obrolan pun mengalir, saya lalu iseng bertanya tentang pilihan lagu-lagu Makassar yang mengiringi perjalanan kami, ia mengaku itu agar anak muda tidak lupa kepada bahasa daerah.
“Sekalian supaya anak saya bisa belajar bahasa Makassar,”jawabnya singkat.
Namun ketika beberapa saat kemudian ia ikut bersenandung dalam alunan lagu, saya jadi paham kalau ia benar-benar menyukainya.
Saat itu saya berkesempatan mengikutinya melaksanakan kegiatannya sebagai seorang politisi-melaksanakan sosialisasi pencalonannya sebagai Walikota.
Andi Seto Asapa adalah nama yang belakangan ini beredar di berbagai media massa maupun platform media social sebagai salah satu calon Walikota Makassar, ia bersama Reski Mulfiati Lutfi Maju berpasangan dan didukung oleh sejumlah Partai Politik, seperti Gerindra, Nasdem, PAN dan PSI
Sebelum mencapai lokasi kegiatan, saya sempat bertanya mengenai alasannya bertarung di Makassar, ia tak langsung menjawab, ada jeda sebentar, sebelum kemudian kata-katanya meluncur “ini kota kelahiran saya”, tapi maksud pertanyaan saya tentu saja bukan itu, ia melanjutkan lagi.
Saya bisa saja maju kembali di Sinjai untuk Periode kedua tapi saya ingin mengabdikan diri saya di tanah kelahiran saya,”sambungnya.
“Oh pantas saja,” kataku, belum sempat menyambung kembali kata-kata ku, ia menimpali lagi “politik adalah soal pengabdian kepada masyarakat luas, kalau di Sinjai saya mengurus sekitar 300 ribuan penduduk, di Makassar mungkin saya bisa mengabdi kepada lebih banyak orang lagi.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.