RTD S3 Sosiologi Unhas
Iqbal Latief: Peran Civil Society di Indonesia Semakin Memudar
Muh Iqbal Latief prihatin terhadap penurunan yang signifikan dalam peran masyarakat sipil atau civil society.
Penulis: Erlan Saputra | Editor: Sukmawati Ibrahim
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Ikatan Sosiologi Indonesia Pusat (ISI Pusat), Muh Iqbal Latief prihatin terhadap penurunan yang signifikan dalam peran masyarakat sipil atau civil society.
Keprihatinan mantan Ketua KPU Sulsel itu diungkapkan saat menjadi narasumber Round Table Discussion atau RTD S3 Sosiologi Unhas bertema Peran Kampus dalam Membangun Gerakan Civil Society di Redaksi Tribun Timur, Makassar, Senin (1/4/2024) petang.
RTD S3 Sosiologi Unhas tersebut diakhiri dengan penandatanganan MoU dengan Tribun Timur, yang ditandatangani Ketua Prodi S3 Unhas Dr Rahmat Muhammad dan Vice Editor in Chief I Tribun Timur Ronald Ngantung. Tribun Timur dan Prodi S3 Sosiologi Unhas sepakat kerja sama dalam pengembangan sumber daya manusia.
Menurut Muh Iqbal Latief, sejak era reformasi hingga saat ini, ada kesan bahwa peran Civil Society di Indonesia semakin lama semakin memudar.
Meskipun Civil Society memiliki peran yang penting dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat, memperjuangkan hak asasi manusia, dan memperkuat demokrasi.
Namun dia mengamati penurunan dalam aktivitas dan pengaruh Civil Society.
Hal ini menjadi perhatian penting karena peran Civil Society sangat penting dalam menjaga akuntabilitas pemerintah, memperjuangkan keadilan sosial, dan mewujudkan tatanan masyarakat yang lebih inklusif dan demokratis.
Dalam pernyataannya, Iqbal Latief menyoroti fenomena bahwa peran civil society terus memudar seiring berjalannya waktu.
"Dalam kurun waktu yang sudah mencapai 26 tahun, kita bisa merasakan bahwa peran civil society semakin lama semakin mengalami penurunan," ujar Muh Iqbal Latief.
Demikian disampaikan Iqbal Latief dalam diskusi terkait peran penting perguruan tinggi dalam membangun Gerakan Civil Society.
Diskusi berlangsung di Kantor Redaksi Tribun-Timur, Jl Opu Daeng Risadju Sambung Jawa, Kecamatan Mamajang, Kota Makassar, Senin (1/4/2024) sore.
Baca juga: M Iqbal Latief: Sosiolog Harus Berikan Pencerahan di Era Digitalisasi
Dosen S3 Sosiologi Unhas itu menekankan bahwa penurunan ini memiliki dampak yang cukup besar terhadap proses reformasi dan demokratisasi di Indonesia.
"Kita melihat bahwa meskipun sudah 26 tahun sejak dimulainya reformasi, namun indeks demokrasi kita tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan," katanya.
"Kita masih terjebak dalam wilayah demokrasi prosedural, tanpa mencapai substansi yang lebih mendalam," tambah Iqbal Latief.
Selain itu, Iqbal juga menyoroti adanya kontroversi dalam mekanisme berdemokrasi masih berlangsung, terutama dalam proses pelaksanaan Pemilu 2024.
Dimana, muncul perdebatan tentang cacat etika dan moralitas dalam beberapa prosedur demokrasi terkait helatan Pilpres 2024.
Hal ini menunjukkan bahwa masih ada tantangan yang harus dihadapi dalam membangun demokrasi yang lebih substansial.
Olehnya, Iqbal menegaskan pentingnya peran negara dalam membangun civil society yang kuat.
"Negara harus aktif dalam mendukung pertumbuhan civil society yang kuat, karena ini akan menjadi pondasi yang penting bagi kesinambungan penyelenggaraan negara yang sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi," jelasnya.
Baca juga: Akademisi Unhas Iqbal Latief Terpilih Jadi Sekjen ISI Pusat
Terakhir, Iqbal menyoroti bahwa masalah yang dihadapi saat ini tidak hanya bersifat struktural, tetapi juga berkaitan dengan budaya politik bangsa.
"Kita ingin membangun budaya demokrasi dan politik yang kuat, namun masih terdapat anomali yang perlu diatasi," tandasnya.
Pernyataan Iqbal Latief ini menjadi panggilan untuk lebih mendalami peran civil society dalam proses demokratisasi di Indonesia.
Serta menanggapi tantangan-tantangan yang dihadapi dalam memperkuat demokrasi substansial.
Diskusi ini menampilkan narasumber terkemuka di bidangnya.
Sebagai narasumber, hadir Ketua Program Studi S2 Sosiologi Universitas Hasanuddin (Unhas) Dr Rahmat Muhammad.
Lalu Ketua ISI Pusat sekaligus Dosen Sosiologi S3 Unhas, Dr Muh Iqbal Latief, dan Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Wijaya Kusuma Surabaya, Dr Umar Sholahuddin.
Diskusi dimoderatori oleh Mahasiswa Program Doktor Sosiologi Unhas, Hidayah Muhallim.
Baca juga: Seruan Moral Forum Dosen Sulsel, Desak Presiden Jokowi Tetap Netral dalam Pemilu 2024
Dalam kesempatan itu, Dr Umar Sholahuddin blak-blakan sampaikan kondisi terkini politik Indonesia pasca Pemilu 2024.
Dia mengungkapkan pandangannya tentang kondisi politik Indonesia pasca Pemilu 2024.
Dr Umar Sholahuddin secara blak-blakan menyoroti peran Presiden Joko Widodo dalam helatan pemilu yang baru saja berlangsung.
Dia menyebut praktik politik Presiden Jokowi sebagai "cawe-cawe" yang dianggapnya merusak demokrasi.
Menurutnya, upaya-upaya tersebut tidak hanya merugikan proses demokrasi, tetapi juga mengancam fondasi demokrasi yang telah dibangun selama ini.
Pernyataan ini juga telah dituangkan dalam bentuk opini di beberapa media massa dengan judul yang cukup mencolok, "Cawe-cawe Politik Jokowi Merusak Demokrasi".
"Misalnya dengan cawe-cawe Jokowi, karena ini juga akan merusak tatanan politik demokrasi kita pada hari ini dan kita bisa lihat bagaimana kekuasaan itu tidak terkendali, bahkan sekalipun melawan hukum," kata Dr Umar Sholahuddin.
Sebagai diketahui, saat ini Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi sorotan publik setelah menerima dua gugatan perselisihan hasil Pilpres 2024 yang diajukan oleh dua pasangan calon yang kalah dalam pemilihan.
Pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD mengajukan gugatan terkait kecurangan yang diduga terjadi selama proses pemilihan.
Yang menarik, dalam gugatan tersebut, nama Jokowi diseret sebagai pihak yang terlibat dalam dugaan pelanggaran tersebut.
Pasangan calon yang mengajukan gugatan menuduh adanya campur tangan dan pengaruh dari pihak Presiden dalam proses pemilihan, yang mereka klaim telah merugikan hak-hak politik mereka.
Kata Dr Umar Sholahuddin, situasi kebangsaan negeri ini tidak sedang baik-baik saja.
Kondisi ini tak bisa dijawab dengan gimik politik santuy atau politik riang gembira sebagaimana disuarakan sejumlah orang.
Permainan narasi itu seperti ingin mengalihkan substansi masalah ke masalah remeh-temeh yang ramai dipercakapkan di media sosial.
Dunia cendekiawan di kampus-kampus rasanya perlu duduk untuk menjelaskan mengapa reformasi begitu cepat mati.
"Apakah transisi demokrasi yang diteorikan Guillerme Ở Donnel akan juga gagal terkonsolidasi sebagaimana terjadi di Tanah Air?," ujarnya.
Dia lantas memberikan penjelasan soal mengapa 25 tahun reformasi menjadi begini.
"Mengapa Revolusi Mental yang dicanangkan Presiden Jokowi berakhir seperti ini?," ujarnya.
Lalu adanya Anggota BPK Achsanul Qosasi ditangkap Kejaksaan Agung. Ruang kerja anggota BPK digeledah KPK.
Hakim agung ditangkap KPK, hakim konstitusi melanggar etik berat.
Masalahnya lainnya ada polisi ikut jualan narkotika.
Ada juga ajudan menembak ajudan. Ada jaksa jadi makelar perkara.
"Ada pimpinan KPK menjadi tersangka oleh polisi. Sudah enam menteri masuk bui," tambahnya.
Wakil menteri yang jadi tersangka, tetapi ikut rapat dengan DPR.
Rentetan penyimpangan dalam Pemilu 2024 mendorong gelombang seruan kritik dari berbagai kelompok sivitas akademika.
Olehnya, hadirnya sivitas akademika dalam bernegara memberikan signifikansi tersendiri bagi perjuangan rakyat dan moralitas.
"Saya kira praktik-praktik kekuasaan yang jauh dari nilai moral dan etik, tidak boleh didirikan. Di situlah peran intelektual kampus untuk bersuara," terangnya. (*)
Umar Sholahudin Sebut 5 Tahun Terakhir Tata Kelola Pemerintahan Jauh dari Nilai Etik dan Moral |
![]() |
---|
Umar Sholahudin: Indeks Demokrasi Indonesia Turun Signifikan 10 Tahun Terakhir |
![]() |
---|
7 Tantangan Besar Civil Society di Indonesia Menurut Iqbal Latief, Termasuk Media Sosial dan Politik |
![]() |
---|
Bahas Peran Kampus dalam Gerakan Civil Society, Umar Sholahuddin Soroti Cawe-cawe Politik Jokowi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.