Opini Aswar Hasan
Pilkada Serentak Damai di Sulawesi Selatan
Tapi yang menarik dari diskusi bersama forum dosen tersebut adalah pernyataan Kapolda pada saat sesi tanya jawab
Oleh: Aswar Hasan
Dosen Fisipol Unhas/Anggota Forum Dosen/Mantan Staf Ahli Kapolda
TRIBUN-TIMUR.COM - Judul di atas adalah tema diskusi Forum Dosen di Tribun Timur yang menghadirkan 3 (tiga) pembicara kunci utama yang penting yakni; Kapolda Sulsel, Irjen Pol Andi Rian R Djajadi, Ketua KPU Sulsel Hasbullah dan Ketua Bawaslu Sulsel Mardiana Rusli.
Pilihan tema tersebut sangat tepat, sebagaimana pengantar Dr. H. Adi Suryadi Culla bahwa Sulsel berdasarkan pemetaan termasuk daerah kelima zona merah di Indonesia yang terawan dengan identifiikasi 4 (empat) kerawanan, yaitu; politik uang, netralitas ANS/TNI/Polri, kampanye negatif/hitam, dan politik Sara.
Tapi yang menarik dari diskusi bersama forum dosen tersebut adalah pernyataan Kapolda pada saat sesi tanya jawab yang menyatakan bahwa pirinsip “Siap kalah atau menang” seharusnya sudah tidak di pakai lagi, tetapi “Siap Terpilih dan Tidak Terpilih”.
Menang atau Terpilih
Kalau dikaji lebih mendalam, filosofi antara menang dan terpilih beda. Menang dalam Pilkada dan “terpilih dalam Pilkada, berbeda dari sudut pandang filosofi terutama dari sudut pandang motivasi dan implikasinya.
Prinsip menang dalam Pilkada lebih menekankan fokus pada hasil, atau lebih menekankan pada pencapaian tujuan akhir, yaitu meraih kemenangan dalam suatu pemilihan.
Implikasinya, terjadi persaingan yang ketat, tercipta atmosfer kompetisi yang tinggi.
Setiap pihak berusaha sekuat tenaga untuk mengalahkan lawan politik mereka.
Mayoritas menentukan kemenangan, dimana ditentukan oleh jumlah suara terbanyak, tanpa mempertimbangkan kualitas atau kapabilitas calon.
Implikasinya, rawan terjadi konflik dan dapat memicu perpecahan dan konflik sosial, jika proses pemilihan tidak berjalan adil atau transparan.
Sementara itu, filosofi terpilih dalam Pilkada prosesnya lebih demokratis, karena lebih menekankan pada proses pemilihan yang bebas, jujur, dan adil, di mana setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk memilih dan dipilih.
Representasi rakyat atau calon yang terpilih dianggap sebagai wakil rakyat yang akan memperjuangkan kepentingan masyarakat. Kualitas kepemimpinannya, dianggap memberi jaminan sehingga ia dipilih.
Selain memperoleh suara terbanyak ia dianggap memiliki kualitas kepemimpinan dan integritas, serta visi calon juga menjadi layak sehingga jadi bahan pertimbangan penting.
Bagi kontestan Pilkada yang Fokus untuk menang lebih terkonsentrasi pada hasil akhir, sedangkan yang fokus untuk terpilih lebih menekankan pada proses dan representasi.
Persaingan untuk menang, menciptakan persaingan yang lebih ketat, sementara untuk terpilih, menekankan pada kerja sama dan konsensus berdasarkan hukum dan moral etik.
Kualitas yang menang, tidak selalu menjamin kualitas pemimpin, sedangkan yang terpilih, diharapkan menghasilkan pemimpin yang berkualitas.
Implikasi bagi yang menang dapat mengarah pada polarisasi dan perpecahan jika tidak diimbangi dengan upaya untuk membangun konsensus. Sementara yang terpilih, dapat menghasilkan pemerintahan yang lebih stabil dan representatif jika proses pemilihan berjalan dengan baik.
Menang, adalah hasil akhir dari suatu proses demokrasi, sedangkan terpilih adalah tujuan yang lebih luas, yaitu memilih pemimpin yang berkualitas dan representatif menghasilkan pemimpin yang legitimatif dan mampu membawa perubahan positif bagi masyarakat, sebagaimana tujuan Pilkada itu diselenggarakan.
Kemenangan terlebih atas ketepilihan yang diperoleh melalui proses demokrasi yang sah memberikan legitimasi yang kuat bagi pemimpin terpilih.
Trilogi Pilkada
Trilogi Pilkada damai terdiri dari tiga prinsip utama yang seharusnya menjadi panduan bagi penyelenggara pemilu dan pihak terkait. Sebagian telah dijelaskan dengan baik oleh kolega saya dari Forum Dosen. Ketiga masalah pokok itu adalah:
Pertama, Idealisme dan Komitmen. Hal ini merupakan prinsip bahwa semua pihak, terutama penyelenggara pemilu, harus memegang teguh nilai-nilai demokrasi, integritas, dan kejujuran dalam menjalankan tugasnya. Komitmen ini bertujuan untuk mewujudkan pemilu yang adil dan berkualitas.
Kedua, Netralitas. Semua pihak yang terlibat, terutama penyelenggara dan aparat keamanan, harus menjaga netralitas dan tidak berpihak kepada salah satu calon. Hal ini penting untuk memastikan bahwa proses pemilihan berlangsung tanpa intervensi atau pengaruh dari pihak tertentu.
Ketiga, Profesionalitas. Pihak-pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan Pilkada harus menjalankan tugas mereka secara profesional, sesuai dengan hukum dan aturan yang berlaku, serta memiliki kompetensi yang memadai untuk memastikan seluruh proses berjalan dengan baik.
Ketiga prinsip ini saling melengkapi untuk menciptakan Pilkada yang damai, jujur, dan adil serta bermartabat. Wallahu a’ lam bisawwabe.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.