Pilpres 2024
Kritikan Guru Besar Kampus ke Jokowi Disebut Untungkan 1 Paslon Capres, Belajar dari Era Bung Hatta
Menurutnya, keadaan penyelenggaraan negara yang akhir-akhir ini memburuk telah menjadi pemicu dalam memunculkan ekspresi kritis dari kampus.
TRIBUN-TIMUR.COM - Ekspresi kritis dari akademisi dan guru besar berbagai kampus Indonesia terhadap perlaku 'menyimpang' Presiden Jokowi akan berdampak pada satu pasangan calon Presiden.
Kritikan soal perilaku pemerintahan akhir-akhir ini dipastikan akan menambah signifikan pemilih paslon nomor urut 01, Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar (AMIN).
Hal tersebut disampaikan Tim Pemenangan Nasional Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Timnas AMIN).
Co-Captain Timnas AMIN Sudirman Said mengatakan, saat ini sedang terjadi gelombang ekspresi kritis dari kampus yang kemungkinan sudah tersimpan bertahun-tahun.
Menurutnya, keadaan penyelenggaraan negara yang akhir-akhir ini memburuk telah menjadi pemicu dalam memunculkan ekspresi kritis dari kampus.
Politik rasa takut, lanjut Sudirman, tidak lama lagi bakal runtuh dan berganti dengan keberanian dari berbagai pihak, khususnya kaum intelektual.
"Saat ini ada 2 pendulum (banduk), jika muncul banyak ketidakpuasan dan sikap kritis terhadap bandul 02, maka otomatis mereka akan masuk ke bandul 01. Kalau tidak mau status quo, maka akan pindah ke perubahan (AMIN)," kata Sudirman dalam keterangannya, Minggu (4/2/2024).
Sudirman menggambarkan situasi yang terjadi akhir-akhir ini, yaitu sikap kritis dari berbagai kampus, seperti UGM, UII, UGM, dan civitas akademika dari universitas lainnya.
"Kita bersyukur (ekspresi dan sikap kritis) yang mulai duluan UGM. Karena Pak Jokowi dan 2 capres dari sana (UGM) maka akan diikuti kampus-kampus lain," ujar dia.
Dia menilai, sikap kritis kampus ini sejalan dengan pidato Bung Hatta pada 11 Juni 1957 di Salemba, Jakarta.
Saat itu, menurut Sudirman, Bung Hatta pidato panjang tentang tanggung jawab kaum intelegensia (intelektual) dan peran perguruan tinggi yang dibutuhkan negara.
Menurut Sudirman, penggalan kalimat pidato Bung Hatta antara lain: "Tanggung jawab kaum terdidik adalah memberikan kepemimpinan bagi bangsa. Jika kaum intelegensia berdiam diri tanpa melakukan apa pun saat melihat kerusakan, maka dia khiatani kecendekiawanannya itu".
Seperti diketahui, sejumlah akademisi Universitas Gadjah Mada menyampaikan Petisi Bulaksumur sebagai bentuk keprihatinan terhadap dinamika perpolitikan nasional dan pelanggaran prinsip demokrasi menjelang pemilu 2024.
Petisi ini dibacakan oleh Guru Besar Fakultas Fakultas Psikologi, Prof Koentjoro didampingi oleh sejumlah puluhan Guru Besar, akademisi, alumni dan aktivis BEM KM UGM, di Balairung Gedung Pusat UGM, Rabu (31/1/2024).
Koentjoro mengatakan petisi dari civitas akademika Universitas Gadjah Mada disampaikan setelah mencermati dinamika yang terjadi dalam perpolitikan nasional selama beberapa waktu terakhir terhadap tindakan sejumlah penyelenggara negara di berbagai lini dan tingkat yang menyimpang dari prinsip-prinsip moral demokrasi, kerakyatan dan keadilan sosial.
"Kami menyesalkan tindakan-tindakan menyimpang yang justru terjadi dalam masa pemerintahan Presiden Joko Widodo yang juga merupakan bagian dari Keluarga Besar Universitas Gadjah Mada.
Pelanggaran etik di Mahkamah Konstitusi, keterlibatan sejumlah aparat penegak hukum dalam proses demokrasi perwakilan yang sedang berjalan dan pernyataan kontradiktif Presiden tentang keterlibatan pejabat publik dalam kampanye politik antara netralitas dan keberpihakan merupakan wujud penyimpangan dan ketidakpedulian akan prinsip demokrasi," katanya seperti dikutip dari website resmi UGM.
Koentjoro mengingatkan agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai alumni UGM, tetap berpegang pada jati diri UGM.
Jokowi diminya menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila dengan turut memperkuat demokratisasi agar berjalan sesuai dengan standar moral yang tinggi dan dapat mencapai tujuan pembentukan pemerintahan yang sah.
Setelah Universitas Gadjah Mada, giliran sivitas akademika Universitas Islam Indonesia (UII) menyampaikan pernyataan sikap "Indonesia Darurat Kenegarawanan".
