Catatan Diskusi Buku Haedar Nashir: Moderasi Beragama Tak Cukup, Butuh di Seluruh Aspek Kehidupan
Haedar Nashir, Sosiolog terkemuka dan Ketua Umum Muhammadiyah, mencetuskan gagasan Moderasi Keindonesiaan, tafsir moderasi beragama yang bernas
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR – Haedar Nashir, Sosiolog terkemuka dan Ketua Umum Muhammadiyah, mencetuskan gagasan Moderasi Keindonesiaan, tafsir moderasi beragama yang bernas.
Gagasan ini terdiri dari empat pilar utama: moderasi Pancasila, moderasi ketimpangan sosial-ekonomi, moderasi pembangunan, dan moderasi nasionalisme.
Moderasi Pancasila menempatkan Pancasila sebagai ideologi moderat, bukan utopia melampaui agama atau aturan praktis.
Moderasi ketimpangan sosial-ekonomi menyikapi kesenjangan dengan tegas dan komitmen negara pada Pancasila.
Moderasi pembangunan melihat Indonesia secara holistik, jasmani dan rohani, untuk mencapai keutuhan dan kesatuan. Moderasi nasionalisme menjaga koridor keindonesiaan di tengah, menghindari ultra-nasionalisme. Konsep ini mencerminkan sikap moderat dan progresif, membuka alternatif jalan moderasi beragama di Indonesia.
Hal tersebut diungkapkan Ketua Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Sulsel, Hadisaputra, saat memberikan sambutan pengantar dalam Diskusi Buku “Jalan Baru Moderasi Beragama (Mensyukuri 66 Tahun Haedar Nashir).
Diskusi yang diinisiasi MPI PWM Sulsel tersebut, digelar di Red Corner Café, Jl Yusuf Dg Ngawing, Makassar, Sabtu malam, 6 April 2024.
Dalam acara itu, tampil tiga pembicara, Prof Irwan Akib (Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah), Dr dr Andi Afdal Abdullah (Kontributor Buku, Direktur BPJS Kesehatan), dan Abdul Azis PhD (Kontributor Buku, Dosen IAIN Bone). Diskusi dipandu Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulsel Andi Muhammad Ilham.
Diskursus Radikalisme dan Moderasi Beragama
Abd Azis dalam paparannya, mengulas sejarah lahirnya gagasan ‘moderasi beragama’ yang diperkenalkan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. Ia menyebut, moderasi beragama lahir sebagai respon atas aksi 212, aksi demonstrasi besar-besaran atas dugaan penistaaan agama yang dilakukan BTP.
“Pak Haedar mengkritik konsep moderasi beragama yang dianggap bias, karena hanya menargetkan umat Islam saja. Padahal jika pun ada radikalisme, ada faktor lain yang menyertainya. Ada faktor ekonomi, ada faktor politik,” ungkap Dosen IAIN Bone itu.
Azis mencontohkan, adanya 10 persen orang yang menguasai 90 persen kekayaan ekonomi sebagai salah satu penyebab munculnya gerakan radikal, karena merasa tersisihkan secara ekonomi.
Oleh karena itu, kata Azis, Haedar menawarkan konsep baru dalam moderasi beragama. “Konsepnya adalah moderasi beragama, yang dibangun di atas Pancasila, sebagai ideologi bersama, tidak ada yang dominan. Semuanya digandeng dan dilibatkan, tidak ada yang disisihkan dalam berbagai aspek Pembangunan, baik ekonomi, pendidikan, maupun agama,” ungkap Alumni Program Doktor Universitas Utrecht Belanda itu.
Moderasi Beragama di Sektor Kesehatan
Pembicara kedua, Dr dr Andi Afdal Abdullah, yang merupakan Direktur BPJS Kesehatan, banyak menguraikan sisi pemikiran Haedar Nashir yang selama ini belum banyak ditulis. Ia mencoba mengurai gagasan moderasi beragama Haedar dalam bidang kesehatan.
JK: Muhammadiyah Australia College Tunjukkan Muhammadiyah Duta Pendidikan di Panggung Global |
![]() |
---|
Ketum Muhammadiyah: BPKH Harus Independen, Dana Haji Harus Berdayakan Umat |
![]() |
---|
Rumah Moderasi Jadi Ruang Belajar, Kemenag Sulsel Latih Eks Napiter Jadi Pelopor Toleransi |
![]() |
---|
Putusan MK soal UU ITE, Dosen Unismuh: Momentum Penguatan Demokrasi Digital |
![]() |
---|
Ketua Umum PP Muhammadyah Hadiri Syawalan di Sulsel, Sekaligus Pencanangan Pembangunan Gedung SDM |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.