Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Pemilu 2024

Harry Adik Ahok dan Buni Yani Sama-sama Gagal Melenggang ke Senayan, Suara Beda Jauh dari Nababan

Harry Basuki Tjahaja Purnama dan Buni Yani musuh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok gagal melenggang ke Senayan.

Editor: Ansar
Kolase Tribun-timur.com
Harry Basuki Tjahaja Purnama dan Buni Yahya. Keduanya gagal melenggang ke Senayan sebagai anggota DPR RI pada Pileg 2024. 

TRIBUN-TIMUR.COM - Harry Basuki Tjahaja Purnama dan Buni Yani musuh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok gagal melenggang ke Senayan.

Harry Basuki gagal jadi anggota DPR RI fraksi PDI-P pada Pileg 2024.

Sementara Buni Yani mantan narapidana juga gagal. Ia mengendarai partai Ummat.

Perolehan suara tertinggal jauh dari calon lain.

Harry merupakan adik mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Pada Pileg DPR RI 2024, Harry hanya mendapatkan nomor urut 5 dari PDI-P untuk bertarung di dapil Jakarta I.

Alhasil, Harry hanya mampu mengoleksi 23.559 suara.

Suara Harry terendah ketiga di antara enam caleg PDI-P pada daerah pemilihan (dapil) Jakarta I.

Jakarta I meliputi kawasan Jakarta Timur.

Perolehan suaranya kalah jauh dibandingkan eks penyiar Putra Nababan yang juga anak politikus kawakan Panda Nababan.

Putra Nababan, yang diprediksi menjadi satu-satunya caleg PDI-P terpilih dari dapil Jakarta I.

Nababan berhasil mendapatkan 105.559 suara.

Sebelumnya, nama Harry juga sempat ramai diperbincangkan.

Harry merasa KPU mengurangi perolehan suaranya secara konsisten sebagaimana ditayangkan dalam Sistem Informasi Rekapitulasi.

Nasib Harry tak jauh beda dibandingkan Buni Yani yang juga maju pada Pileg DPR RI 2024 dari dapil yang sama dengannya.

Buni Yani adalah salah satu figur mencolok dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 yang bernuansa politik identitas.

Akibat unggahannya di media sosial yang berujung vonis penjara 1,5 tahun untuknya.

Buni Yani adalah aktor di balik viralnya selip lidah eks Gubenur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama/Ahok soal surah Al-Maidah di Kepulauan Seribu.

Pada Pileg DPR RI 2024, Buni Yani mencalonkan diri sebagai caleg dari Partai Ummat, partai anyar bentukan Amien Rais.

Buni Yani meraup suara tertinggi di internal partainya untuk dapil ini, yakni 3.967 coblosan.

Namun, secara jumlah, total raihan suara Ummat di dapil ini hanya 13.345 suara.

Dengan suara segini, Partai Ummat diprediksi tak memiliki peluang untuk kebagian satu kursi di Senayan.

Awal mula permusuhan Buni Yani dan Ahok

Ingat Buni Yani? dulu penjarakan Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok atas kasus penistaan agama.

Buni Yani adalah mantan dosen pernah bersiteru dengan Ahok mantan Gubernur DKI Jakarta.

Nama Buni Yani langsung terkenal setelah kasus penistaan agama yang menjerat Ahok tersebut.

Buni Yani ternyata adalah sosok pengedit video kontroversial Ahok yang dinilai menodakan agama.

Ia pun ikut dipolisikan dan divonis penjara karena kasus tersebut.

Kasus yang menjerat Buni Yani bermula saat dia mengunggah potongan video Ahok ketika masih menjabat gubernur DKI menjadi 30 detik pada 6 Oktober 2016.

Adapun, video asli pidato Ahok berdurasi 1 jam 48 menit 33 detik.

Buni Yani bebas dari Lapas Gunung Sindur, Bogor, Kamis (2/1/2020).

Buni Yani setelah bebas sempat mengaku hidupnya hancur karena kasus hukum yang menjeratnya ini.

Setelah menjalani hukuman penjara selama 11 bulan, Buni Yani akhirnya bebas penjara pada Januari 2020 lalu.

Lantas bagaimana kabar terbaru Buni Yani?