Selanjutnya menyusul sejumlah akademisi dari Universitas Indonesia (UI) turut menyampaikan kritikan terhadap Jokowi.
Awal kejatuhan Jokowi
Presiden Joko Widodo (Jokowi) ramai-ramai dikritik sejumlah sivitas akademika dan guru besar dari berbagai universitas di Indonesia pada Pemilu 2024 ini.
Kritikan ini dikhawatirkan akan menjadi awal dari kejatuhan Presiden Jokowi.
Seperti diungkapkan Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama, Ari Junaedi.
Ari Junaedi menilai kritikan ini merupakan bentuk keprihatinan dari berbagai civitas akademika terhadap kondisi demokrasi di Indonesia dalam Pemilu 2024.
Keprihatinan tersebut menunjukkan betapa muaknya para intelektual dengan praktik Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang menyimpang.
"(Ini) adalah gambaran betapa muaknya para intelektual dengan praktik-praktik kenegaraan yang menyimpang," kata Ari kepada Tribunnews.com, Jumat (2/2/2024).
Menurutnya, suara dari civitas akademika adalah wujud kejernihan kaum cerdik pandai yang menganggap rezim saat ini “keblinger” dengan kekuasaan.
"Saya khawatir jika rezim ini begitu bebal dengan suara-suara keprihatinan kaum cerdik pandai akan menjadi awal kejatuhan Jokowi," ujar Ari.
Ari menegaskan, Jokowi tidak pernah belajar dari rezim Soeharto yang jatuh karena mengingkari suara-suara rakyat.
"Saya membandingkan suasana sekarang ini mirip dengan kondisi Soeharto menjelang lengser. Jokowi begitu terbuai dari suara-suara palsu para menteri yang menjadi penjilat," ucapnya.
Dia berpendapat, Jokowi di akhir pemerintahannya tidak memperkuat legacy-nya.
"Jika dulu Jokowi dikenang sebagai bapak pembangun infrastruktur, justru keputusan Mahkamah Konstitusi yang berkelindan dengan hubungan ipar dengan Ketua MK semakin menguatkan label Jokowi sebagai bapak pembangun dinasti keluarga," ungkap Ari.
Ari menilai, Jokowi semakin memperlihatkan ambisi kekuasaan keluarga menjelang akhir pemerintahannya.
"Anak dan menantu diberi tempat di panggung politik dengan mengabaikan etika," ucapnya.
Dia menerangkan, adanya penyanderaan kasus hukum, penyaluran bantuan sosial (bansos) untuk kepentingan kampanye Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka hingga ketidaknetralan aparat menjadi wajah buruk Pemerintahan Jokowi.
"Demokrasi dan reformasi yang diperjuangkan melalui pengorbanan nyawa dan darah di 1998 “diselingkuhi” Jokowi dengan tidak tahu malu," imbuhnya.
Publik Kesal
Sementara itu Gufron Mabruri, Direktur Imparsial, menilai publik kesal dengan pemerintahan Jokowi yang ingin melanggengkan kekuasaan pribadi, keluarga, dan kroni-kroninya.
"Mereka yang menjunjung demokrasi dan HAM, serta menjunjung tinggi etika dan prinsip-prinsip dasar kebangsaan memilih tidak tinggal diam melihat darurat etika, hukum, dan tata demokrasi yang diacak-acak oleh rezim," ujarnya, Sabtu (3/2/2024).
Ia menggambarkan, dalam beberapa hari terakhir, elemen sivitas akademika di berbagai perguruan tinggi dan elemen masyarakat sipil mengekspresikan refleksi, seruan, petisi, dan sikap mereka untuk melakukan perlawanan dan menyelamatkan demokrasi, yang pada ujungnya menyelamatkan Indonesia.
"Mereka mengekspresikan kekesalan dengan keberulangan perilaku nir-etika yang dipertontonkan oleh Jokowi, keluarga dan kroni-kroninya," kata dia.
"Para civitas akademika dan elemen masyarakat sipil menyatakan cukup sudah bagi kecurangan Pemilu, mobilisasi dukungan dengan paksaan, penyalahgunaan kekuasaan melalui fasilitas dan anggaran negara, serta intimidasi yang terus menerus dilakukan terhadap pemilih dan aparatur negara demi memenangkan Paslon 02 yang didukung oleh Presiden Jokowi," katanya.
Koalisi Masyarakat Sipil mengapresiasi setinggi-tingginya inisiatif, petisi, dan seruan yang dikeluarkan oleh lintas universitas se-Indonesia serta elemen-elemen gerakan masyarakat akar rumput di banyak daerah.
"Kami berharap agar seluruh elemen gerakan mahasiswa untuk segera melakukan konsolidasi dan menyatakan sikap dan dukungannya untuk menyelamatkan demokrasi Indonesia dari rongrongan kekuasaan otoritaritarianisme jilid dua," katanya.
