Jamaah Islamiyah Bubar
Berat untuk Membubarkan Jamaah Islamiyah tapi Tak Boleh Baper
Bubarnya Jamaah Islamiyah (JI) pada 30 Juni 2024 memicu banyak pendapat skeptis dan keraguan dari berbagai pihak. Keputusan yang tiba-tiba ini
Kedua, di persidangan terbukti para pelaku ini, istilahnya bekerja sama langsung dengan Al Qaeda, dan tidak bekerjasama dengan manajemen JI.
Jangan lupa, iklim perjuangan masa itu, umat Muslim mengalami banyak persekusi di Afghanistan, Bosnia Herzegovina, dan narasi yang muncul adalah pembelaan umat muslim.
Jadi ini conditio sine qua non dan membentuk pribadi yang ingin solidaritas dengan mereka.
Nah ketika kita menjelaskan dengan cara-cara santun, InshaAllah akal sehat dan argumentasi ini akan menang, tidak dengan perasaan-perasaan baper.
Keluarga-keluarga pelaku yang masih hidup pun juga tidak masanya lagi diperlakukan disudutkan.
Karena misinya mengintegrasikan anak-anak ini jadi bagian bangsa.
T : Benarkah ada kader JI yang bersembunyi, atau jadi DPO, kemudian bersilaturahmi ke Ustadz Siswanto setelah mendengar JI bubar?
AM : Benar, dan saya mengungkapkan fakta-fakta saja.
Posisi jamaah ini di hadapan negara ini seperti ini kasusnya sudah demikian banyak.
Fakta persidangan saya melihat langsung. Lalu saya sampaikan dengan bahasa-bahasa seperti ini.
Kamu dalam situasi seperti itu, saya sampaikan fakta. Kamu melanjutkan seperti itu, saya tidak akan memaksa.
Pikirkan, mau seberapa lama lagi.
Pikirkan keluargamu, istrimu anak-anakmu.
Sampai kapan dan berapa lama kamu akan terpisah dalam situasi ini.
Tapi saya tidak memaksa, silakan pikirkan baik-baik.
Sekiranya kamu perlu komunikasi dengan saya, silakan komunikasi.
Dengan cara komunikasi seperti itu, mereka akhirnya menyadari, dan memahami.
Oh iya Ustadz kami percaya.
T : Ada nggak yang kemudian menegakkan kepalanya (berontak)?
AM : Awalnya ada yang seperti itu.
Tapi kita tetap saja sampaikan dengan cara santun.
Ndak papa kamu mau seperti itu, tapi kalau jumlah besar senior kembali ke negara, kamu mau sama siapa.
Kami bisa berdiri seperti para senior ini…kalau kira-kira sanggup..hehehehehe!
Tapi InshaAllah sejauh ini mereka bersedia mendengar.
Kadang-kadang memerlukan waktu.
Bisa dibayangkan, sudah bertahun-tahun, berpuluh tahun seperti ini, tiba-tiba kereta berhenti.
Ndak main-main.
Beritanya ke dalam aja besar, apalagi keluar.
T : Saya kira-kira ini akan semakin menggaung, apalagi tokoh-tokoh seperti Ustadz Siswanto dan Ustadz Anshori begitu terbuka.
AM : Mudah-mudahan, saya kira harapannya begitu, kita ingin membantu mengintegrasikan mereka, kami tidak ingin mewariskan kepada anak-anak kami itu stigma.
Karena mungkin kekeliruan dan salah langkah para orang tua ini, mereka teralienasi, potensinya tidak bisa disumbangkan ke hal positif.
T : Bagaimana dengan mereka yang dulu kader JI melakukan aksi kekerasan atas inisitiaf pribadi, apakah juga akan direngkuh atau berlepas diri?
AM : Upaya pertama kami adalah komunikasi, dan pintu pertamanya adal kesediaan komunikasi dan bersedia mendengar.
Bahkan mereka mungkin lebih berhak daripada yang lain.
T : Apakah selama ini sebelum 30 Juni 2024 mereka sudah dianggap di luar organisasi? Atau masih anggota?
AM : Mungkin mereka-mereka itu tidak terlibat dalam struktur, wong saya saya juga tidak di dalam struktur.
Tapi bahwa mereka bagian dari keluarga pertama jamaah, dan kaum Muslimin yang punya hak lebih dekat daripada yang lain, tidak akan kami tinggalkan.
Kalau ada yang tercecer, kita akan sisir lagi nanti, tentu setelah negara lebih percaya lagi.
T : Tentu butuh pembuktian ya?
AM : Makanya selalu ada yang bilang, ini serius nggak, ini strategi saja, ada yang ragu, ini jangan-jangan taqiyah, ada pertanyaan datang dari banyak pihak.
Tapi kami tidak ragu-ragu menjawab. Kami berangkat dari kejujuran, juga kejujuran berkomunikasi. Kalau ndak jujur kan ndak jadi teman toh…hehehehe.
T : Secara pribadi apa pandangan Ustadz terhadap mereka yang melakukan aksi kekerasan di masa lalu?
AM : Itu kan persoalan ijtihadi ya.
Jadi persoalan jihad yang dilakukan organisasi lain seperti Muhammadiyah dan NU, mengambil ijtihad kenegaraan, tapi kan ada pihak lain yang menganggap ini kurang syarii.
Jadi kalo kedua ijtihad ini dilakukan sepadan, tentu sah-sah saja.
Tentu karena berjalannya waktu, oh pertumpahan darah kaum muslimin, bangsa tercabik, ini jadi tersia-siakan. Kan begitu.
Ada satu pengalaman berharga dalam sejarah.
Dulu setelah Ali bin Abu Thalib dibunuh orang khawarij, Hasan bin Ali jadi khalifah berikutya, yang konflik sejatinya sesungguhnya dengan Muawiyyah.
Hanya karena Ali dan Muawiyyah berdamai di Sifin, orang khawarij tidak terima, sehingga Ali dibunuh. Muawiyyah akan dibunuh juga tapi gagal.
Hasan sebagai pengganti Ali lalu melakukan perdamaian dengan Muawiyah.
Hasan berdamai karena melihat darah kaum muslimin tumpah di mana-mana.
Makanya ketika terjadi perdamaian itu para ulama melihat amuljamaah, kembali bersatunya kaum muslimin dari jamaah Muawiyyah di Damaskus dengan jamaah Ali bin Abu Tholib dan Hasan bin Ali Abu Tholib.
Di sinilah beliau dipuji. Artinya, kadang bentuk perdamaian melihat pada apa yang menimpa umat. Kita mengambil itibar dari kejadian itu.
Jangan anak bangsa ini terus menerus, kalaulah ini dianggap ijtihad, terbukti friksi terjadi, luka seperti itu, ini harus diakhiri.
Jangan sampai kemudian umat muslim dianggap masih punya masalah dengan negaranya.(*)
Kembali ke Pangkuan Ibu Pertiwi, 140 Jamaah Islamiyah Sulawesi Serahkan Senjata ke Kapolda Sulsel |
![]() |
---|
Jamaah Islamiyah Sulawesi ‘Kembali’ ke NKRI, Imtihan Syafii :Hasil Kajian Kami Harus Bubar |
![]() |
---|
140 Anggota Jamaah Islamiyah Sulawesi Bubar dan Kembali ke ‘Pelukan’ NKRI |
![]() |
---|
Siasat Sabarno 10 Tahun Sabar Hindari Kejaran Densus 88 Antiteror Polri |
![]() |
---|
Sabarno Menyerahkan Diri Setelah 10 Tahun Jadi Buron Densus 88 Antiteror Polri |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.