Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Pemilu 2024 Wujudkan Demokrasi Sehat dan Birokrasi Bersih

Perhelatan politik ini tentunya, berbagai kalangan sangat beratusias dalam memilih pemipin Indonesia yang menentukan nasib bangsa kedepannya.

Editor: Sudirman
Ist
Muhammad Fauzi B Tokan, Constitution Law Activist 

Indonesia tercacat pertama kali menyelenggarakan Pemilu pada tahun 1955 pada masa domokrasi liberal atau demokrasi konstitusional, Pemilu tahun 1955 menjadikan satu-satunya Pemilu pada era Orde Lama.

Memasuki era transisi Orde Lama ke Orde Baru, Pemilu kemudian diselenggarakan lagi pada tahun 1971 dengan mengunakan UU 15/1969 sebagai dasar dalam pelaksanaan Pemilu tersebut.

Pada masa pemerintahan Soeharto yang memerintah selama 32 tahun, tercatat 6 (enam) kali menyelenggarakan Pemilu yaitu pada tahun 1982, 1989, 1992 dan 1997.

Setelah tergulingnya pemerintahan Soeharto pada tahun 1998 Pemilu lantas dipercepat dan kembali dilaksanakan pada tahun 1999, mengingat pada saat itu terjadi krisis moneter yang melanda Indonesia.

Pasca Pemilu yang dilaksanakan pada Orde Baru, Pemilu kemudian dilaksanakan lagi di era Roformasi yaitu pada tahun 2004, Pemilu kali ini cukup berbeda dengan Pemilu sebelumnya lantaran terjadi perubahan amandemen UUD 1945, yang mengubah mekanisme.

Pemilu dalam memilih Presiden maupun anggota Parlemen yang langsung dipilih oleh rakyat.

Mekanisme ini kemudian terus digunakan pada Pemilu selanjutnya itu tahun 2009, 2014 dan 2019.

Dari penyelenggarakan Pemilu pada tahun-tahun sebelumnya belum bisa dijadikan parameter dalam melihat keberhasilan dalam melaksanakan Pemilu, akan tetapi suatu pemilihan umum dikatakan berhasil apabila dilaksanakan dengan prinsip free and fair election.

Pemilu seharusnya dijalankan dengan jujur dan adil tanpa adanya suatu kecurangan maupun pelanggaran.

Kecurangan dalam Pemilu nantinya akan membawa preseden buruk bagi penyelenggaran Negara kedepan, praktik-praktik kecurangan ini akan berdampak pada tingkat kepuasan masyarakat terhadap demokrasi.

Muatan muatan pelanggaran dalam Pemilu juga menjadi sasaran empuk bagi peserta yang haus akan kekuasaan.

Hal tersebut dikarenakan karakter pemilu merupakan suatu kompetisi politik yang dimana segala upaya dilakukan untuk menghalalkan kemenangan bahkan menabrak aturan sekalipun.

Hal demikian akan sangat berdampak pada penyeleggaraan Negara pasca Pemilu nanti.

Penyelenggaraan Negara dijalankan hanya sebagai sarana untuk legitimasi kekuasaan, prinsip check and balances tidak akan dijalankan oleh lembaga kekuasaan Negara, bahkan kemungkinan paling buruk ialah demokrasi semakin teregresi yang akan membawa pengaruh terhadap birokrasi yang semakin kotor dalam penyelenggaraanya.

Sikap koruptif muncul organ pemerintahan serta pemerintahan tidak lagi dijalakan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Sumber: Tribun Timur
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved