Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

UMI

UMI Makassar Kini Punya 84 Profesor, Rektor Prof Sufirman Target Sampai 88

Akselerasi pendidikan para dosen UMI memang menjadi perhatian Rektor Prof Sufirman Rahman.

Penulis: Faqih Imtiyaaz | Editor: Hasriyani Latif
ist
Rektor UMI Prof Sufirman Rahman (tengah). Prof Sufirman menargetkan jumlah profesor di UMI bisa menembus angka 88 orang. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Jumlah profesor di Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar terus bertambah.

Saat ini, UMI telah memiliki 84 profesor.

Akselerasi pendidikan para dosen UMI memang menjadi perhatian Rektor Prof Sufirman Rahman.

"Sejak saya dilantik rektor november 2023, Profesor UMI dikukuhkan sudah berjumlah 18 orang dan hari ini bertambah satu orang," kata Prof Sufirman Rahman saat mengukuhkan Prof Askari Razak di Auditorium Al-Jibra, Kampus UMI, Jl Urip Sumoharjo, Makassar, Jumat (23/8/2024)

Prof Sufirman menargetkan jumlah profesor di UMI bisa menembus angka 88 orang.

Artinya empat orang lagi maka target Prof Sufirman bisa tercapai.

"Penambahan Sumber daya profesor menunjukkan indikator pencapaian peningkatan kapasitas dan kualitas pembelajaran," kata Prof Sufirman.

Baca juga: Askari Razak Raih Gelar Profesor Hukum di UMI Usai Kaji Pelayanan Publik Pemerintah

Dalam anugerah Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) IX award berhasil menyabet penghargaan sebagai kampus penyumbang profesor terbanyak di wilayah IX.

LLDikti IX meliputi wilayah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara.

UMI memang baru saja menambah jumlah profesor.

Askari Razak SH MH kini resmi menyandang gelar Profesor Bidang Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI).

Prof Askari Razak menjalani pengukuhan Profesor di Auditorium Al-Jibra, Kampus UMI, Jl Urip Sumoharjo pada Jumat (23/8/2024).

Pidato berjudul "Urgensi Pelayanan publik sebagai Penguatan Otonomi Daerah dalam Mewujudkan Tujuan Nasional" dilantangkan Prof Askari Razak.

Prof Askari Razak menilai ada persoalan pemerintah yang berdampak pada ketimpangan struktur social ekonomi.

Persoalan utama terkait belum optimalnya pelayanan publik dalam pemerintahan.

Kondisi ini disayangkan terjadi dari pemerintah daerah sampai tingkat pusat.

"Persoalan ini muncul Ketika pemerintah masih posisikan diri penguasa dibanding pelayan. Sehingga masyarakat cenderung tampil jadi pelayan pemerintah," jelas Prof Askari Razak.

Distorsi tersebut membatasi ruang gerak dan prakarsa pemda dalam optimalkan penguatan otonomi daerah (Otda).

"Lebih jauh membatasi hak masyarakat yang bersifat fundamental untuk mendapatkan pelayanan publik sebagaimana diatur UU no 25 tahun 2009," lanjutnya.

Prof Askari melihat persoalan ini sangat fundamental sebab berefek pada perkembangan negara.

Otda disebutnya bisa menjadi solusi untuk optimalisasi pelayanan publik.

Sebab pemerintah daerah punya kuasa untuk mengatur dan mengelola kebijakan secara mandiri.

"Salah satu tujuan pelayanan publik yakni mendekatkan pelayanan ke masyarakat. Harapan kita dengan otonomi daerah maka pelayanan publik semakin bagus," jelas Prof Askari.(*)

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved