Opini
Pilkada dan Gerakan Sosial Kaum Seniman
Kemampuan kuasa politik ekonomi telah membuktikan bagaimana sebagian besar partai politik menyatukan diri untuk mendukung salah satu cagub.
Oleh: Halim HD
Networer Organizer Kebudayaan
Dalam beberapa minggu ke depan, salah satu momentum politik terpenting bagi warga dan masyarakat untuk ikut menentukan hak dan kewajibannya dilaksanakan, dan diputuskan
melalui pilkada.
Dalam proses menjelang pilkada, sejak lama kita menyaksikan suatu pertarungan melalui kekuasaan politik ekonomi, bagaimana cagub melakukan lobi politik untuk membentuk
barisan kekuatan piolitik yang akan mendukungnya.
Lobi lobi politik ini bukan cuma pepesan kosong. Kemampuan kuasa politik ekonomi telah membuktikan bagaimana sebagian besar partai politik menyatukan diri untuk mendukung salah satu cagub.
Yang menarik dan sangat ironis, inisiatif untuk mendukung salah satu cagub dilakukan oleh salah satu tokoh Golkar, Nurdin Halid, untuk mendukung Andi Sudirman Sulaiman sebagai cagub.
Dan ironis itu kian kelam dalam dunia politik lokal ketika lima calon kader Golkar justeru disingkirkan.
Kekelaman kian mengental dalam jagat politik berkaitan dengan latar belakang cagub, yang pernah menjabat sebagai wakil gubernur dan menjadi pengganti gubernur, dalam praktek politik kebudayaan selama bertahun-tahun bukan hanya tak memiliki apresiasi.
Bahkan lebih dari itu melakukan pelarangan. Pelarangan terhadap upacara tradisi merupakan bentuk dari politik kebudayaan yang tak memiliki respek terhadap khasanah sejarah sosial yang menjadi dasar tatanan nilai bagi masyarakat.
Dalam setengah abad politik di Sulsel kita menyaksikan bagaimana Golkar menjadi suatu kekuatan terpenting dalam menciptakan kemajuan daerah itu secara ekonomi, sosial, dan juga
kebudayaan.
Pada sisi lainnya peranan Golkar dalam kaderisasi telah mengangkat daaerah Sulsel menjadi salah satu wilayah yang harus diperhatikan dalam peta politik nasional.
Sekarang soalnya kenapa pula kaderisasi Golkar bisa diganjal dan bahkan disingkirkan oleh seseorang yang tak lagi menimbang sejarah politik dan kebudayaan di Sulsel.
Apakah Nurdin Halid telah kehilangan visi dan mengubah arah politik melalui semata-mata demi kepentingan politik ekonomi dirinya?
Dunia politik bisa menghalalkan semua cara untuk mencapai tujuan. Tapi dunia politik juga memiliki pijakan utama yang masih digenggam oleh masyarakat, bahwa setiap keputusan politik
seharusnya didasarkan kepada landasan moral dan etik(a). \
Jika tidak, maka pengkhianatan terhadap tatanan nilai itu akan menciptakan degradasi relasi sosial.
Dalam konteks degradasi relasi sosial dan perlunya mengembalikan tatanan nilai pada arah ideal politik kebudayaan di Sulsel, sangat dibutuhkan komitmen kaum seniman, akademisi
dan pelaku kebudayaan untuk menyatukan enerji dan menghimpun diri dan menciptakan suatu gerakan sosial pembaharuan.
Gerakan sosial itu sangat dibutuhkan agar dunia politik dan dunia kebudayaan di Sulsel Kembali kepada marwah dan martabatnya.
Sebab, jika kita membiarkan kondisi sengkarut dari interes politik yang tak meemperhitungkan landasan moral dan etik(a) berdasarkan khasanah tradisi, maka lobang hitam kehidupan menganga yang akan menelan anak cucu di masa yang akan datang.
Momentum pilkada ini harus dijadikan momentum terpenting oleh kaum seniman akademisi dan pelaku kebudayaan, bahwa perubahan arah harus diciptakan dan hal itu merupakan tanggungjawab moral kita semua.

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.