Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Gemoy dan Fabrikasi Mitos

Sembari ‘menikmati’ lampu padam di tempat tidur, Ahad (26/11/2023)petang saya membuka-buka gawai.

Editor: Sudirman
DOK PRIBADI
M Dahlan Abubakar, Dosen Tidak Tetap Unhas 

Oleh M.Dahlan Abubakar

Pengajar FIB Unhas
 
Sembari ‘menikmati’ lampu padam di tempat tidur, Ahad (26/11/2023) petang saya membuka-buka gawai.

Pilihan saya jatuh ke platform ‘Tiktok’ yang akhir-akhir ini banyak menawarkan informasi yang dapat memperkaya pengetahuan, meskipun sebagian besar merupakan medium bisnis digital.

Apalagi, menjelang kampanye pemilihan presiden dan pemilihan wakil presiden  (pilpres/pilwapres) serta pemilihan legislatif (pileg) banyak ulah warganet yang mengekspresikan representasi segmentasi para calon yang maju ke gelanggang demokrasi itu.

Saya tertarik pada satu narasi yang tampaknya diungkapkan dalam suatu forum di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.

Penanda lokus kegiatan tersebut saya tangkap dari satu kalimat yang disampaikan oleh seorang perempuan yang menjadi narator (pemateri) dalam pertemuan itu.

“Tentu Bapak .. tidak mungkin akan menjadi calon, kalau tidak memiliki jaringan dengan kekuasaan,” ujar perempuan tersebut sambil menyebut nama seorang teman dosen dan perguruan tingginya yang juga ikut menjadi audiens dalam narasi kritis tersebut. 

Perempuan tersebut kemudian mengatakan, salah satu strategi yang digunakan pemerintah sepuluh tahun terakhir ini adalah fabrikasi mitos.

Strategi ini pulalah yang digunakan rezim pemerintah Orde Baru hingga mampu bertahan lebih dari tiga dasawarsa memimpin Indonesia dengan gaya oritarianismenya.

Fabrikasi mitos yang disebutkan pemateri itu bermakna pernyataan atau cerita yang dibuat untuk menipu.

Winfied Noth, seorang ahli bahasa dan semiotika Jerman mengatakan mitos adalah fenomena dasar kebudayaan umat manusia.

Mitos sebagai suatu naratif metaforis dengan menginterpretasikan teks pada dua tataran.

Pertama, tataran lahir yang mengacu pada tindakan agen-agen mitos yang oleh para ahli seperti Greimas dan Courtes (1979) menyebutnya sebagai tataran praktis mitos.

Kedua, adalah tataran batin yang mengacu pada pertanyaan-pertanyaan eksistensi manusia dan kosmos.

Ini lebih mengarah kepada cerita tentang dewa-dewa. 

Sumber: Tribun Timur
Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved