Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Pemilu 2024

Ancaman Hasto Kala Golkar Bermanuver Rebut Ketua DPR RI dari PDIP : Ambisi, Nafsu Kekuasaan!

Hasto menekankan bahwa kursi Ketua DPR RI merupakan simbol kepercayaan rakyat terhadap partai pemenang Pemilu.

Editor: Alfian
ist
Sekjend PDIP Hasto memperingatkan Partai Golkar terkait perebutan ketua DPR RI 2024-2029. 

TRIBUN-TIMUR.COM - Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, memberikan tanggapannya terkait isu, wacana, dan manuver Partai Golkar yang menyatakan masih memiliki peluang untuk menduduki kursi Ketua DPR RI setelah Pemilu 2024.

Menurutnya, hal tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) yang menetapkan bahwa kursi Ketua DPR RI ditentukan berdasarkan jumlah kursi terbanyak yang diperoleh partai politik di DPR.

Dalam konteks tersebut, PDIP berhasil meraih kemenangan pada Pemilu 2024 dan secara otomatis, kursi tersebut akan ditempati oleh kader PDIP.

Hasto menekankan bahwa kursi Ketua DPR RI merupakan simbol kepercayaan rakyat terhadap partai pemenang Pemilu.

Sehingga sesuai dengan prinsip demokrasi, kursi tersebut seharusnya diduduki oleh perwakilan dari partai yang memenangkan pemilu.

Dia juga menyinggung pengalaman PDIP pada Pemilu 2014, di mana meskipun menjadi pemenang, partai tersebut tidak mendapat kursi Ketua DPR RI, yang menunjukkan ketidaksesuaian dengan prinsip demokrasi yang seharusnya diterapkan.
 
"Nah, teman yang dari Golkar itu harus belajar dari 2014, karena seharusnya di dalam norma politik yang kita pegang, tidak bisa Undang-undang yang terkait hasil pemilu lalu diubah setelah Pemilu berlangsung," kata Hasto saat konferensi pers di Kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta, Senin (25/3/2024).

Baca juga: PDIP Duduki Kursi Ketua DPR RI Periode 2024-2029, Sikap Golkar - Gerindra Pengusung Prabowo Berbeda

Hasto juga menekankan pentingnya seluruh partai politik untuk memperkuat kultur politik yang didasarkan pada prinsip-prinsip hukum dan supremasi hukum.

Dia menyarankan agar Partai Golkar tidak mengikuti langkah-langkah yang diambil oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam mengubah hukum di Mahkamah Konstitusi (MK) demi memuluskan kemenangan putranya, Gibran Rakabuming Raka, dengan menggunakan pendekatan kekeluargaan.

Pada saat itu, keputusan untuk mengubah hukum tersebut diambil oleh Hakim Konstitusi Anwar Usman, yang merupakan adik ipar dari Jokowi.

Hal ini menjadi contoh yang tidak baik dalam praktik politik, karena mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi dan independensi lembaga hukum.

"Jadi dari Golkar itu melihat Pak Jokowi saja itu bisa merubah hukum di MK yang seharusnya tidak boleh diintervensi oleh Presiden teryata terbukti hubungan kekeluargaan, makannya jangan-jangan bisa," kata Hasto.

"Itu menujukan ambisi, nafsu kekuasaan apakah tidak belajar dari dulu, ketika 2014 seharusnya apa yang disuarakan oleh rakyat melalui Pemilu itu, one electoral process, yang juga direpersentasikan di DPR," jelasnya.

Politisi asal Yogyakarta ini juga mengingatkan bahwa ambisi kekuasaan dengan segala upaya merebut kursi Ketua DPR RI ini justru akan menimbulkan konflik sosial. Apalagi, menggunakan instrumen hukum dengan merubah aturan UU MD3.

"Sehingga jangan pancing sikap dari PDIP yang tahun 2014 sudah sangat sabar, 2014 kan ketua DPR kan bermasalah dan masuk penjara. Ketika etika dan norma diabaikan terjadi Karmapala. Itu yang seharusnya menjadi pelajaran," ujar Hasto.

"Tetapi Undang-undang terkait hasil Pemilu seperti UU MD3 akan dilakukan perubahan-perubahan demi ambisi kekuasaan, maka akan ada kekuataan perlawanan dari seluruh simpatisan, anggota kader PDIP dan itu pasti dampaknya tidak kita inginkan," tegas Hasto.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved