Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Bedah Buku Karya Prof Faisal Abdullah: Hak Angket dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Prof Faisal Abdullah menjelaskan pentingnya pemahaman tentang hak angket dalam konteks sistem ketenagakerjaan Indonesia. 

|
Penulis: Erlan Saputra | Editor: Saldy Irawan
TRIBUN-TIMUR.COM
Bedah Buku Karya Prof Faisal Abdullah diadakan di Laboratorium Moot Court Dr Harifin A Tumpa, FH Unhas, Selasa (5/3/2024) pagi. 

Dia menyatakan bahwa momen waktu bedahnya sangat tepat. 

Diskusi tersebut bertepatan dengan sidang DPR RI yang sedang berlangsung.

Dalam komentarnya, Adi Suryadi Culla menekankan bahwa keputusan terkait hak angket dalam konteks ketatanegaraan sangat bergantung pada keputusan para partai politik. 

Ia menyatakan harapannya bahwa diskusi ini dapat menjadi referensi yang berharga jika usulan hak angket diusulkan dalam waktu dekat.

"Kalau kita bicara tentang peluang pengajuan hak angket DPR, sangat penting kesepakatan dan kekompakan antara partai politik," kata Adi Suryadi Culla.

Menurutnya, jika partai politik tidak sepakat atau tidak kompak, maka wacana hak angket tersebut mungkin tidak akan menjadi kenyataan. 

Namun, jika terdapat kesepakatan di antara partai politik, maka hak angket tersebut bisa saja terjadi.

Adi Suryadi Culla juga menyoroti faktor penting lainnya dalam konteks makro, yaitu struktur politik.

Sebab untuk mengusulkan hak angket terhadap hasil Pilpres 2024, sangat bergantung pada struktur politik yang ada saat itu.

Komentar Adi Suryadi Culla ini menggarisbawahi kompleksitas dan relevansi diskusi mengenai hak angket dalam konteks ketatanegaraan Indonesia.

Utamanya dalam hubungannya dengan dinamika politik yang sedang berlangsung.

Wacana Hak Angket Didukung oleh Capres Nomor Urut 3 dan Nomor Urut 1

Sebelumnya, wacana hak angket pertama kali digulirkan oleh calon presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo. 

Menurut Ganjar, hak angket yang merupakan hak penyelidikan DPR menjadi salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meminta pertanggungjawaban Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

"DPR tak siap dengan hak angket, saya mendorong penggunaan hak interpelasi DPR untuk mengkritisi kecurangan pada Pilpres 2024," ujar Ganjar dalam keterangan resmi yang dirilis pada Senin, 19 Februari 2024.

Halaman
123
Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved