Opini
Aturan untuk Ditaati
Satu contoh kecil saja, ketika saya ikut acara resmi anak di sekolah, di lembar informasi tertulis harus membawa sandal indoor ‘surippa’ sendiri.
Oleh: Muh. Zulkifli Mochtar
Setiap saya bercerita cara sukses Jepang melaksanakan sebuah program, selalu saja ada rekan di grup WhatsApp pesimis apakah itu bisa diimplementasikan di Indonesia.
Tingkat ketaatan dan kedisiplinan kita beda level dengan mereka, begitu kata teman.
Apakah benar bahwa di Jepang semua serba diatur? Apakah masyarakatnya sedemikian taat?
Mungkin ada benarnya. Peraturan ada dalam segala lini kehidupan.
Satu contoh kecil saja, ketika saya ikut acara resmi anak di sekolah, di lembar informasi tertulis harus membawa sandal indoor ‘surippa’ sendiri dan plastik dari rumah.
Di Jepang memang umumnya tidak menggunakan sepatu atau berkaus kaki masuk ruangan.
Karena terburu buru, sandal lupa terbawa. Dari ratusan orang tua siswa, mungkin hanya saya yang tidak membawa.
Karena cuma saya terlihat bingung sendiri. Kira kira begitulah gambaran mereka menaati aturan yang telah disampaikan.
Semua negara pasti punya banyak peraturan, baik tertulis maupun tidak tertulis.
Agar tidak terjadi kekacauan dan masyarakat tertib. Juga dengan Jepang, peraturan tertulis dimana mana, dibuat untuk ditaati.
Aturan dibarengi berbagai sistem keteraturan menuntun mereka menjalani hidup dengan tenang, teratur dan tidak kasak kusuk.
Lalu banyak juga aturan tidak tertulis, lebih semacam norma dan etika.
Misalnya ketika saya ber kereta pagi hari ke tempat kerja, kereta sangat penuh sesak tapi suasana sangat hening tanpa suara.
Penumpang memilih membaca buku, tidur, mendengarkan musik melalui headset.
Tiba-tiba terdengar dering keras nan membahana dari handphone, ternyata istri menelpon dan saya lupa mengeclkan volume telepon.
Serentak banyak penumpang menatap tajam ke saya.
Tidak terlihat marah, seakan ingin memberi tahu agar tidak berisik dan segera mengecilkan suara handphone.
Ada teori hukum H.C Kelman mengungkap, ada 3 jenis ketaatan; Compliance, Identification dan Internalization.
Compliance yakni taat karena takut sanksi.
Identification adalah taat karena takut hubungan baik rusak oleh pelanggarannya dan Internalization yakni taat karena merasa aturan sesuai dengan nilai pola pikirnya.
Untuk menuju ketaatan Internalization, tentu saja bukan pekerjaan mudah.
Lalu mengapa norma pun mereka taati secara sadar dan teguh?
Pertama, saya merasakan betapa homogenitas masyarakat Jepang sangat kental. Masyarakatnya berkembang lebih sebagai satu komunitas dibanding sebagai individu.
Semangat ini mulai terbina di pendidikan dasar. Ketika dewasa terjun ke perusahaan dan masyarakat, semangat ini makin terpupuk dalam disiplin sistem kerja dan lingkungan.
Jika anggota lain mentaati, tidaklah elok jika melanggar.
Jika yang lain memilih lembur untuk menyelesaikan pekerjaan, kurang enak jika pulang cepat sendirian.
Seakan kewajaran untuk bertindak seirama segaris dan tidak menciptakan perbedaan dengan anggota komunitas lain.
Jika seenaknya membuang sampah bukan jadwal harinya, sampah rumah anda ditempeli sticker menyolok ‘Sampah salah, tidak bisa diambil’.
Akan ketahuan tetangga bahwa anda adalah keluarga suka nyeleneh keluar dari aturan seenaknya.
Kedua, budaya menghargai kepentingan orang lain terasa sangat kental.
Ini juga saya rasakan betapa berusaha distimulasi sejak pendidikan usia dini.
Dalam artian, pelanggaran norma diyakini mereka akan membuat urusan orang lain terganggu.
Ini salah satu alasan mengapa sekitar 70 hingga 80 persen kartu ID, ponsel atau dompet hilang di Tokyo bisa kembali kepada pemiliknya.
Mereka yang menemukan barang hilang umumnya segera membawa ke kantor polisi terdekat, karena mereka berusaha memahami posisi betapa paniknya orang kehilangan barang penting.
Mungkinkah kita hidup tanpa aturan? Hampir pasti, tanpa aturan - negara kita akan meluncur cepat menuju kekacauan.
Kemampuan sebuah negara merancang aturan dan menstimulasi masyarakatnya mematuhi, dan menegakkan aturan itu adalah parameter sebuah negara teratur.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.