Opini
Kampanye Hitam dan Kampanye Negatif
Salah satu gejala, bahkan bisa dibilang patologi politik, pada setiap musim kampanye adalah munculnya narasi buruk tentang seorang figur kandidat.
Sumber kampanye hitam itu tidak jelas. Pelakunya menggunakan identitas anonim atau palsu.
Tujuannya untuk menghancurkan reputasi seseorang. Sementara dari sisi validitas, informasi yang disebarkan tidak dapat dipastikan kebenarannya.
Kampanye hitam adalah tindak pidana, dapat (dan seharusnya) diproses hukum. Bisa dengan delik pencemaran nama baik, perbuatan tidak menyenangkan, atau menyebarkan berita bohong.
Sementara sumber informasi kampanye negatif itu jelas. Biasanya dilontarkan oleh lawan politik atau pihak yang menolak kehadiran figur tertentu.
Tujuannya adalah mendiskreditkan seseorang dengan melihat kelemahan gagasannya, atau kekurangan dirinya.
Jadi, informasi yang disampaikan pada praktik kampanye negatif itu adalah hal-hal konkret dan valid, sesuatu yang benar secara faktual. Kampanye negatif lebih merupakan metode menginterpretasi fenomena.
Kita bisa membandingkan dua contoh narasi berikut, dimana hal ini benar-benar terjadi pada Pilwali Makassar 2024.
Pertama, ada fakta bahwa salah seorang calon Walikota Makassar, yaitu Munafri Arifuddin (Appi), adalah figur yang dua kali kalah dalam Pilwali Makassar.
Ia bahkan dikalahkan oleh kotak kosong pada 2018. Ketika ada kompetitor dalam Pilwali 2024 mengeksploitasi kekalahan tersebut sebagai narasi kampanye, maka hal itu merupakan “kampanye negatif”.
Orang tidak perlu menutup identitas jika akan berbicara tentang kekalahan Appi sebelumnya.
Tentu saja ini bukan narasi yang bijak, bahkan kontraproduktif. Hal-hal yang sudah diketahui umum, biasanya kurang sensasional.
Contoh kedua, beberapa hari terakhir ini beberapa konten di media sosial mengkritik sosok calon Walikota Andi Seto Asapa.
Ia dituding sebagai figur yang gagal ketika menjadi Bupati Sinjai. Ia disebut sebagai sosok tidak disiplin, sering bangun jam 11 pagi.
Ia juga dituding lebih banyak menghabiskan waktu jalan-jalan ke luar Sinjai, bahkan luar negeri, dibandingkan mengurus daerahnya. Konten-konten ini disebarkan oleh akun anonim atau akun tanpa identitas yang jelas.
Narasi kedua ini dapat dikatakan merupakan bentuk “kampanye hitam”.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.