Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Korupsi PT Timah

Kejagung Disorot soal Hitungan Kasus Korupsi Timah, Andy Inovi Nababan Ungkap Kejanggalan

Kerugian negara sebesar Rp 300 triliun dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah masih menjadi pembicaraan hangat di kalangan masyarakat.

|
Editor: Edi Sumardi
DOK TRIBUNNEWS.COM
Penasihat hukum bos timah di Bangka Belitung Tamron alias Aon, Andy Inovi Nababan 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla

JAKARTA, TRIBUN-TIMUR.COM - Kerugian negara sebesar Rp 300 triliun dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah masih menjadi pembicaraan hangat di kalangan masyarakat.

Namun, dasar perhitungannya diprotes oleh tersangka, yaitu bos timah di Bangka Belitung, Tamron alias Aon, melalui penasihat hukumnya.

Pasalnya, perhitungan kerugian negara dalam kasus ini, khususnya yang berasal dari kerugian ekologis sebesar Rp 271 triliun, menggunakan Peraturan Menteri LHK Nomor 7 Tahun 2014.

Menurut pihak Aon, peraturan tersebut seharusnya digunakan untuk penyelesaian sengketa perdata lingkungan.

"Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2014 itu adalah mekanisme untuk menghitung ganti kerugian terkait penyelesaian sengketa perdata lingkungan. Nah kenapa itu dipakai untuk kasus tindak pidana korupsi? Itu sudah jelas salah," ujar penasihat hukum Aon, Andy Inovi Nababan dalam wawancara khusus dengan Tribunnews.com, Rabu (26/6/2024).

Menurut Andy, awal mula terbentuknya Peraturan Menteri LHK tersebut untuk melengkapi Pasal 90 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Bunyi pasal tersebut sebagai berikut:

(1) Instansi pemerintah dan pemerintah daerah yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup berwenang mengajukan gugatan ganti rugi dan tindakan tertentu terhadap usaha dan/atau kegiatan yang menyebabkan pencemaran kerusakan lingkungan dan/atau hidup yang mengakibatkan kerugian lingkungan hidup.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerugian lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

"Apa bunyi Pasal 90? Bunyi Pasal 90 adalah hak gugat pemerintah. Gugat sudah jelas perdata, dalam sengketa lingkungan," katanya.

Selain penggunaan peraturan, pihak yang melakukan penghitungan kerugian negara juga mendapat sorotan.

Sebagaimana diketahui, kerugian negara dalam kasus ini dihitung oleh ahli dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Bambang Heru serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Mereka dalam hal ini berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung sebagai pihak yang melakukan penyidikan.

Bambang Heru sebagai ahli lingkungan, menghitung kerugian ekologis dari kerusakan lingkungan yang mencapai Rp 271 triliun. Sedangkan BPKP menemukan kerugian negara dalam kasus ini dari segi harga sewa smelter dan pembayaran bijih timah ilegal

Halaman
123
Sumber: Tribunnews.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved