Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

SYL Divonis 10 Tahun Penjara, Simak 5 Pejabat Lain Anak Buah Jokowi Terlibat Korupsi

Sejak kepemimpinan Jokowi,  sudah enam menteri divonis bersalah kasus dugaan korupsi.

Editor: Ansar
Kolase Tribun-timur.com
Kolase menteri era Jokowi divonis bersalah kasus korupsi. 

TRIBUN-TIMUR.COM - Daftar nama menteri era Presiden Jokowi divonis penjara gegara kasus korupsi.

Sejak kepemimpinan Jokowi,  sudah enam menteri divonis bersalah kasus dugaan korupsi.

Terbaru Syahrul Yasin Limpo mantan Menteri Pertanian periode 2019-2023.

Mantan Gubernur Sulsel divonis 10 tahun penjara.

Syahrul Yasin Limpo menambah daftar menteri kabinet Jokowi yang tersandung kasus korupsi.

Sebelumnya ada nama mantan Menteri Sosial Idrus Marham, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi.

Kemudian mantan Menteri Kelautan Edhy Prabowo, Menteri Sosial Juliari Batubara, dan terbaru mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.

Berikut rekam jejaknya:

1. Idrus Marham

Muhammad Idrus Marham, M.Sc. (lahir 14 Agustus 1962) adalah seorang politisi Indonesia yang dulunya berasal dari kalangan akademisi.

Setelah mengundurkan diri sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) untuk periode 2009-2014 pada tanggal 8 Juni 2011, karena menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Partai Golongan Karya (Golkar).

Ia dilantik sebagai Menteri Sosial pada 17 Januari 2018.

Idrus mengundurkan diri dari jabatan Mensos pada 24 Agustus 2018 terkait kasus korupsi.

Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Idrus Marham sebagai tersangka korupsi. Idrus diduga menerima suap terkait proyek pembangkit listrik 35 ribu megawatt bersama dengan Anggota DPR-RI Eni Maulani Saragih.

Penetapannya sebagai tersangka merupakan pengembangan dari operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK terhadap Eni Maulani sebelumnya. Idrus diduga telah menerima janji untuk mendapatkan bagian yang sama dengan EMS sebesar 1,5 juta dollar dari pengusaha Johannes Kotjo.

Setelah diketahui dirinya ditetapkan sebagai tersangka, Idrus langsung mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Menteri Sosial.

Idrus menjadi menteri Kabinet Kerja pertama yang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi.

Pada Selasa, 23 April 2019 Idrus Marham akhirnya divonis 3 tahun penjara dan denda Rp150 juta subsider 2 bulan kurungan. Idrus dinilai secara sah dan membuktikan melanggar Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Hukuman bagi Idrus Marham diperberat menjadi 5 tahun penjara dan denda sebesar Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan pada sidang di tingkat banding.

Namun, ia kemudian mendapat pengurangan hukuman setelah Mahkamah Agung (MA) mengabulkan kasasi yang diajukan pengacara Idrus Marham.

Menurut putusan hakim MA pada 2 Desember 2019 tersebut, Idrus dinilai bukan sebagai unsur penentu dalam kasus korupsi tersebut.

2. Imam Nahrawi Menpora periode 2014-2019

Imam Nahrawi (lahir 8 Juli 1973) adalah seorang politikus berkebangsaan Indonesia. Ia menjabat sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga yang dilantik pada 27 Oktober 2014 hingga mengundurkan diri pada 20 September 2019 setelah dijadikan sebagai tersangka kasus suap dana hibah KONI oleh KPK.

Di Partai Kebangkitan Bangsa sebelumnya menjabat sebagai Sekretaris Jenderal DPP Partai.

Namun Imam Nahrawi merupakan salah satu Menteri yang terjerat korupsi di bawah Presiden Joko Widodo dalam kasus suap dana hibah KONI dan divonis 7 tahun penjara dengan denda 400.000.000 dan mengembalikan RP. 18,15 miliar.

3. Edhy Prabowo

Edhy Prabowo, S.E., M.M., M.B.A. (lahir 24 Desember 1972[1]) adalah politikus Indonesia yang berasal dari Partai Gerakan Indonesia Raya (Partai Gerindra).

