Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Tapera

Buruh di Makassar Terbebani ‘Tapera’

KSPSI Sulsel kembali menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor DPRD Sulsel, Makassar, Sulawesi Selatan.

|
ISTIMEWA
Ilustrasi -  Kelompok buruh mengatasnamakan diri Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Sulawesi Selatan (Sulse) mengaku terbebani dengan kebijakan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Kelompok buruh mengatasnamakan diri Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Sulawesi Selatan (Sulse) mengaku terbebani dengan kebijakan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Sebagai bentuk penolakan, KSPSI Sulsel kembali menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor DPRD Sulsel, Makassar, Kamis (20/6/2024) kemarin.

Mereka menuntut Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tapera dibatalkan. 

Kebijakan ini merupakan perubahan dari PP Nomor 25 Tahun 2020 dan merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tapera.

Buruh di Makassar menilai kebijakan ini hanya akan menambah beban para pekerja. 

Mengingat mereka harus membayar iuran sebesar 3 persen dari gaji (2,5 persen dari pekerja dan 0,5 persen dari pengusaha).

"Kebijakan Tapera ini tidak berpihak pada kami, para pekerja. Sebaliknya, kami merasa semakin terbebani dengan adanya aturan ini," ungkap Koordinator Aksi, Ahmad Zulfikar.

Baca juga: BREAKING NEWS: Tolak Tapera, HMI Gowa Raya Demo Depan UINAM Jl Sultan Alauddin Makassar

Menurutnya, aksi ini salah satu bentuk kekecewaan para buruh terhadap pemerintah yang dianggap tidak mendengarkan aspirasi mereka. 

KSPSI Sulsel menilai, pemerintah seharusnya fokus pada kebijakan yang benar-benar membantu kesejahteraan pekerja, bukan menambah beban finansial mereka.

Reaksi keras dan gelombang aksi demonstrasi menolak Tapera dengan tegas disampaikan berbagai konfederasi dan federasi serikat pekerja/serikat buruh dari pusat hingga daerah, menuntut pemerintah mencabut PP Nomor 21 Tahun 2024.

Serikat pekerja/serikat buruh berpendapat bahwa pemerintah tidak menunjukkan perhatian dan itikad baik untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dengan membuat regulasi yang lebih baik. 

"Ini menandakan pemerintah tidak berpihak pada pekerja/buruh, justru menambah daftar penderitaan kami yang berkepanjangan," tegasnya.

Baca juga: Kisruh Tapera: Saat Hunian Layak Jauh dari Jangkauan

Di samping itu, UU Omnibus Law Cipta Kerja belum dicabut dan masih banyak aturan yang memberatkan.

Seperti aturan di BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan  dihubungkan dengan berbagai instansi serta kepolisian untuk dijadikan persyaratan pengurusan administrasi lainnya.

Belum lagi kenaikan BBM, listrik, gas, dan pajak yang membuat kondisi kami semakin sulit.

Halaman
12
Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved