Hotel PTB Maros
ACC Sulawesi Pertanyakan Status Hotel PTB Maros, Aset Pemkab Dijadikan Kantor Swasta
Pasalnya hotel yang merupakan aset Pemkab Maros tersebut, dijadikan kantor oleh perusahaan yang bergelut pelatihan kerja.
TRIBUN-TIMUR.COM, MAROS - Kondisi Hotel PTB Maros yang dijadikan kantor oleh pihak swasta kini menuai sorotan.
Pasalnya hotel yang merupakan aset Pemkab Maros tersebut, dijadikan kantor oleh perusahaan yang bergelut pelatihan kerja.
Bahkan di dalam hotel sudah didesain bak kantor.
Kini muncul pertanyaan, soal status penyewaan hotel PTB tersebut.
Sebagai bangunan Pemkab, hotel itu harus mendapatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Lembaga anti korupsi di Sulsel, Anti Corruption Committe (ACC) pertanyakan soal penyewaan hotel.
Sebagai aset Pemkab, penyewaan atau pungutan biaya harus berdasarkan aturan atau Perda jika menyewakan hotel itu ke pihak swasta.
"Harus jelas, apa dasar mereka sewakan hotel ke swasta. Apa dasar Pemkab pungut tarif sewa," kata peneliti ACC, Hamka, Minggu (26/4/2024).
Dinas yang mengelola hotel tidak boleh serta merta menyewakan aset Pemkab ke perusahaan.
Jika dijadikan kantor, jelas aset Pemkab dialihfungsikan.
"Jangan bertindak tanpa berdasarkan aturan. Kalau memang sesuai aturan, mana buktinya," lanjut dia.
Hotel PTB kini digunakan Lembaga Pelatihan Kerja (LPK).
Yayasan tersebut adalah lembaga penyedia pelatihan magang, teknis dan sekolah bahasa Jepang.
Lembaga ini memperoleh izin pengiriman peserta program magang ke Jepang dan program Specified Skilled Worked (SSW) sejak tahun 2017 lalu.
Ada dua dinas yang bertanggung jawab atas bangunan tersebut, yakni Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan Dinas Pariwisata.
"Itu juga harus jelas, siapa yang pungut biaya kalau ada. Bangunan ini dibangun PU, apakah sudah diserahkan ke Pariwisata untuk dikelola," lanjut dia.
Ia menilai, bangunan yang menghabiskan anggaran miliaran rupiah tersebut mubazir jika hanya disewakan ke satu pihak saja.
Seharusnya Pemkab serius kelola bangunan tersebut dan dapat menghasilkan PAD.
Rancuhnya di Maros, semua OPD mengelola PAD-nya masing-masing, sehingga jarang yang capai target.
Padahal seharusnya, Dinas Pendapatan Daerah yang fokus pada persoalan PAD.
"Itu harus jelas status kerjasama dengan yayasan, apakah secara kontrak atau sewa," ujarnya.
Awalnya bangunan yang dibangun diera Hatta Rahman sebagai Bupati Maros tersebut dianggap gagal dan tidak jelas asas manfaat serta kegunaannya sehingga merugikan negara.
Pemkab Maros dan pihak yayasan harus bersikap terbuka kepada masyarakat, atas dasar apa pemakaian Hotel PTB sebagai kantor swasta.
Sementara yayasan tersebut bukan bagian dari OPD Pemkab Maros.
"Apakah dasar yang tertuang dalam peraturan bupati yang mengatur tentang kerjasama dengan pihak swasta itu," kata dia.
"Terus, mana bukti kerjasama atau kontrak. Jangan sampai langsung disewakan begitu saja," ujarnya.
Kini ACC sedang menelusuri oknum yang pungut biaya sewa di hotel PTB.
"Siapa yang ambil uang sewa?. Apakah besarannya sudah sesuai Perbup?. Ada aturan yang mengatur soal biayanya?. Ini semua harus jelas," lanjut dia.
Fungsi pengawasan DPRD Maros juga dipertanyakan dalam kasus penyewaan hotel tersebut.
Pasalnya, belum ada gebrakan anggota DPRD Maros saat ini. Beda periode sebelumnya yang aktif melakukan pengawasan.
"Jadi pertanyaan juga fungsi pengawasan DPRD. Apakah mereka tahu," kata dia.
Sebelum disewakan, seharusnya Pemkab dan DPRD membahasnya lebih awal.
Berdasarkan informasi yang telah dihimpun pihak swasta telah merenovasi bagian dalam bangunan dengan cara membuat sekat yang dijadikan sebagai ruang kerja.
Pemakaian dan penggunaan Hotel PTB itu diketahui sekira lima bulan lalu.
Diketahui bangunan Hotel PTB tersebut, berada di pusat perkotaan.
Bangunan berdiri di Jalan Crisant, Kelurahan Pettuadae, Kecamatan Turikale, Kabupaten Maros.
Hotel itu dibangun dan diresmikan Hatta Rahman saat masih menjabat.
Sementara Kepala Bagian Protokol, Komunikasi dan Pimpinan Setda Maros, Yusriadi Arief mengatakan, hotel PTB digunakan oleh swasta karena ada kerjasama pelatihan.
"Ada kerjasama (Pemkab) dengan peserta pelatihan magang yang ke Jepang," kata dia.
Hanya saja Yusriadi belum mengetahui dinas yang memungut biaya di hotel tersebut.
"Setahu saya, itu sudah sesuai aturan," kata mantan Camat Tompobulu tersebut.
Yusriadi klaim, di Sulsel hanya di Maros ada kantor yayasan untuk membantu warga menambah skil kerja.
Hingga berita ini diturunkan, penulis berusaha mengonfirmasi ke pihak swasta. (tribun-timur.com/ansar lempe)

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.