OPINI
Pemilu 2024 dan Tesis 'Butterfly Effect'
Konsep butterfly effect tersebut ingin menggambarkan tentang kemungkinan terjadinya suatu rangkaian peristiwa yang berlangsung acak, tak terprediksi
Kedua, fenomena retaknya hubungan antara Presiden Jokowi dengan PDI-P. Tidak ada yang dapat memprediksi sebelumnya. Jika saja sejarah itu bersifat linier, maka hubungan itu tak akan bermasalah hingga akhir jabatan. Kenyataannya, trayektorinya tidak begitu. Jokowi akhirnya justru saling berhadapan dengan PDI-P yang justeru pernah mengusungnya hingga terpilih Presiden hingga dua periode.
Tidak hanya Jokowi, kedua putera (Gibrah & Kaesang) dan menantunya (Bobby Nasution) pun berselisih jalan dengan PDI-P. Dalam kontestasi Pilpres, PDI-P mendukung pasangan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD, sementara keluarga Presiden berposisi di kubu Capres Prabowo Subianto yang berpasangan sang anak: Gibran, Cawapres.
Seluruh peristiwa itu terjadi bagai fenomena acak, sebelumnya tak pernah terprediksikan. Mungkin masih bisa ditambahkan rantai fenomena lainnya yang tak terduga seperti perpecahan politik para pendukung Jokowi, para pembela atau pemuja sejak periode pertama berkuasa. Juga perpecahan buzzer politik, serta konflik kader PDI-P.
Lalu, bagaimana rangkaian peristiwa yang akan terjadi menuju Pemilu 2024 atau peristiwa susulannya ke depan? Jika saja berlangsung linier, pemenang Pemilu tak akan jauh dari pasangan Prabowo-Gibran – lalu, pemilu berakhir happy ending. Demikian di sisi lain terhadap pasangan Ganjar-Mahfud atau pasangan Anies-Cak Imin yang unprediktif.
Kembali pada prediksi acak trayektori ke depan: jika efek kepak sayap kupu-kupu itu bakal dihadapi, maka kekhawatiran yang menggelayut guncangan badai di kemudian hari; bersumber dari kekecewaan dan ketidakpercayaan di tengah publik atas proses dan hasil pemilu di penghujung. Semoga peringatan ini hanya pikiran fiktif belaka. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.