Catatan di Kaki Langit
Pemilu Kita Sah Secara ‘Mutawatir’
Juga, pengalaman di berbagai pemilihan, yang kalah biasanya menuduh pemilihan itu curang, ada intervensi, dan lain-lain.
Oleh: M Qasim Mathar
Pendiri Pesantren Matahari Mangempang Maros
"Banyak orang sering berbicara atas nama rakyat, tapi ketika melihat hasil suara rakyat di pemilu, justru kurang yakin bahwa itulah nurani kebanyakan rakyat.
Jadi, sebenarnya suara siapa yang disuarakan?"tulis seorang ibu di Poso.
Saya sudah mengenal beberapa tokoh ketika usianya tergolong masih muda.
Mereka tidak bicara seideal sekarang.
Misalnya, menuntut pemerintah/elit agar jujur sejujur-jujurnya dan adil seadil-adilnya.
Sebabnya, adalah waktu masih muda, dia mau juga masuk ke kekuasaan, tapi gagal.
Setelah gagal dan gagal, ia jadi tokoh (tua) yang ribut.
Juga, pengalaman di berbagai pemilihan, yang kalah biasanya menuduh pemilihan itu curang, ada intervensi, dan lain-lain.
Lalu ribut,... pecah, ada ketua/pengurus tandingan.
Sulit menerima kekalahan, biasa terjadi, misalnya di organisasi seperti HMI, KNPI, dan juga di ormas.
Kebiasaan sulit menerima kekalahan mentradisi pada organisasi kaum muda.
Lalu, terbawa-bawa ketika kaum muda itu berkiprah di organisasi kaum "tua", seperti parpol dan lain-lain.
Jadi, jika pemilu kita sudah selesai, biasalah kalau pemilu dituduh curang, ada campur tangan dari luar.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.