Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Catatan Diskusi Buku Haedar Nashir: Moderasi Beragama Tak Cukup, Butuh di Seluruh Aspek Kehidupan

Haedar Nashir, Sosiolog terkemuka dan Ketua Umum Muhammadiyah, mencetuskan gagasan Moderasi Keindonesiaan, tafsir moderasi beragama yang bernas

Editor: Ari Maryadi
Tribun Timur
Diskusi Buku “Jalan Baru Moderasi Beragama (Mensyukuri 66 Tahun Haedar Nashir) di Red Corner Café, Jl Yusuf Dg Ngawing, Makassar, Sabtu malam, 6 April 2024. 

“Saya sering menulis, tapi jujur saya akui ini, menulis tema ini, merupakan tantangan terberat, dan paling lama saya tulis,” ungkap mantan Aktivis IMM itu.

Afdal memulai pemaparannya dengan mengajukan pertanyaan retoris, “Adakah radikalisme di bidang Kesehatan?”. Ia menjawab, kecenderungan berlebihan untuk mencari keuntungan besar di sektor tersebut, juga dapat disebut sebagai radikalisme.

“Saat ini peredaran ekonomi beredar di sektor kesehatan sangat besar, saking besarnya, ada yang meplesetkan menjadi Kementerian Industri Kesehatan,” ujar alumni Fakultas Kedokteran Unhas itu.

Menurutnya, Muhammadiyah adalah jaringan sektor kesehatan terbesar di luar negara. “Jika mau, Muhammadiyah bisa meraup keuntungan besar di sektor ini. Tapi Pak Haedar berpesan di Rakernas MPKU, ‘jangan jadi bandar’. Pesan singkat tapi sangat mendalam,” ungkap Afdal.

Bagi Haedar, Rumah Sakit PKU Muhammadiyah tidak boleh menggunakan perspektif untung-rugi, harus menjiwai spirit ‘Penolong Kesengsaraan Umum’. Itulah tugas utama PKU Muhammadiyah. “Namun, Rumah Sakit PKU harus tetap berkelanjutan, tidak boleh mati. Inilah salah satu makna moderasi beragama di sektor Kesehatan,” lanjutnya.

Selain itu, gagasan moderasi beragama lainnya dari Haedar, yakni mendorong peguatan sektor Kesehatan Masyarakat.
Dalam pandangan Haedar, kata Afdal, 90 persen aspek Kesehatan ditentukan oleh gaya hidup sehat, bagaimana mendorong agar masyarakat tidak jatuh sakit. Disitulah pentingnya aspek preventif dan promotif.

Afdal melanjutkan, gagasan moderasi Haedar Nashir di sektor Kesehatan, yakni dengan mendorong ‘kesehatan holistik’. Kesehatan jangan hanya dilihat secara fisik, melainkan juga secara metafisik, dan psikologis, serta produktif. “Fakultas kedokteran Muhammadiyah harus mencetak dokter holistik seperti ini,” harap alumni Program Doktor FKM Universitas Indonesia itu.

Moderasi Beragama: Rahmatan Lil Alamin

Irwan Akib menyebut dua kata kunci untuk menyimpulkan sosok Haedar Nashir, yakni Ideolog dan Sosiolog. Menurut Irwan, Haedar dapat disebut sebagai Ideolog Muhammadiyah, sebab ia merupakan tokoh yang merumuskan sistematisasi ideologi Muhammadiyah. Hal itu tidak lepas dari riwayat kekaderan Haedar, yang menjadi aktivis IPM sejak SMP di Bandung, hingga hijrahke Yogyakarta menjadi Ketua I Pimpinan Pusat IPM yang membidangi perkaderan.

“Selanjutnya beliau di Badan Pembinaan Kader mendampingi Pak Busyro Muqoddas. Beliau juga pernah menjadi Sekretaris Umum PP Muhammadiyah di era kepemimpinan Buya Syafii Maarif. Beliau yang paling memahami cara berpikir Buya. Lalu sejak 2015, menjadi Ketua Umum PP Muhammadiyah,” urai Ketua PP Muhammadiyah yang membidangi Pendidikan, Kebudayaan dan Olahraga itu

Sebagai Sosiolog, kata Irwan, Haedar Nashir memahami betul karakter dan struktur Masyarakat Indonesia. Menurutnya, masyarakat Indoensia berwatak moderat, siap berbeda, dan mampu memahami perbedaan, yang diwujudkan dalam Pancasila. Muhammadiyah menyadari itu, dan merumuskannya dalam konsep ‘Negara Pancasila sebagai Darul Ahdi Wa Syahadah’.

“Pak Haedar sebenarnya bukan hanya Sosiolog, beliau paham antropologi dan sejarah. Beliah sangat memahami perbedaan budaya dalam masyarakat, serta menguasai lekuk Sejarah Indonesia, bukan hanya mengingat tanggal dan jam, melainkan juga memberi makna dari setiap peristiwa Sejarah,” ungkap Guru Besar Pendidikan Matematika Unismuh Makassar itu.

Dengan latar belakang tersebut, menurut Irwan, sangat wajar jika Haedar mampu menawarkan konsep moderasi yang sejalan dengan karakter sosiologis masyarakat Indonesia.

“Moderasi beragama, oleh beberapa kalangan ditafsirkan dengan caara berbeda. Menurut saya, moderasi beragama intinya satu, bagaimana Islam menjadi rahmatan lil alamin. Persoalannya, bagaiamana menjadikan Islam menjadi rahmatan lil alamin? Itulah tugas kita semua,” tutup Irwan Akib.

Salah satu pembicara yang dijadwalkan, yakni Dr Ashabul Kahfi, yang merupakan Ketua Komisi VIII DPR RI, batal menjadi pembicara dalam diskusi ini. Kahfi baru saja mendarat di Jakarta, Sabtu sore, usai lawatan ke Sudan, mengantarkan bantuan kemanusiaaan Indonesia untuk negara itu.

Halaman
123
Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved