Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Ricuh Demo 26 Agustus 2024

Legislator: Demo Mahasiswa Kawal Putusan MK Cara Rakyat Rawat Konstitusi

Namun, keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menetapkan putusan nomor 60 dan 70 akhirnya membuat DPR RI tunduk. Meski begitu, gelombang aksi tak me

Penulis: Faqih Imtiyaaz | Editor: Edi Sumardi
Tangkap Layar Youtube Tribun Timur
Ketua Bappilu Partai Demokrat Sulsel, Andi Januar Jaury Dharwis 

Laporan jurnalis Tribun-Timur.com, Faqih Imtiyaaz

MAKASSAR, TRIBUN-TIMUR.COM - Kota Makassar, Sulsel kembali menjadi pusat perhatian dengan aksi besar-besaran yang digelar ribuan mahasiswa

Mereka turun ke jalan untuk menyuarakan keresahan terhadap nasib demokrasi di Indonesia.

Aksi ini dipicu langkah DPR RI yang berupaya melanjutkan revisi Undang-Undang (RUU) Pilkada, meski mendapat penolakan luas.

Namun, keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menetapkan putusan nomor 60 dan 70 akhirnya membuat DPR RI tunduk.

Meski begitu, gelombang aksi tak mereda.

Kali ini, sorotan tertuju pada Presiden Jokowi.

Pada 23 Agustus lalu, aksi demonstrasi di Jl Urip Sumoharjo dan Jl AP Pettarani berujung ricuh.

Legislator DPRD Sulsel dari Partai Demokrat, Andi Januar Jaury Dharwis menyatakan bahwa gejolak yang terjadi merupakan cerminan kekecewaan masyarakat.

LBH: Demonstran di Makassar Ditendang dan Dipukul Oknum Aparat, Banyak Luka

Menurutnya, upaya DPR RI yang terkesan ingin mengelak dari putusan MK menjadi pemicu kemarahan publik.

"Rakyat yang diwakili oleh mahasiswa sangat paham betul bagaimana menjaga konstitusi. Konstitusi adalah pembela rakyat," ujar Andi Januar Jaury kepada Tribun-Timur.com, Kamis (29/8/2024).

Ia menegaskan bahwa keputusan MK bersifat final dan harus dilaksanakan.

Bahkan, setiap rancangan undang-undang pun harus merujuk pada putusan konstitusi.

Ketua Bappilu Partai Demokrat Sulsel itu menilai kemarahan masyarakat bukan hanya soal RUU Pilkada, tetapi merupakan akumulasi kekecewaan terhadap pemerintah, terutama selama periode kedua Jokowi. Gelombang aksi yang terus berlanjut meski RUU Pilkada dibatalkan menandakan adanya krisis kepercayaan masyarakat.

Baca juga: Presiden BEM Hukum UMI: Sistem Pemerintahan di Indonesia Seperti Kerajaan

"Jika mahasiswa masih mengawal implementasi putusan MK terkait pilkada, itu karena pengalaman mereka dengan pembentukan UU Omnibus Law yang disahkan tengah malam. Rakyat akan terus mengawasi hingga penutupan pendaftaran calon kepala daerah," tegasnya mengatakan.

Sebagai wakil rakyat, Januar menyatakan bahwa DPRD Sulsel harus terus mengawal aspirasi masyarakat, bukan hanya terkait RUU Pilkada, tetapi juga banyak catatan undang-undang lainnya yang harus diperhatikan. Menurutnya, pembentukan UU dan peraturan turunannya adalah kewenangan bersama dari DPR RI, DPRD Provinsi, hingga masyarakat.

"DPRD Sulsel akan terus menyampaikan reaksi masyarakat terkait UU Pilkada dan UU lainnya kepada DPR RI, agar partisipasi publik lebih diperhatikan dalam setiap perancangan peraturan perundang-undangan," lanjutnya.

Januar menilai aksi demonstrasi di Makassar sebagai bukti bahwa warga kota ini aktif dalam menjalankan proses demokrasi.

Suara rakyat disampaikan dan dipertimbangkan untuk menegakkan konstitusi. 

Namun, ia juga memberikan perhatian khusus pada minimnya partisipasi masyarakat dalam tahap pilkada.

"Apakah tahapan pilkada, sebagai bagian dari demokrasi, sudah melibatkan masyarakat secara partisipatif? Pemilukada yang merupakan aktualisasi demokrasi itu sendiri terbatasi oleh pilihan yang ada, yang mungkin belum sesuai harapan rakyat," ungkapnya.

Ia menyoroti bahwa minimnya partisipasi masyarakat dalam menjaring pemimpin berpotensi melahirkan calon pemimpin yang hanya berasal dari kesepakatan elit partai politik.

Hal ini menjadi tantangan lain dalam demokrasi yang harus diatasi melalui suara-suara masyarakat.(*)

 

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved