Opini
Pilkada dan Kebangkitan Masyarakat Sipil
Pembangunan gerakan masyarakat sipil yang tangguh itu tidaklah mudah. Butuh perjuangan puluhan tahun pula untuk menggeser Orba.
Mereka cenderung melayani pemodal. Fokus mereka adalah investasi.
Disamping itu, ruang-ruang demokratis tak diciptakan, bahkan cenderung ditutup.
Sehingga, masyarakat sipil dari berbagai lapisan tak punya ruang membangun negosiasi kepentingan dengan pemerintah setempat.
Kebangkitan Masyarakat Sipil
Dengan kondisi demikian, apa yang harus dilakukan? Momentum pilkada 2024 harus dijadikan pintu membangkitkan masyarakat sipil kembali.
Kelompok masyarakat sipil harus terkonsolidasi untuk memunculkan kekuatan politiknya sebagai upaya membangun politik demokratis.
Masyarakat sipil tak boleh membiarkan kekuasaan di daerah-daerah dikelolah secara serampangan tanpa memperhitungkan bagaimana mengakomodasi kepentingan masyarakat sipil dalam program-program pembangunan dilevel lokal.
Momentum pilkada 2024 harus menjadi arena menegosiasikan kepentingan masyarakat sipil setidaknya dalam masa lima tahun.
Dengan demikian, jelang pilkada 2024 ini masyarakat sipil harus membangun skema bersama untuk meneguhkan kedaulatan oroginalanya.
Arah pergerakannya jelas untuk kemashlahatan masyarakat sipil pasca pilkada.
Mereka tak boleh lagi diibaratkan pendorong mobil mogok dalam perhelatan pilkada sebagaimana yang lalu-lalu.
Setelah mobil mogok didorong dan mesinnya menyala, mobilnya melaju tanpa menyertakan sang pendorong. Dengan demikian, kebangkitan masyarakat sipil begit perlu.
Untuk tujuan itu, perlu sejumlah prasyarat. Pertama, perlu ada inisatif pengorganisasian kelompok masyarakat sipil di seluruh daerah. Ini penting agar garis komando masyarakat sipil tak pecah-pecah sehingga memungkinkan terlerai.
Kedua, kelompok masyarakat sipil harus produktif merumuskan persoalan-persoalannya ditingkat lokal—terutama persoalan yang terkait dengan tingkat kesejahteraan dan pelayanan pemerintah.
Persoalan-persoalan ini kemudian dikonsolidasikan secara rutin hingga kemudian dijadikan sebagai alat bargaining position pada kontestan pilkada.
Ketiga, kelompok masyarakat sipil harus membangun jaringan produktif dengan sejumlah kalangan yang pro pada perjuangannya dan demokratisasi. Sejumlah kelompok strategis diantaranya; media massa, perguruan tinggi, Ormas, aktifis mahasiswa dan LSM.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.