Sejarah Islam di Sulsel
Masjid Tertua di Makassar Babul Firdaus: Ruang Diskusi Para Raja Atur Siasat Hadapi Penjajah Belanda
Sebagai masjid tertua di Makassar, Masjid Babul Firdaus juga menjadi tempat pertemuan para raja-raja di Sulsel.
Masjid ini didirkan Arung Lamatti Watesuro Ina Mattamaengengi Saddah Tanah (Arung Lamatti ke VIII).
Masjid yang semula bernama masjid Bulu Lohe Aruhu ini kemudian dipugar pertama kali oleh Raja Lamatti XXXVI, Andi Makkuraga Daeng Pagau Matinroe ri Masiginna.
Andi Makkuraga lahir tahun 1809 dan wafat pada tahun 1919.
Selanjutnya Andi Makkuraga dimakamkan di dalam pekarangan masjid ini.
Masjid Al-Mujahidin ini memiliki empat buah pintu.
Dua pintu untuk jamaah laki-laki dan dua pintu jamaah perempuan.
Terdapat sembilan jendela, dua diantaranya jendela berukuran kecil.
Masjid ini memiliki atap seng serta kubah berbentuk limas dengan empat tingkatan dan sebuah gerabah di dalamnya.
Menurut Imam masjid Al Mujahidin, Ado (81) bangunan masjid ini awalnya hanya menggunakan dinding yang terbuat dari daun rumpia.
Sementara lantai dialasi dengan tikar yang terbuat dari anyaman daun kelapa.
“Saya masih berumur anak-anak dan melihat persis banguan masjid ini tidak ada yang menggunakan batu,” katanya, Jumat (15/3/2024).
Masjid ini merupakan pusat keagamaan di Kabupaten Sinjai, khususnya warga Kecamatan Bulupoddo.
“Dulunya di sini menjadi tempat bagi orang-orang yang ingin belajar Islam,” ujarnya.
Ado menjadi Imam masjid Al-Mujahidin sudah 20 tahun.
Ado mengatakan masjid ini ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya.
“Masjid Al-Mujahidin ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya berdasarkan Keputusan Bupati Sinjai No. 881 Tahun 2019,” katanya. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.