Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Kerinduan Pada Masa Lalu

Dunia bola memiliki kenangan manis atas Belanda yang amat digdaya pada tahun 1974 dan 1988.

Editor: Sudirman
DOK PRIBADI
Kolumnis Tribun Timur, Willy Kumurur 

Oleh: Willy Kumurur

Penikmat bola

Mengenang masa lalu yang indah adalah sublimasi atas kenyataan pahit dan membosankan.

Itulah yang dilakukanoleh fans dan publik Belanda akibat kekecewaan mereka pada penampilan membosankan tim negeri tulip itu di bawah asuhan Louis van Gaal di Piala Dunia Qatar 2022.

Dunia bola memiliki kenangan manis atas Belanda yang amat digdaya pada tahun 1974 dan 1988.

Namun sejak itu, Belanda meredup, bahkan tak sanggup lolos ke Euro 2016 dan Piala Dunia 2018.

Ronald Koeman, salahseorang “murid” RinusMichels di Euro 1988, mengembalikan kejayaan De Oranye danlolos ke Euro 2020, namun sayangnya Koeman tidak dapat mengawal Belanda saat itu karena tertarik pada tawaran FC Barcelona.

Ia kini menangani Tim Belanda di Euro 2024 ini dan berjanji untuk tidak menampilkan “boring football”. Tersirat ia ingin membangkitkan nostalgia para fansnya akan cita rasa total football.

Different people find the zone in different ways (orang yang berbeda menemukan jalannya dengancara yang berbeda), demikianlah Ken Robinson dalambukunya The Element.

Tidak demikian halnya dengan Ronald Koeman, manajer pelatih Tim Oranye Belanda.

Dalam meramu timnya, Koeman tetap menerapkan filsafat total football ciptaan legenda RinusMichels.

Total football yang aslinya adalah pressure football diperagakan dengan cantik dan trengginas oleh Johan Cruyffdkk di PialaDunia 1974 serta Marco van Basten, Ruud Gullit, Frank Rijkaard dan Ronald Koeman di PialaEropa 1988.

“Jenderal” Rinus Michels menggambarkan temuannya itudengan metafora, “Janga ntebas lawanmu dengan pedang jika kau bisa menggilasnya dengan tank.”

Demikianlah jargon Michels, dan di balikf ilsafat itu tersimpan jiwa spartan dari sistem total football.

Dengan kata lain, ia ingin mengatakan bahwa secara sederhana konsepnya adalah, “Gilaslah siapa saja yang jadilawanmu. Hancurkan mereka setotal-totalnya.”

Namun ternyata, konsekuensi logis dari filsafat ini adalah hadirnya keindahan.

Lihatlah bagaimana Belanda menggilas lawan dengan trengginas namun indah. Mereka menyuguhkan sepakbola indah, terorganisasi dengan tempo tinggi; sambil memegang teguh dogma dari Sir Alex Ferguson bahwa “pertahanan terbaik adalah menyerang agresif.”

Tesis Ken Robinson tentang The Elementnya mungkin keliru jika melihat bagaimana Koeman memimpin Belanda dalam laga pemanasan menjelang Euro 2024.

Tengoklah bagaimana “tank” Belanda dengan pasukannya membantai Canada dan Islandia masing-masing denganskortelak 4-0. Memphis Depay, Jeremie Frimpong, Wout Weghorst, dan Virgil Van Dijkterlalu “sadis” untuk dihadangtim Canada dan Islandia.

Namun di sisi lain, Robinson benar ketika mengatakan bahwa untuk bisa berada dalam zona yang diinginkan adalah sama dengan berada dalam jantung terdalam dari sebuah elemen.

Yaitu, melakukan apa yang kita sukai dan melibatkan semua kegiatan yang esensial. Semua yang dilakukan oleh Tim Oranye adalah dalam rangka melestarikan trade mark mereka yaitu sistemtotal football.

Kebenaran lain daritesis Robinson adalah bahwa meski kita melakukan semua yang kita sukai, kita dapat saja mengalami frustrasi, kekecewaan pada saat-saat di mana semua yang kita rencanakan tidak berjalan sebagaimana diharapkan.

Mari kita tengok kebelakang, ketika Belanda tampil “mengerikan” di awal-awal PialaDunia 1974, menyingkirkan Brasil juara bertahan ketika itu; namun akhirnya tumbang dari Jerman Barat.

Di bawah asuhan Marco van Basten, murid dan pewaris tahta konseptotal football, Tim Oranye sepertinya akan menjuarai Euro 2008 saat mereka secara cepat dan meyakinkan menggilas Rumania, Italia dan Prancis.

Masing-masing tim tersebut dibantai ‘Oranye’ dengan skor telak. Namun di perempat final langkah cepat mereka dihentikan oleh tim kejutanRusia, yang diarsiteki oleh penganut total footballlainnya, yaitu GuusHidink.

Karena keindahan permainan Belanda, tim ini dijuluki juara tanpa mahkota, yang amat melekat erat padakubu Tim Oranye.

Besok malam nanti Tim Bunga Tulip akan menghadapi Polandia yang diasuh oleh Michal Probierz yang mungkin saja tanpa Robert Lewandowski akibat mengalami cedera paha.

Surat kabar Inggris, The Guardian, mengulas bahwa permainan Tim Polandia adalah membosankan dan mudah ditebak (boring and predictable).

Walau berada di bawah bayang-bayang Belanda, Sang Elang (The Eagles) Polandia dapat saja ‘meledak’ dan memupus mekarnya bunga tulip oranye, karena tekanan dan beban sejarah masa lalu Belanda.

The Guardian menulis bahwa segala sesuatu mungkin terjadi dalam sepak bola dan mungkin saja Polandia akan mengejutkan kita semua.

Apakah kerinduan fans De Oranje untuk menjelmakan keindahan masa lalu ke masa sekarang akan menjadi kenyataan?

Di medan pertempuran yang bernama VolksparkStadion di Hamburg itulah yang akan berbicara kepada kita.**

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved