Sejarah Islam di Sulsel
Masjid Tertua di Makassar Babul Firdaus: Ruang Diskusi Para Raja Atur Siasat Hadapi Penjajah Belanda
Sebagai masjid tertua di Makassar, Masjid Babul Firdaus juga menjadi tempat pertemuan para raja-raja di Sulsel.
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Inilah salah satu Masjid Tertua di Makassar, Sulawesi Selatan.
Namanya, Masjid Babul Firdaus.
Masjid ini berada di Jl Kumala, Kelurahan Jongaya, Kecamatan Tamalate, Makassar.
Masjid Babul Firdaus adalah saksi bisu zaman penjajahan Belanda.
Tak hanya tempat ibadah, Masjid Babul Firdaus juga menjadi tempat pertemuan para raja-raja di Sulsel.
Dahulu, masjid ini menjadi ruang-ruang konsolidasi para raja dalam menyusun siasat melawan penjajahan.
Baca juga: Masjid Tertua di Sinjai ‘Al Mujahidin’ Jadi Bangunan Cagar Budaya
Sejarah Dibangunnya Masjid Babul Firdaus
Ketua Pengurus Masjid Babul Firdaus, Andi Ali Bau Sawa, menceritakan sejarah lahirnya rumah ibadah bagi umat Islam ini.
Dibangun oleh Raja Gowa yang ke XXXIV, I' Makkulau Daeng Serang Karaeng Lembang Parang pada 1312 H atau 132 tahun lalu.
Masjid ini dibangun untuk memenuhi kebutuhan ibadah istana kerajaan Jongaya dan masyarakat setempat.
Mulanya, masjid hanya berukuran 10x10 meter.
"Dibangun oleh Raja Gowa yang ke 34 sebagai tempat ibadah warga di daerah selatan kerajaan Gowa, seperti Barombong hingga Karuwisi," papar Andi Ali, Jumat (17/3/2024).
Masjid Babul Firdaus menjadi tempat pertemuan rahasia para raja-raja dan tokoh agama di Sulsel.
Kala itu, kawasan kerajaan Balla Lompoa sudah mulai tak aman karena mata-mata Belanda sudah banyak mengintai.
"Sehingga mesjid ini menjadi pertemuan rahasia yang dianggap aman," jelasnya.
Setelah Raja Gowa ke XXXIV I' Makkulau Daeng Serang Karaeng Lembang Parang tutup usia, kerajaaan diwariskan ke putranya Andi Mappanyukki.
Usai dipimpin Andi Mappanyukki, geliat pertemuan para tokoh ulama dan pejuang masih tetap berjalan di masjid ini.
Andi Mappanyukki lah yang memberikan perubahan pada masjid tua ini.
Pada tahun 1956 masjid ini diperluas untuk memfasilitasi lebih banyak jemaah. Dari ukuran 10x10 meter menjadi 18x25 meter.
Kendati telah direnovasi, masjid ini masih mempertahankan bagunan aslinya.
Mulai dari kubah, tiang, menara, tegel atau lantai hingga makam keluarga Raja Gowa menjadi bagian yang dipertahankan sebagai warisan sejarah.
Bahkan, hingga proses renovasi ketiga ini, komponen-komponen itu masih tetap dilestarikan.
"Renovasi kedua tahun 2010, dan sekarang baru direnovasi lagi dengan bantuan Mayor Jenderal TNI Andi Muhammad Bau Sawa Mappanyukki," sebutnya.
Andi Muhammad Bau Sawa Mappanyukki merupakan keturunan Raja Gowa atau cucu dari Andi Mappanyukki, ia menjadi sponsor utama renovasi masjid tua Babul Firdaus.
Masjid ini dipercantik namun tetap mempertahankan heritaganye, bisa menampung lebih banyak jemaah karena disulap menjadi dua lantai.
Sekarang ini, bangunan masih dalam tahap renovasi konstruksi.
Masjid Tertua di Sinjai ‘Al Mujahidin’ Jadi Bangunan Cagar Budaya
Masjid Al Mujahidin merupakan masjid tertua di Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan (Sulsel).
Masjid tersebut bertempat di Desa Lamatti Riaja, Kecamatan Bulupoddo.
Informasi dihimpun Tribun-Timur.com, masjid tersebut berdiri sejak tahun 1613.
Masjid ini didirkan Arung Lamatti Watesuro Ina Mattamaengengi Saddah Tanah (Arung Lamatti ke VIII).
Masjid yang semula bernama masjid Bulu Lohe Aruhu ini kemudian dipugar pertama kali oleh Raja Lamatti XXXVI, Andi Makkuraga Daeng Pagau Matinroe ri Masiginna.
Andi Makkuraga lahir tahun 1809 dan wafat pada tahun 1919.
Selanjutnya Andi Makkuraga dimakamkan di dalam pekarangan masjid ini.
Masjid Al-Mujahidin ini memiliki empat buah pintu.
Dua pintu untuk jamaah laki-laki dan dua pintu jamaah perempuan.
Terdapat sembilan jendela, dua diantaranya jendela berukuran kecil.
Masjid ini memiliki atap seng serta kubah berbentuk limas dengan empat tingkatan dan sebuah gerabah di dalamnya.
Menurut Imam masjid Al Mujahidin, Ado (81) bangunan masjid ini awalnya hanya menggunakan dinding yang terbuat dari daun rumpia.
Sementara lantai dialasi dengan tikar yang terbuat dari anyaman daun kelapa.
“Saya masih berumur anak-anak dan melihat persis banguan masjid ini tidak ada yang menggunakan batu,” katanya, Jumat (15/3/2024).
Masjid ini merupakan pusat keagamaan di Kabupaten Sinjai, khususnya warga Kecamatan Bulupoddo.
“Dulunya di sini menjadi tempat bagi orang-orang yang ingin belajar Islam,” ujarnya.
Ado menjadi Imam masjid Al-Mujahidin sudah 20 tahun.
Ado mengatakan masjid ini ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya.
“Masjid Al-Mujahidin ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya berdasarkan Keputusan Bupati Sinjai No. 881 Tahun 2019,” katanya. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.