Edhy pernah menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia di Kabinet Indonesia Maju pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin sejak 23 Oktober 2019 hingga pengunduran dirinya pada 25 November 2020.

Pada 25 November 2020 dini hari, Edhy Prabowo sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan ditahan bersama istri dan kedua stafnya oleh penyidik dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan kasus korupsi ekspor benur setelah lawatan kunjungan kerja ke Amerika Serikat.

Edhy menjadi menteri pertama dan tercepat dalam penangkapannya di pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin.

4. Juliari Batubara

Juliari Peter Batubara, M.B.A. (lahir 22 Juli 1972) adalah Menteri Sosial Kabinet Indonesia Maju sejak 23 Oktober 2019 hingga terjerat kasus korupsi dana Bantuan Sosial COVID-19 pada tanggal 6 Desember 2020.

Sebelumnya ia pernah menjabat sebagai anggota DPR dari PDIP dalam dua periode masa jabatan untuk daerah pemilihan Jawa Tengah I.

Ia duduk di Komisi VI yang menangani Perdagangan, Perindustrian, Investasi, Koperasi, UKM dan BUMN, serta Standardisasi Nasional.

Pada 6 Desember 2020 dini hari, Juliari ditetapkan sebagai tersangka korupsi bantuan sosial COVID-19 oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Juliari diduga menerima biaya sebesar Rp 10.000 untuk masing-masing paket bantuan sosial COVID-19 di wilayah Jabodetabek.Selain Juliari, terdapat 4 orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka, baik dari pihak Kementerian Sosial maupun swasta.

Akibat melakukan korupsi dalam masa krisis sebagai dampak pandemi, Juliari terancam hukuman mati.

Pada 9 Agustus 2021, Juliari meminta keringanan hakim dalam menjatuhkan vonis, serta mengklaim dampak dari vonis tersebut memberatkan keluarga dan anak-anaknya.[13]

Pada 23 Agustus 2021,Juliari mendapatkan vonis penjara selama 12 tahun dan membayar kerugian negara sebesar 14,5 Miliar serta dicabut hak politiknya selama 4 tahun.

5. Johnny Gerard Plate

Johnny Gerard Plate, S.E. (lahir 10 September 1956) adalah politikus dan pengusaha Indonesia yang menjabat Menteri Komunikasi dan Informatika Indonesia pada Kabinet Indonesia Maju sejak 2019 hingga 2023.

Sebelumnya, ia menjabat di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia selama lima tahun, dan terpilih kembali untuk masa jabatan kedua pada pemilihan umum 2019.

Ia merupakan lulusan Universitas Katolik Atma Jaya dan memulai bisnis alat-alat perkebunan pada awal 1980-an.

Sejak 2013, ia bergabung ke Partai Kesatuan Demokrasi Indonesia (PKDI), di mana ia kemudian diangkat menjadi Ketua Mahkamah PKDI.

Pada masa berikutnya, dia pindah ke Partai NasDem di mana ia kemudian diangkat menjadi Sekretaris Jenderal Partai NasDem.

Johnny G. Plate beragama Katolik dan menikah dengan Maria Ana serta memiliki tiga orang anak.

Pada tanggal 23 Oktober 2019, ia dilantik menjadi Menteri Komunikasi dan Informatika untuk Kabinet Indonesia Maju.

Pada 17 Mei 2023, Johnny ditangkap atas tuduhan korupsi.[5] Kejaksaan Agung Republik Indonesia secara resmi menetapkannya sebagai tersangka kasus korupsi senilai Rp 8 triliun terkait proyek Base Transceiver Station antara tahun 2020 dan 2022.

Mahfud MD diangkat sebagai Pelaksana Tugas Menteri Komunikasi dan Informatika setelahnya.

Pada tanggal 17 Mei 2023, Johnny ditahan karena terlibat dalam kasus korupsi proyek penyediaan infrastruktur Base transceiver station 4G infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 Bakti Kominfo tahun 2020–2022. Kerugian yang diperkirakan mencapai 8 triliun rupiah.

6. Syahrul Yasin Limpo

Mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo divonis 10 penjara dalam kasus pemerasan.

Vonis dibacarakan Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (11/7/2024).

Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman kepada Syahrul Yasin Limpo selama 10 tahun penjara.

