Penyebab Mahfud MD Sebut Indonesia Emas Sulit Dibangun, 'Jangan Mimpi'
Omong kosong Indonesia Emas 2045 terwujud jika kondisi ini terus terjadi dan dibiarkan.
TRIBUN-TIMUR.COM - Program Indonesia Emas 2045 yang digaungkan pemerintah dinilai mantan Menko Polhukam Mahfud MD akan sulit terwujud.
Terlebih jika hukum dan demokrasi di Indonesia tidak ditegakkan berimbang.
"Jika demokrasi dan hukum tidak dibangun dan ditegakkan secara seimbang, maka sulit bagi kita membangun Indonesia Emas itu. Jangan mimpi Indonesia Emas," kata Mahfud MD saat menjadi pembicara kunci pada acara Sekolah Hukum di Sekolah Partai PDIP, Jakarta, Jumat (14/6/2045) lalu.
Mahfud MD lalu mengutip istilah Presiden Pertama RI Soekarno yang menjelaskan, menuju Indonesia Emas baru bisa terwujud melalui jembatan emas.
Namun, menurut Mahfud MD, saat ini visi itu sulit terwujud.
Lantaran konstruksi jembatan emas telah dirusak oleh kesewenang-wenangan dalam demokrasi.
"Jangan mimpi Indonesia Emas, jembatan emasnya pun sudah dicuri," tutur Mahfud MD.
"Mur-murnya itu sudah dicuri sekarang jembatan emas kita itu, sudah dirampas," tambah Mahfud MD.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini mengatakan, usaha untuk mencapai Indonesia Emas membutuhkan proses yang panjang dan bakal melalui berbagai rintangan.
Menurutnya, menuju Indonesia Emas sendiri juga sudah diatur dalam dua Perpres.
"Orang ribut karena Indonesia pada waktu itu sudah punya dua Perpres. Indonesia Emas.
Masak tahun 2030 mau bubar, itu semua omong kosong. Ini Indonesia Emas. Merdeka bersatu itu sudah dihitung oleh lembaga-lembaga internasional," ungkapnya.
"Adil dan kemakmuran bisa diciptakan secara nyata.
Paling tidak usaha-usaha nyatanya tidak dikotori oleh langkah-langkah yang tidak benar," kata Mahfud MD.
Mahfud MD juga berbicara mengenai supremasi hukum.
Menurutnya, hukum sekarang dibuat demi kekuasaan dan untuk kepentingan jangka pendek.
"Pembuatan hukum atau perubahannya sekarang ini sesuai dengan kepentingan politik jangka pendek, kelompok tertentu, dan sesaat," kata Mahfud MD.
Mahfud MD menilai, pembuatan atau perubahan hukum saat ini menjadi gejala yang digunakan tidak berasaskan demokrasi.
Istilah yang ia gunakan adalah rule by the law.
Menurut Mahfud MD, hukum yang dibuat saat ini tanpa demokrasi dan hal itu bakal menimbulkan kesewenang-wenangan.
Karena hukum, katanya, dibuat tanpa menyerap aspirasi.
"Hukum itu harus ada sukma di dalamnya ada keadilan di belakangnya. Nah itu sukmanya bukan harusnya begini, dibuat begini, bukan itu," ungkapnya.
Mahfud MD juga menyinggung soal etika dan moral.
Menurutnya, untuk menegakkan hukum yang demokratis perlu keadilan, bukan sekadar tertuang dalam peraturan.
"Keadilan itu didasarkan pada moral dan etika, agama dan etika Pancasila.
Agama, moral, etika, baru menghadirkan keadilan substantif," ujarnya.
Sebelumnya, Mahfud MD juga menyoroti program Tabungan Perumahan Rakyat (TAPERA).
Diketahui, kebijakan baru yang dikeluarkan pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) ini menjadi pergunjingan di masyarakat hingga disorot media asing.
TAPERA ini diperuntukkan bagi pegawai negeri sipil (PNS).
Kini dengan kebijakan baru, turut diperuntukkan bagi pegawai swasta dan freelance yang gajinya setara Upah Minimum.
Mantan Menko Polhukam Mahfud MD pun turut menyoroti kisruh kebijakan baru TAPERA ini.
Melalui akun X-nya, @mohmahfudmd, Mahfud MD menyarankan pemerintahan Jokowi agar betul-betul mempertimbangkan suara publik.
"Pemerintah perlu betul-betul mempertimbangkan suara publik tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera)," tulis Mahfud MD @mohmahfudmd.
Lanjut Mahfud MD, kalau tidak ada kebijakan jaminan betul-betul akan mendapat rumah dari pemerintah bagi penabung, maka hitungan matematisnya memang tidak masuk akal.
Misalnya, kata dia, orang yang mendapat gaji Rp5 juta per bulan, kalau menabung 30 tahun dengan potongan sekitar tiga persen per bulan, hanya akan mengumpulkan sekitar Rp100 juta.
"Untuk sekarang pun Rp100 juta takkan dapat rumah, apalagi 30 tahun yang akan datang, ditambah bunganya sekali pun," jelasnya.
Untuk orang yang gajinya di atas Rp10 juta pun dalam 30 tahun akan terkumpul hanya sekitar Rp225 juta.
Ini pun pada 30 tahun yang akan datang juga bakal sulit dapat rumah.
"Sekarang pun sulit dapat rumah denga uang Rp225 juta. Ada pun orang yang gajinya Rp 15 juta misalnya lebih baik dibiarkan utk mengambil kredit perumahan (KPR) sendiri sejak sekarang ke Bank-bank Pemerintah.
Mungkin jatuhnya malah lebih murah daripada menabung 3 persen per bulan.
Apa ada kebijakan yang menjamin para penabung untuk betul-betul dapat rumah? Penjelasan tentang ini yang ditunggu publik," pungkas Mahfud MD, dikutip dari Tribun Medan, Kamis (30/5/2024).
"Tentu kita paham, potongan tabungan yang 3 persen untuk Tapera itu ada bunganya, tapi akumulasi bunga itu sepertinya takkan punya arti signifikan bagi keseluruhannya untuk membeli sebuah rumah kelak. Terlebih bagi mereka yang harus berhenti kerja tak sampai 30 tahun, misal, karena pensiun atau sebab lain," sambungnya.(*)
Disclaimer: Judul berita ini telah direvisi karena terdapat kekeliruan di dalamnya.
Daftar 12 Tunjangan Anggota DPR RI Capai Rp50 Juta Per Bulan, Prabowo Minta Hapus |
![]() |
---|
Menko Pangan Zulkifli Hasan Hapus Unggahan IG Lawan Mafia, Apa Ada? |
![]() |
---|
Bupati Sidrap Sambil Duduk Bersama Demonstran Terima Aspirasi Sahkan UU Perampasan Aset |
![]() |
---|
Rumah Sahroni, Eko, Uya Kuya, dan Sri Mulyani Dijarah, Presiden Prabowo: Aparat Tindak Tegas |
![]() |
---|
Perintah Tegas Prabowo ke Kapolri dan Panglima, Sasaran Pendemo Anarkis |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.