Opini
Kebijakan Satu Peta Akhirnya Milik Publik
Terbukanya ruang partisipasi publik yang bermakna (meaningful participation) dalam skena percepatan pelaksanaan kebijakan satu peta.
Ini dapat dilihat di dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1) huruf h dari keputusan presiden tersebut. Lebih lanjut, dalam ketentuan ayat (5) dalam pasal yang sama memberikan definisi dari masyarakat tersebut yaitu orang perorangan, badan usaha, dan badan hukum.
Ditetapkannya masyarakat sebagai salah satu pemegang akses data dan informasi geospasial hasil percepatan pelaksanaan kebijakan satu peta ini menjadi sebuah game changer.
Salah satunya adalah semakin terbukanya ruang partisipasi publik yang bermakna (meaningful participation) dalam skena percepatan pelaksanaan kebijakan satu peta.
Belum Implementatif
Meskipun secara prinsip, keran keterbukaan informasi sekaligus partisipasi publik sudah dibuka selebar-lebarnya, namun dalam tataran praktis, kebijakan ini masih belum implementatif.
Dalam Keputusan Presiden Nomor 28 Tahun 2023, disebutkan bahwa presiden dan wakil presiden, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Kepala Badan Informasi Geospasial akan diberikan akses dengan klasifikasi akses mengunduh dan melihat data dan informasi geospasial hasil percepatan pelaksanaan kebijakan satu peta.
Sedangkan pemegang akses lainnya, termasuk masyarakat, akan mendapat akses dengan klasifikasi mengunduh dan/atau melihat.
Konsekuensi dari penggunaan istilah dan/atau ini adalah munculnya banyaknya opsi klasifikasi akses yang akan diberikan untuk masyarakat.
Mulai dari hanya bisa melihat, hanya bisa mengunduh, sampai dengan bisa melakukan keduanya. Belum lagi keputusan presiden ini juga memberi ruang untuk menyatakan sebuah data dan informasi geospasial hasil percepatan pelaksanaan kebijakan satu peta sebagai informasi yang tertutup.
Variatifnya opsi akses yang bisa diberikan kepada masyarakat ini tentu bak pedang bermata dua. Bisa sangat menguntungkan bagi masyarakat.
Namun juga bisa mempertahankan status quo alias masyarakat tetap tidak bisa secara bebas mengakses data dan informasi geospasial hasil percepatan pelaksanaan kebijakan satu peta.
Ancaman Tumpang Tindih Regulasi
Kondisi ini semakin membingungkan ketika di dalam keputusan presiden tersebut, ketentuan mengenai pelaksanaan kewenangan akses data dan informasi geospasial hasil percepatan pelaksanaan kebijakan satu peta dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Masalahnya kemudian adalah peraturan perundang-undangan yang mana. Dalam tataran normatif, sudah ada dua
regulasi yang khusus mengatur hal ini yaitu Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 6 Tahun 2018 tentang Klasifikasi Kewenangan Akses Untuk Berbagi Data dan Informasi Geospasial Melalui Jaringan Informasi Geospasial Nasional Dalam Kegiatan Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta.
Dan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 7 Tahun 2018 tentang Tata Kelola Berbagi Data dan Informasi Geospasial Melalui Jaringan Informasi Geospasial Nasional Dalam Kegiatan Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.