SYL dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum telah melakukan pemerasan di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan) RI.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Syahrul Yasin Limpo dengan pidana penjara selama 10 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan," kata Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (11/7/2024).

"Dan pidana denda sebesar Rp 300 juta subsidair pidana kurungan selama 4 bulan," sambung hakim.

Majelis Hakim menilai, SYL dan anak buahnya telah melanggar Pasal 12 huruf e Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan Pertama.

Selain pidana badan, eks Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) itu juga dijatuhi pidana denda sebesar Rp 500 juta subsidiair pidana enam bulan kurungan.

SYL juga turut dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti kepada negara sebesar Rp 44.269.777.204 dan 30.000 dollar Amerika Serikat (AS) subsider 4 tahun kurungan.

Dalam perkara ini, SYL disebut memberikan perintah kepada eks Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan Kasdi Subagyono dan eks Direktur Alat dan Mesin Pertanian (Alsintan) Kementan Muhammad Hatta, Staf Khusus (Stafsus) Mentan Bidang Kebijakan Imam Mujahidin Fahmid, dan ajudannya, Panji Harjanto untuk mengumpulkan uang.

Pengumpulan dari patungan atau sharing para pejabat eselon I di lingkungan Kementan RI melalui orang kepercayaan SYL ini dilakukan untuk memenuhi kepentingan pribadi dan keluarganya.

Dalam perintahnya, SYL meminta adanya jatah 20 persen dari anggaran di masing-masing sekretariat, direktorat, dan badan pada Kementan RI.

Ia disebut mengancam anak buahnya bajal dipindahtugaskan atau di-non-job-kan jika tidak melaksanakan perintah tersebut.

KPK sebelumnya meyakini majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta bakal menjatuhkan hukuman terhadap SYL sesuai dengan tuntutan tim jaksa.

Diketahui, jaksa menuntut SYL dihukum 12 tahun pidana penjara dan denda Rp500 juta serta membayar uang pengganti Rp44,7 miliar.

"KPK berkeyakinan dan berharap majelis hakim dapat mengabulkan apa yang menjadi tuntutan rekan-rekan JPU KPK," kata Jubir KPK Tessa Mahardhika kepada wartawan, Kamis (11/7/2024).

Keyakinan tersebut didasari dengan bukti-bukti yang telah dibeberkan jaksa KPK selama proses persidangan perkara dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi yang menjerat SYL.

KPK meyakini majelis hakim akan menjatuhkan putusan secara objektif berdasarkan fakta-fakta persidangan.

"KPK memiliki keyakinan bahwa majelis hakim telah menilai secara objektif seluruh fakta-fakta yang disampaikan tim jaksa KPK melalui tuntutan," katanya.

Diketahui, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjadwalkan membacakan amar putusan terhadap SYL dalam persidangan pada hari ini.

Sebelumnya, jaksa KPK menuntut SYL dihukum 12 tahun pidana penjara dan denda Rp500 juta serta membayar uang pengganti Rp44,7 miliar.

Selain SYL, dua terdakwa lainnya, yakni mantan Sekjen Kementan Kasdi Subagyono dan mantan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Muhammad Hatta juga akan menghadapi sidang pembacaan putusan pada hari ini.

"Kami sudah jadwalkan untuk pembacaan putusan pada Kamis, 11 juli 2024,” jelas hakim ketua Rianto Adam Pontoh dalam persidangan, Selasa (9/7/2024).

Dalam perkara ini, jaksa mendakwa SYL memeras anak buahnya dan menerima gratifikasi senilai Rp44,5 miliar. Perbuatan itu dilakukan SYL bersama Kasdi Subagyono dan Muhammad Hatta.

Jaksa mendakwa uang puluhan miliar dari hasil gratifikasi dan pemerasan di Kementan dipergunakan untuk kepentingan pribadi SYL serta keluarganya.

Beberapa di antaranya untuk kado undangan, Partai Nasdem, acara keagamaan, charter pesawat, bantuan bencana alam, keperluan ke luar negeri, umrah, dan kurban.

Selain kasus pemerasan dan gratifikasi, SYL juga dijerat KPK dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang saat ini masih dalam proses penyidikan.

Dalam kasus itu, KPK menduga SYL menyembunyikan atau menyamarkan hasil korupsi di Kementan.

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved