Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Round Table Discussion Tribun Timur

Carut Marut Sirekap Bikin Gaduh, Prof Muhammad: Nilainya C Saja

"Sirekap bagus tujuannya, bentuk akuntabilitas KPU mengajak masyarakat melihat hasil pemilu dalam fakta," kata Prof Muhammad Al Hamid.

|
Penulis: Faqih Imtiyaaz | Editor: Sukmawati Ibrahim
tribun timur
Ketua DKPP RI 2017-2022 Prof Muhammad Al Hamid dalam Round Table Discussion Prodi S3 Sosiologi Unhas bersama Tribun Timur 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Sirekap, sistem aplikasi rekapitulasi elektronik milik KPU mengundang sorotan.

Pasca pemungutan suara, Sirekap hendaknya menjadi pintu masyarakat mengetahui perkembangan perhitungan suara.

"Sirekap bagus tujuannya, bentuk akuntabilitas KPU mengajak masyarakat melihat hasil pemilu dalam fakta. Dengan Sirekap, masyarakat mendapat informasi," jelas Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) 2017-2022 Prof Muhammad Al Hamid dalam Round Table Discussion Prodi S3 Sosiologi Unhas bersama Tribun Timur, Jumat (23/2/2024).

Prof Muhammad Al Hamid tak ragu menyebut Sirekap sangat ditunggu masyarakat.

Sebab, dengan banyaknya lembaga survey, Sirekap hadir sebagai sumber terpercaya langsung dari KPU RI.

Namun apalah daya, Prof Muhammad Al Hamid melihat niat baik Sirekap tidak didukung dengan persiapan matang.

Belum lagi soal regulasi yang tak jelas dan mengikat.

Alhasil, Sirekap mengundang kegaduhan di masyarakat.

"Sirekap itu mau memotret hasil pemilu apa adanya, Sayangnya regulasi yang backup, atau kesiapan KPU agak bersoal. Sirekap yang memicu kegaduhan," lanjutnya.

Lebih jauh, Sirekap menghadirkan rasa tidak percaya oleh sekolompok masyarakat.

Bahkan sejumlah partai politik disebutnya juga sudah tidak percaya lagi dengan Sirekap.

Kondisi ini menurut Prof Muhammad sangat berbahaya.

Ketika presiden terpilih, ketidakpercayaan dinilai akan terus muncul.

Hal ini menurutnya bisa mengganggu dalam proses presiden menjabat selama 5 tahun.

Rasa tidak percaya pada pemimpin bisa membayangi kinerja pemerintahan.

"Sda diantara kelompok masyarakat kita itu menyatakan tidak percaya lagi dengan Sirekap KPU. Bahkan ada parpol dan capres menolak Sirekap. Berarti ada distrust," jelas Prof Muhammad.

"Ini serius, ketika distrust itu tidak diobati maka hasil pemilu akan bersoal dan tidak dipercaya. Bayangkan kalau tidak dipercaya, pemimpin yang dihasilkan tidak dipercaya. Pemimpin yang lahir dari distrust, paling tidak 5 tahun itu selalu diganggu," sambungnya.

Rasa tidak percaya ini sudah nampak jelas dari hitung cepat lembaga survey.

Kala banyaknya lembaga survei merilis kemenangan salah satu paslon, maka 'Distrust' muncul beriringan.

Bukti tidak percayanya masyarakat kian kuat dengan mengungkit masa lalu.

Mulai dari proses pendaftaran, cara berkampanye sampai salin serang dengan membuka buku lama.

"Sekarang saja, orang menyebut kemenangan quick count 02 sudah banyak menyoal pencalonannya. itu diungkit terus. Ada semacam menggunakan kekuasaan untuk mendapat karpet merah MK," jelasnya.

Ketidakpercayaan pada KPU RI ini sampai pada tahap verifikasi partai politik.

Sorotan tajam diarahkan ke indikasi adanya proses verifikasi partai yang disuntik 'oknum'.

"Ada proses verifikasi partai yang bukan jadi rahasia, bagaimana oknum KPU melakukan pemaksaan partai tertentu bisa MS. Padahal by data verifikasi KPU diperkuat pengawasan bawaslu, partai tertentu tidak memenuhi syarat," kata Prof Muhammad.

KPU dinilai tidak mampu mengobati luka masyarakat terhadap demokrasi hingga 14 Februari 2024.

Ditambah carut marut kelola Sirekap memperdalam luka demokrasi.

Rasa tidak percaya semakin jauh melahirkan tudingan dan dugaan.

Apalagi, Sirekap sempat berhenti mengupdate data suara/

"Sayup-sayup dari Jakarta ada menuding bahwa penghentian sirekap bukan hanya terkait pilpres atau angka pilpres yang belum connect. Tapi ada partai tertentu yang mau dipaksakan lulus. Ada suara dari Jakarta. Penghentian rekapitulasi beberapa hari ini, ada design partai mau diloloskan (senayan)," kata Prof Muhammad.

Dirinya menyebut harusnya sirekap sudah matang sebagai sistem informasi.

Sebab Sirekap bukan 'barang' baru di proses Pemilu

"Sirekap ini bukan baru tapi lanjutan situng yang dulu dibuat.

Harusnya lebih bagus aplikasi dan lebih save bukan menimbulkan kegaduhan dan kecurigaan," lanjutnya.

Prof Muhammad pun memberikan nilai terhadap proses Sirekap dengan segala kekurangannya.

"KPU nilainya rendah di regulasi, kalau di mata kuliah saya kasih nilai C+ untuk regulasi Sirekap," tutupnya. (*)

Laporan Wartawan Tribun-Timur.com, Faqih Imtiyaaz

 

 

 

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved