Opini
Transformasi Politik Kebangsaan PMII
Sejarah perjalanan panjang PMII yang sampai pada tahun 2024 telah genap berusia 64 tahun bukan sesuatu yang lahir dan tumbuh begitu saja.
Oleh: Fathullah Syahrul
Wabendum Kaderisasi Nasional PB PMII 2021-2024
Penulis mendudukkan definisi politik sebagai jalan untuk mencapai kepentingan dan kebaikan bersama.
Bahwa ikhtiar politik PMII merupakan jalan untuk menuju kemakmuran dan kesejahteraan rakyat banyak, bukan politik menurut Niccolo Machiavelli yang justru mendudukkan politik sebagai hasrat kekuasaan yang direbut dengan menghalalkan segala macam cara, kekuasaan dipertahankan, diperbolehkan berbohong hingga menipu dan menindas.
Bukan itu, sebab takdir kelahiran dan kehadiran PMII adalah takdir untuk bangsa, artinya dia ada untuk bangsa.
Sejarah perjalanan panjang PMII yang sampai pada tahun 2024 telah genap berusia 64 tahun bukan sesuatu yang lahir dan tumbuh begitu saja.
Tetapi PMII lahir dari sebuah dialektika dan dinamika di bangsa ini, PMII lahir dari sebuah perdebatan intelektual yang jika disandingkan dengan dinamika yang terjadi bahwa komitmen PMII akan selalu berpihak pada amanah penderitaan rakyat.
Sebagai kader, penulis melihat betul dan ikut menyaksikan serta memotret bagaimana kehadiran PMII raup di mata publik, dan penguasa zalim tidak lagi menganggap PMII sebagai sebuah organisasi mahasiswa yang perlu diperhitungkan.
Sehingga, PMII harus segera berbenah diri. Hal tersebut bukan sebuah unsur kemustahilan tetapi sebuah unsur yang konkret, hanya saja masih banyak pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan.
Salah satunya adalah menghilangkan budaya saling menghujat antar sesama kader, menghilangkan konflik horizontal yang tidak produktif.
Tentu konflik adalah bagian dari dinamika organisasi, tetapi konflik yang dimaksud oleh penulis adalah konflik produktif yang mampu mencipta ide dan gagasan baru.
PMII sebagai sebuah organisasi kemahasiswaan yang berfungsi mengimbangi kepentingan negara sehingga tidak absolut. Artinya, tugas PMII kedepan akan lebih besar.
Oleh sebab itu, Transformasi Politik Kebangsaan yang dimaksud oleh penulis ialah bagaimana mengembalikan kepercayaan (trust) publik terhadap PMII.
Sebab, terasa PMII jauh dari publik. bahwa nilai dan prinsip yang perlu dipegang teguh oleh PMII harus berkiblat pada sebuah konsensus yang telah disepakati pada tahun 1963 yang kemudian dikenal dengan “Penegasan Yogyakarta” bahwa PMII harus tetap amanah pada penderitaan rakyat.
Nilai dan prinsip itulah yang perlu dikonsolidasi di semua jenjang struktural, mulai dari Rayon sampai Pengurus Besar.
Jika itu menjadi sebuah prinsip berpikir dan bertindak bukan tidak mungkin, PMII akan kembali menemukan marwahnya sebagai organisasi kemahasiswaan.
Maka salah satu jalan untuk mencapai itu semua adalah melalui gerakan intelektual dan gerakan strategis.
Gerakan Intelektual dan Gerakan Strategis
Dalam sebuah forum-forum kajian di PMII, pasti kita pernah mendengar tentang Paradigma.
Sejauh ini, yang masih menjadi corak berpikir PMII sebagai basis penguatan intelektual epistemologis ada tiga (Paradigma Arus Balik Masyarakat Pinggiran, Paradigma Kritis Transformatif dan Paradigma Menggiring Arus Berbasis Realitas).
Di sela-sela diskusi, penulis ditanya oleh salah seorang kader, bagaimana substansi dari tiga paradigma ini?
