Opini
Selamat Natal dan Tahun Baru
Teks hadis man tasyabbah biqaumin fahuwa minhum, siapa yang menyerupai suatu kaum maka dia tergolong kaum tersebut.
Mahmud Suyuti
Dosen UIM dan Katib ‘Am Jam’iyah Khalwatiyah
Menjelang perayaan natal bagi saudara kita umat Kristiani, internal umat Islam selalu berpolemik tentang boleh tidaknya mengucapkan selamat natal.
Polemik ini berlanjut dengan perdebatan boleh tidaknya mengucapkan happy new year, selamat tahun baru Masehi.
Dalil tasyabuh, menyerupai non muslim selalu menjadi sumber hukum dalam menyikapi polemik yang berkepanjangan tersebut seakan tanpa ujung dan tidak selesai-selesai diributkan dan diperdebatkan.
Teks hadis man tasyabbah biqaumin fahuwa minhum, siapa yang menyerupai suatu kaum maka dia tergolong kaum tersebut.
Seakan-akan dipaksakan berlaku umum dan universal tanpa memperhatikan asbab wurudnya sementara hadis ini disabdakan Nabi SAW saat terjadi perang Uhud untuk membedakan pasukam muslim dan muslim.
Agar kaum muslim berbeda dengan selainnya saat perang maka Nabi SAW menganjurkan memberi tanda pada pakaian sahabat untuk membedakan dengan non muslim.
Jadi hadis tasyabuh sama sekali tidak ada hubungannya dengan menyerupai non muslim untuk segala situasi dan kondisi, apalagi saat ini kita tidak berperang dengan mereka.
Al-Asqalani dalam Fahtul bari juz XI menjelaskan hadis tasyabuh bahwa yang dilarang adalah menyerupai mereka dengan menggunakan tanda salib dan menyerupai dalam hal ubudiyah, yakni menyamai mereka dalam hal penyembahan.
Jadi tasyabuh memang dihukumkan haram jika berdasar pada hadis lain, yakni khaliful yahud, menyerupai mereka dalam soal ibadah.
Khusus mengucapkan selamat natal dan tahun baru bukanlah sebagai ekspresi penyembahan, bukan pula ibadah sehingga hukumnya mubah, dibolehkan.
Selamat Natal
Setiap 25 Desember saudara kita umat Kristen merayakan natal, memperingati kelahiran Isa Almasih.
Sebagaimana umat Islam setiap 25 Rabiul Awwal memperingati maulid, kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Maulid ini sebagai syiar ukhuwah Islamiyah, menguatkan persaudaraan sesama umat Islam atas dasar keimanan.
Khusus di momen natal menjadi syiar ukhuwah wathaniyah, menguatkan persaudaraan sesama warga negara tanpa mengenal agama yang dianutnya, tanpa mengenal ras dan sukunya selama kita sebangsa setanah air mereka adalah saudara kita.
Berkenaan dengan itu, mengucapkan selamat natal dalam konteks persaudaraan antara sesama manusia tidak menjadi persoalan jika dikaitkan dengan ranah teologis kenegaraan.
Apalagi negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu (UUD padal 29 ayat 2).
Ungkapan selamat natal sebenarnya diabadikan al-Quran untuk Nabi Isa Almasih AS dengan ucapan, Wassalamu Alayya yauma wulidtu (keselamatan atasku untuk hari kelahiranku) sebagai yang disebutkan dalam QS. Maryam/19: 33.
Karena itu, ucapan selamat Natal memperingati hari kelahiran Isa Almasih, tentulah tidak terlarang sebagaimana Nabi SAW merayakan hari keselamatan Musa AS dengan berpuasa Asyura.
Bahkan dalam sebuah hadis ditegaskan bahwa kita lebih wajar merayakannya daripada orang yahudi pengikut Nabi Musa AS (HR. Muslim dan Abu Daud).
Hadis di atas dan berbagai dalil berkenaan dengan itu yang ditemukan dalam berbagai rujukan yang antara lain sebagai sekian titik temu antara Muhammad SAW dan Almasih.
Inilah yang dimaksud kalimatun sawa (kata sepakat) yang disebutkan dalam QS. Ali Imran/3: 64.
Kalau begitu apa salahnya mengucapkan kalimat, selamat natal, selama akidah masih dapat dipelihara dan selama ucapan itu sejalan dengan apa yang dimaksud al-Quran?
Kecuali bila seorang muslim menghadiri ritual natalan dengan niat yang menyimpang akidah boleh dipertanyakan, tetapi jika sekedar dibibir terucap selamat natal, boleh saja dimaklumi.
Selamat Tahun Baru
Ucapan selamat tahun baru sudah membumi masyhur dalam masyarakat dan spontan terucap menjelang pergantian tahun sebagai sarana komunikasi silaturahim bisa jadi menjadi ladang amal hablun minannas sebagai konsep ukhuwah basyariah, menguatkan persaudaraan dan keakraban sesama umat manusia.
Perspektif lain orang yang sudah sekian lama tidak bertegur sapa bisa jadi ucapan selamat tahun baru yang diiringi permohonan maaf dan harapan menjadikan pahala kebaikan.
Hal itu bisa disampaikan secara lisan dan tulisan atau saat ini ucapan tersebut biasanya lewat medsos berupa WhatsApp, Facebook, Twitter, Instagram, dan selainnya.
Selain mengucapkan selamat tahun baru, yang terpenting juga dilakukan adalah muhasabah, yakni intropeksi diri diakhir tahun mengawali tahun baru karena pergantian tahun itu berlaku untuk semua umat.
Ada yang menganggap bahwa tahun baru masehi adalah milik non muslim padahal al-Qur’an dalam surah al-Isra ayat 12 secara jelas menerangkan perputaran syamsiah sebagai tahun meladiah juga bagian dari tahun qamariah.
Jadi tahun baru masehi juga untuk Islam.
Kenyatannya penanggalan tahun masehi dipakai juga untuk menentukan waktu ibadah seperti jadwal salat karena saat ini sepenuhnya ditentukan oleh pergerakan waktu tahun syamsiah dan sama sekali tidak berurusan dengan pergerakan qamariah.
Karena itu setiap pergantian tahun kita dianjurkan muhasabah dengan cara berniat memperbaiki diri, kita dilarang menyesali pergantian tahun, bahkan Nabi SAW melarang mencela perputaran waktu pergantian tahun baru.
Hadis dari Abu Hurairah RA, dari Rasulullah SAW bersabda: Jangan kalian mengutuk waktu karena Allah adalah waktu (HR Muslim dan Ahmad).
Kalau begitu, berarti ucapan tahniah, yakni ucapan keselamatan, termasuk ucapan selamat tahun baru dianjurkan tanpa memilah tahun masehi atau hijriah.
Itulah sebabnya setiap tahun baru hijriah ada kalimat tahniah yang selalu terucap untuk keluarga dan kerabat, kulla aamin wa antum bikhair (semoga setiap tahun kalian dalam kebaikan).
Ucapan tahniah seharusnya diucapkan juga saat pergantian tahun masehi sebagai bagian dari muhasabah sekaligus doa untuk lebih memperbaiki diri dari tahun sebelumnya. Wallahul Muwaffiq Ila Aqwamit Thariq.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.