Kritik Kalangan Akademisi
Diketahui kritikan terhadap Jokowo awalnya datang dari kalangan akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM).
Awalnya sivitas akademika UGM yang terdiri dari guru besar, dosen, mahasiswa, serta alumni menyampaikan petisi Bulaksumur.
Petisi tersebut dibacakan oleh Prof Koentjoro sebagai perwakilan sivitas akademika UGM di Balairung UGM, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada Rabu (31/1/2024).
Petisi tersebut dikeluarkan karena para akademisi UGM merasa prihatin dengan tindakan sejumlah penyelenggara negara selama dipimpin Joko Widodo di berbagai lini yang dinilai menyimpang dari prinsip-prinsip moral, demokrasi, kerakyatan, serta keadilan sosial.
Melalui petisi tersebut, sivitas akademika UGM, mendesak dan menuntut segenap aparat penegak hukum dan semua pejabat negara dan aktor politik yang berada di belakang Presiden Jokowi, termasuk Presiden sendiri untuk segera kembali ke koridor demokrasi serta mengedepankan nilai-nilai kerakyatan dan keadilan sosial.
Setelah Universitas Gadjah Mada, sivitas akademika Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta juga menyampaikan petisi, dan menyampaikan pernyataan sikap "Indonesia Darurat Kenegarawanan".
Setelah Universitas Gadjah Mada, giliran sivitas akademika UII Yogyakarta menyampaikan pernyataan sikap
Pernyataan sikap sivitas akademika UII digelar di depan Auditorium Prof KH Abdul Kahar Muzakkir, Kampus Terpadu UII Jalan Kaliurang Km 14, Kabupaten Sleman pada Kamis (1/2/2024).
Pernyataan sikap tersebut diikuti oleh para guru besar, dosen, mahasiswa dan para alumni UII.
Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Prof Fathul Wahid membacakan pernyataan sikap "Indonesia Darurat Kenegarawanan".
"Dua pekan menjelang pelaksanaan Pemilihan Umum 2024, perkembangan politik nasional kian menunjukkan tanpa rasa malu gejala praktik penyalahgunaan kewenangan dan kekuasaan," kata Fathul.
Dia menyebut bahwa kekuasaan digunakan untuk kepentingan politik praktis sekelompok golongan dengan mengerahkan sumber daya negara.
Oleh karenanya, demokrasi Indonesia kian tergerus dan mengalami kemunduran.
"Kondisi ini kian diperburuk dengan gejala pudarnya sikap kenegarawanan dari Presiden Republik Indonesia Joko Widodo," ujar Fathul.
Indikator utamanya adalah pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) yang didasarkan pada putusan Mahkamah Konstitusi atas perkara No. 90/PUU-XXI/2023.
Fathul mengatakan putusan yang proses pengambilannya sarat dengan intervensi politik dinyatakan terbukti melanggar etika.
Bahkan, membuat Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman diberhentikan dari jabatannya.
"Gejala ini kian jelas ke permukaan saat Presiden Joko Widodo menyatakan ketidaknetralan institusi kepresidenan dengan membolehkan Presiden berkampanye dan berpihak," katanya.
Perkembangan termutakhir, menurutnya, distribusi bantuan sosial melalui pembagian beras dan bantuan langsung tunai (BLT) oleh Presiden Jokowi juga ditengarai sarat dengan kepentingan politik.
Bansos dinilai diarahkan pada personalisasi penguatan dukungan terhadap pasangan calon presiden dan calon wakil presiden tertentu.
Reaksi Jokowi dan Istana
Terkait sikap kalangan kampus tersebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menilai, penyampaian pendapat seperti itu merupakan hak demokrasi.
"Ya itu hak demokrasi. Setiap orang boleh berbicara, berpendapat. Silakan," ujar Jokowi di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Jumat (2/2/2024).
Sementara itu pihak Istana melalui Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana, menganggap wajar pertarungan opini yang muncul jelang pemilu.
Dia juga menyinggung strategi politik partisan.
"Pertarungan opini dalam kontestasi politik adalah sesuatu yang juga wajar aja. Apalagi kaitannya dengan strategi politik partisan untuk politik elektoral," kata Ari di Kompleks Kemensetneg, Jakarta, Jumat (2/2/2024) kemarin.
Meski begitu, Ari menegaskan kritik dari akademisi kampus itu sebagai kebebasan berbicara dan merupakan hak demokrasi warga negara. (*)
Mahfud MD: Saya Lebih Baik dari Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming |
![]() |
---|
Cak Imin Nilai Wacana Pembentukan Presidential Club Positif |
![]() |
---|
Alasan Surya Paloh Tinggalkan Anies Baswedan Usai Kalah di Pilpres, Kini Dukung Prabowo-Gibran |
![]() |
---|
PBB Takut Yusril Ihza Mahendra tak Jadi Menteri? NasDem-PKB Dukung Prabowo |
![]() |
---|
Prabowo-Gibran tidak Mundur Hingga Dilantik Jadi Presiden-Wapres |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.