Jika melihat struktural ilmu pengetahuan, paradigma itu berada pada susunan ketiga, setelah spekulasi dan hipotesa bahwa pernyataan yang kemudian muncul ketika membincang tentang paradigma adalah sudut pandang dan kesepakatan dari orang lain.
Ketiga paradigma yang disebut oleh penulis sebelumnya sudah memenuhi kriteria tersebut.
Artinya, munculnya paradigma itu lahir dari sebuah dialektika intelektual dan sudah barang tentu hasil bacaan dari para penggagasnya.
Jika kemudian ditarik benang merahnya maka memunculkan pernyataan yang substantif bahwa Rakyat (PMII) vs Negara.
Sebab, di masa itu kader-kader PMII sebagai organisasi kemahasiswaan yang ikut mewakili kelompok-kelompok Civil Society berada di luar negara (akctor non-state) atau sering kita kenal dengan sebutan kelompok ekstra parlementer.
Bahan bacaan dari para penggagas ketiga paradigma tersebut betul-betul dipakai untuk menguji jalannya sebuah pemerintahan.
Seiring berjalannya waktu, kehadiran kader-kader PMII di panggung negara yang syarat dan dekat dengan kekuasaan mulai terlihat dengan jelas.
Misalnya, kehadiran PMII yang sudah mengisi ruang-ruang politik mulai dari lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Kita tidak boleh menampik itu, bahwa memang senyatanya mindset yang perlu terbangun adalah bukan lagi menempatkan posisi Rakyat (PMII) vs Negara, tetapi bagaimana menjadikan negara sebagai arena pertarungan.
Proses pembangunan gerakan intelektual itu diuji di ruang publik, diuji dalam sebuah negara yang sejalan dengan semangat gerakan strategis.
Hal tersebut, membuat penulis mencantumkan tiga keberadaan dan eksistensi PMII yaitu; grassroots, poros tengah dan elit.
Ketiganya ini harus seiring sejalan dan perlu diyakinkan bahwa eksistensi gerakan itu harus tetap berpihak pada rakyat banyak, pada publik.
Sebab, selama ini gerakan-gerakan yang dibangun oleh PMII itu hanya sampai pada tahap gerakan keberpihakan, adanya penindasan sehingga melakukan gerakan baik secara soft action maupun hard action.
Gerakan ini tidak cukup sampai disitu, perlu ditopang melalui gerakan ekonomi dan gerakan kekuasaan.
Gerakan ekonomi yang penulis maksud ialah kader-kader PMII harus menghilangkan stigma tentang gerakan mahasiswa yang kadangkala patah dan hilang karena nominal.
Sehingga perlu membangun gerakan ekonomi, berdikari secara ekonomi.
Lalu gerakan kekuasaan yang dimaksud, bukan semata-semata hanya untuk berebut kuasa, tetapi bagaimana gerakan itu menjadikan kekuasaan sebagai objek dalam membangun gerakan.
Sebab, terasa gerakan-gerakan PMII selama ini hanya berujung pada foto-foto dan video, tuntutan hanya akan basi di meja-meja kekuasaan.
Gerakan kekuasaan itulah yang penulis maksud adalah tuntutan yang selama ini menjadi keresahan dapat disambut baik oleh pemegang dan pemangku kebijakan.
Hingga pada akhirnya, kita perlu mendorong paradigma Kritis -Transformatif Strategis yang bermuara pada sinergitas-kolaboratif tanpa harus menghilangkan nalar kritis.
Ini merupakan harapan, sebab penulis masih percaya bahwa harapan anak semua bangsa ada di tangan kader-kader PMII.
PMII diharapkan mampu menjadi laboratorium intelektual, yang mampu menjadi penggerak dalam setiap momentum perubahan.
Akhirnya, aneka ragam kaderisasi perlu diuji coba. Selamat Hari Lahir PMII, 64 Tahun 17 April 1960 – 17 April 2024. Tumbuh Subur!!!(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.