Melansir dari konten video kanal YouTube Refly Harun, Kamis (30/6/2022), Buni Yani yang kini telah menjadi Wakil Ketua Umum Partai Ummat,

Buni Yani mengungkap fakta mengejutkan terkait video Ahok yang dinilai telah menistakan agama Islam.

Pada kesempatan itu, Buni Yani mengaku memiliki akun media sosial Facebook sejak tahun 2008 silam.

Kedua akun tersebut digunakannya untuk berbagai macam hal, di antaranya untuk mengajar, penelitian dan mendapatkan beasiswa pendidikan.

Buni Yani mengungkapkan, pada 2016 silam, mendadak beredar video Ahok yang mengatakan jangan mau dibohongi pakai Surah Al-Maidah di media sosial Facebook.

Tapi menurut keterangan Buni Yani, grafik kata 'pakai' dalam video itu sangat rendah dan tak terdengar apabila tidak menggunakan earphone.

"Saya mencoba membuat caption video itu, itu nggak masuk kata 'pakai'. Jadi 'dibohongi Surah Al-Maidah'.

Itulah yang menurut pelapor ini saya sengaja," kata Buni Yani, dikutip dari kanal YouTube Refly Harun, Kamis (30/6/22)

Akademisi kelahiran Lombok 1969 itu menuturkan, pelapor yang merupakan salah satu tim sukses Ahok ketika Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu menudingnya sengaja memelintir.

Padahal menurutnya, waktu itu dirinya sama sekali tidak memiliki maksud untuk melakukan hal tersebut karena tak memiliki kepentingan.

Lanjut Buni Yani, awalnya ia disangkakan dengan Pasal 27 Ayat 3 Undang-Undang ITE,

namun ia justru diperiksa dengan Pasal 28 Ayat 2 Undang-Undang ITE terkait ujaran kebencian berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

"Pertanyaannya, kalau memang saya tidak terbukti itu Pasal 27, mestinya saya dilepaskan.

Tetapi karena ini saya memang sudah diincar harus kena, jadi dicari Pasal 28 Ayat 2.

Yang terbukti Pasal 32 Ayat 1, itu yang mengubah dokumen," terang Buni Yani

Buni Yani menegaskan, bahwa dirinya tidak pernah mengubah dokumen sama sekali dan tak memiliki kemampuan teknis untuk mengedit rekaman video itu.

"Sebetulnya itu sudah menjadi miliknya publik, sudah domainnya domain publik, nggak ada yang saya ubah sebetulnya," tegasnya.

Lebih lanjut, Buni Yani pun mengungkapkan fakta mengejutkan tentang siapa pelaku sebenarnya yang mengedit video Ahok.

Buni Yani terang-terangan mengatakan, pelaku yang mengedit video Ahok merupakan anggota Tim Cyber Prabowo Subianto.

"Yang memotong itu, itu saya ingat 2019, itu tim cybernya Pak Prabowo. Itu dia yang memotong sebetulnya, yang memotong menjadi 30 detik itu," tutupnya.

 

Buni Yani saat diundang Refly Harun dalam Podcast di kanal Youtube Refly Harun. Ungkap fakta terkait video Ahok pada kasus 2017 lalu./ Youtube Refly Harun/Tangkap Layar
Profil Buni Yani 

Buni Yani merupakan akademisi asal Nusa Tenggara Barat (NTB). Ia lahir Lombok 16 Mei 1969.

Buni Yani mengawali pendidkan tingginya di Fakultas Sastra Inggris Udayana, Bali. Setelah itu, ia berhasil meraih gelar master dari Ohio University, Amerika Serikat (AS).

Ia mengambil gelar Doktoral sekaligus sebagai peneliti di Faculty of Social and Behavioral Sciences, Institute of Cultural Anthropology and Development Sociology, Leiden University.

Ia menyandang gelar Master of Arts dalam studi Asia Tenggara.

Sebelum terbang ke AS, Buni dikenal aktif sebagai jurnalis. Sejak 1996 hingga 1999, Buni bekerja sebagai wartawan untuk Australian Associated Press (AAP) dan sering menulis tentang isu-isu terkait Asia Tenggara.

Ketika di AS, pria yang tinggal di Depok, Jawa Barat, ini juga pernah menjadi jurnalis untuk Voice of America (VOA).

Buni bekerja sebagai dosen di London School of Public Relations (LSPR), Jakarta, sejak 2004.

Namun ia segera mengundurkan diri seiring kasus yang menderanya mencuat. (*)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved